𝐒𝐢𝐱 𝐂𝐫𝐨𝐰𝐧

352 37 0
                                    

Keadaan ruang makan begitu hening tidak seperti biasanya. Katrin menatap bergantian kearah putra dan keponakannya yang kini makan dalam keheningan, biasanya Aileen akan mengoceh hal yang tidak penting.

"Mi,"

"Bi,"

Katrin sedikit terkejut saat Gavin dan Aileen berdiri secara bersamaan.

"Kalian kenapa? Keselek nasi goreng?" sindir Katrin.

"Malam ini Gavin tidur di apart," Gavin meraih pundak tangan Katrin dan mengecupnya, itu sudah menjadi kebiasaannya sejak dulu, pria itu berlalu begitu saja.

"Bibi, Ay berangkat dulu," pamit Aileen mencium kedua pipi Katrin.

"Hati-hati, Gavin kalo marah suka nerkam," bisik Katrin membuat Aileen bergidik ngeri.

Aileen menyusul Gavin, ia masuk dan duduk disamping kursi kemudi, setelahnya mobil melaju dengan kecepatan normal meninggalkan pekarangan rumah.

"Vin, soal semalem-"

"Selamat pagi," Gavin mengangkat sebelah tangannya mengisyaratkan agar Aileen diam, ia menjawab telepon dari kantor.

"Pukul sembilan tepat saya sudah tiba di kantor," ucap Gavin langsung melepas headset yang ia pakai, sekarang sudah hampir jam sembilan pagi. "Ada meeting, perhatiin tampilan lo," jantung Aileen berdegup kencang saat mendengar perkataan Gavin, ia sangat gugup.

"Vin, udah rapi belum? Apa aku pake make up aja, ya? Gak papa kalo aku cuma pake sepatu? Atau balik bentar biar aku ganti heels?" Mobil terparkir ditempat parkir khusus.

"Vin, aku-"

"Lo sekertaris, bukan model." Perkataan Gavin langsung membungkam mulut Aileen. Ia mengekori Gavin dari belakang, semua pasang mata menatap keduanya, ini hari pertama Aileen bekerja sebagai sekertaris pribadi sepupunya.

"Cantik banget!"

"Pacarnya pak Gavin?"

"Sekertaris kantor mungkin,"

"Kayak pak Valdo sama ibu Dea, ya,"

"So sweet!"

Seperti itulah bisik-bisik para karyawan saat melihat Aileen.

"Selamat pagi." Sapa Gavin.

"Pagi pak," balas seluruh karyawan yang ada di lantai satu.

"Aileen Qinan Lethesia. Sekertaris pribadi saya, bukan sekertaris perusahaan Six Crown." Gavin menjawab pertanyaan-pertanyaan yang sedari tadi ia dengar.

"Selamat pagi," sapa Aileen dengan senyum ramah membuat para lelaki disana terpesona, rok hitam pendek, kameja baby blue lengan panjang, sneakers putih. Perpaduan outfit yang pas dengan tubuh sedikit berisi itu.

Keduanya melanjutkan perjalanan memasuki lift, ruang rapat berada dilantai tiga. Tubuh Aileen menegang seketika merasakan sesuatu yang aneh.

"Kalau ini pengecualian, sekertaris lebih bagus kalo rambutnya dikuncir gini," ucap Gavin setelah mencepol rambut Aileen secara tiba-tiba.

"Ma-makasih," gagap Aileen membuat Gavin terkekeh.

Pintu lift terbuka lebar, Gavin memimpin langkah dengan Aileen yang terus mengekor sambil memeluk beberapa berkas milik Gavin.

"Ponsel dimatiin." Peringat Gavin saat tiba didepan pintu, pria itu mengatur letak dasinya. "Qinan?" Aileen menoleh, "Kalo jam kantor, panggil gue bapak."

*****

"Semangat kerjanya, jaga kesehatan jangan lupa makan." Aileen senyum-senyum sendiri membuka pesan dari Erlan.

"Calon suami aku perhatian banget!" Gumam Aileen dengan mulut penuh makanan, ini jam istirahat jadi Aileen bisa mengaktifkan ponselnya.

Drtt... Drt...

"Halo, ada apa, Lan?" Sapa Aileen

"Ay, lo lagi bareng Gavin?"

"Enggak, kita kan beda ruangan. Emangnya ada apa?"

"Lo udah denger berita belum?"

"Berita apaan?"

"Itu loh, pak Erlan dijodohin!"

"Uhuk, uhuk," Aileen meneguk segelas air putih sampai tandas. "Dijodohin sama siapa?!"

"Gue denger sama wanita karier sih, ya, gak tau juga kejelasannya gimana,"

"Ih kamu mah, boong kan?"

"Ay, berita ini udah heboh sekampus anjir!"

Aileen termenung mendengar itu, wanita karier?

"Tapi lo jangan galau dulu Ay, pak Erlan nolak perjodohan itu kok," senyum lebar terbentuk dibibir Aileen saat mendengar itu.

"Udah dibilangin apa, pak Erlan itu jodoh aku!" Tegas Aileen dengan PD-nya.

"Serah lo deh gue mah netral," ujar Wulan langsung memutus sambungan sepihak.

Disisi lain, Aileen juga gamblang, ia hanya seorang mahasiswi sedangkan Erlan adalah anak dari keluarga bergengsi, keluarga pemilik saham terbesar diperusahaan-perusahaan besar belum lagi jabatan Ayah Erlan sebagai Dekan dikampusnya.

"Pasti wanita karier itu lebih segalanya dari aku," rasa gelisah Aileen tidak dapat disembunyikan, walaupun kenyataannya, hubungan dirinya dengan Erlan hanya sebatas pelajar dan pengajar.

Aