𝐃𝐢𝐥𝐚𝐦𝐚𝐫?

399 29 7
                                    

Gavin sibuk sendiri dengan laporan dari kantor, membuatnya harus berjam-jam berdiam diri didalam kamar, ini sudah pukul sembilan malam, ia beristirahat sejenak berencana mengambil segelas air. Keadaan diluar lumayan sunyi, ia menatap pintu kamar Aileen yang tertutup rapat.

"Gavin, kamu lihat Aileen?" beberapa menit berdiri disamping kolam renang, lamunan Gavin buyar saat Katrin menghampirinya.

"Enggak." jawab Gavin.

"Loh, kemana ya, gak izin lagi sama Mami," Katrin mengerutkan keningnya, ia tidak menemukan Aileen dimana pun. Gavin yang penasaran langsung kembali masuk, mengecek kamar Aileen. Gavin mendesis saat melihat lemari Aileen kosong, ia meraih ponsel dengan cepat, ada pesan masuk dari Aileen yang diterima dua jam lalu.

Qinan

Maafin aku gak bisa ikut ngerayain ulang tahun kamu, Vin. Aku gak enak sama kalian, aku bukan siapa-siapa, aku cuma orang asing, kalian gak bakalan rugi apapun dengan kepergian aku. Makasih banyak untuk semua kebaikan kalian selama ini, uang yang selalu Bibi transfer udah aku kembalikan, aku sayang kalian.

Gavin duduk dipinggiran kasur Aileen sambil meremas erat kepalanya.

"Apa yang lo pikirin, Qinan!" Gavin menggeram, wajahnya memerah. Ia langsung menelepon nomor Aileen, masuk tapi tak kunjung diangkat. Ia kemudian melepoj seseorang sambil berjalan cepat keluar.

"Halo?"

"Valen, tolong minta Papanya Wulan buat lacak nomor Qinan sekarang."

Sambungan diputus sepihak oleh Gavin, ia menyambar jaket dan meraih kunci mobil.

"Kemana kamu malam-malam begini?" langkah Gavin terhenti saat mendapati Osvaldo yang kini menuruni anak tangga.

"Cari Qinan." jawabnya kemudian segera keluar, ia mengendarai mobil seperti orang kesetanan saat Valen mengirimkan pesan dimana lokasi Aileen saat ini.

Setelah beberapa jam perjalanan, Gavin tiba didepan sebuah rumah kumuh, terlihat seperti rumah kurang layak untuk ditempati. Tanpa basa-basi Gavin langsung masuk, rumah sederhana yang gelap ini hanya diterangi oleh cahaya lilin kecil.

"Ayo pulang." Gavin mengulurkan tangannya, Aileen kini berada didepannya, tidur tanpa selimut dan bantal diatas sofa yang sudah tidak layak.

"Gavin, kamu tau dari mana aku disini?" Aileen terkejut, ia bangkit dari tidurnya.

"Gak penting, ayo pulang." Aileen menggeleng pelan, ia sudah mantap dengan keputusannya.

"Qinan, lo belum pulih total, lo bisa balik kesini kalo udah sembuh." tegas Gavin berusaha membuat Aileen kembali.

"Aku gak bisa, Vin. Kalian–"

"Qinan–"

"Kita itu orang asing, Vin! Aku gak bisa terus-terusan jadi beban buat kalian!" Gavin memasukkan tangannya kedalam saku.

"Kalo gitu ayo menikah." Aileen yang baru akan bersuara langsung kembali mengatup mulutnya rapat-rapat.

"Aku gak lagi becanda, Gavin!" tegur Aileen.

"Gue serius." Aileen kembali tertegun ditempatnya, ia menepuk kedua pipinya keras-keras berharap ini hanyalah mimpi.

"Aku, aku gak bisa. Jangan cuma karena masalah ini, kamu harus terpaksa melakukan ini, kamu berhak menikah dengan orang yang kamu cinta–"

"Gue pengen punya istri kayak Mama, lo mirip dengannya." Aileen tidak melanjutkan ucapannya, ia bingung setengah mati antara percaya dan tidak percaya bahwa ini nyata.

"Tapi–"

"Ayo pulang. Lo gak mau, kan, pisah sama Mami sama Papi?" Aileen mengangguk, ia sangat menyayangi Katrin juga Osvaldo.

"Qinan." Gavin menarik kembali koper yang dibawa Aileen, gadis itu mengangkat tangan perlahan menyambut uluran tangan Gavin. Begitu tertaut, Gavin langsung menggenggamnya erat, seperti tidak ingin melepaskannya lagi.

Aileen meniup lilin diatas meja, mengunci pintu kembali, dan berlalu mengikuti langkah Gavin.

"Papa, Mama, Kalian disini? Melihat kejadian ini? Apa Ay udah benar?" batin Aileen.

Mobil menjauh meninggalkan pekarangan rumah lama Aileen.

*****

"Papi setuju." Aileen terkejut bukan main mendengar penuturan Osvaldo.

"Mami?" Gavin menoleh, mereka berempat sekarang berkumpul di ruang tamu, tengah malam.

"Ay, kamu gimana?" Katrin bertanya tentang pendapat Aileen.

"Ay, Ay gak tau, Bi." Aileen menghembuskan napas berat, dia bingung, sangat bingung.

"Kalau kamu sayang?" Aileen menatap Gavin yang duduk dengan gagah disamping Aileen.

"Keputusanku tidak akan berubah." tegas Gavin membuat Osvaldo kagum luar biasa, dulu waktu dia melamar Andrella, juga bertekad besar seperti Gavin saat ini. Dia sudah paham dengan sifat Gavin, putranya tidak akan mau ribet dengan orang yang tidak penting, tapi melihat tingkah laku Gavin terhadap Aileen selama ini, sudah membuktikan bahwa Aileen berpengaruh baginya.

"Qinan, kalo lo gak mau, tetaplah disini sampai lo pulih." Aileen menatap Gavin yang berbicara tanpa menatapnya, "Setelah itu, lo bebas mau kemana aja–"

"Aku mau." Aileen memotong ucapannya membuat Gavin menoleh dengan kaku, "Kalau ini cara aku bisa ada ikatan sama kalian, aku mau."

"Mas, kamu yakin?" Katrin bertanya pada Osvaldo yang terlihat santai.

"Pilihan Gavin tidak buruk, kenapa harus ragu?" balas Osvaldo membuat Gavin sedikit tersentuh, dia mengumpulkan keberanian besar untuk meminta ini pada Papinya itu.

"Ay," Aileen masuk kedalam dekapan Katrin, dia merasa bahagia dan bimbang saat ini, dia ingin terus bersama keluarga ini namun jika tanpa ikatan jelas itu membuatnya tidak enak hati, jika harus membuat Gavin mengorbankan diri untuk menikahinya agar terikat, Aileen juga merasa bersalah pada pria itu.

"Aku mau pernikahan secara privat beberapa hari kedepan, perayaannya dilangsungkan bersamaan dengan perayaan ulang tahun, bisa Papi tangani?" tanya Gavin dengan nada bicara mengecil dan cepat, Osvaldo terkekeh dengan rasa gengsi putranya.

"Gak gratis." balas Osvaldo.

"Berapapun bayarannya." ucap Gavin.

"Ok." Katrin hanya bisa menatap bergantian kedua pria didepannya, ini kali pertama dia melihat kedua orang itu berinteraksi secara tenang.

"Aileen?" Aileen menoleh kearah Osvaldo yang memanggilnya, "Kamu memilih pilihan yang tepat." ucap Osvaldo, matanya saling memaku dengan tatapan datar Gavin.

"Vin?" Gavin menoleh, mendapati tatapan mata Aileen yang menatapnya sendu.

"Mi, obat Qinan ada di laci nakas." setelah mengucapkan itu, Gavin masuk kedalam kamarnya.

"Aileen, ayo tidur sayang," Katrin memapah tubuh Aileen yang sempoyongan, Osvaldo mengangkat koper Aileen keatas.

"Makasih Bibi, Paman." air mata Aileen berlinang, dia sangat bersyukur.

Dikamar, Gavin membuka laptop miliknya, menghapus password yang ia pasang disana, jarinya dengan lincah mengetik sesuatu.

✓✓✓✓✓

GAVIN ALMERO [ COMPLETE ] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang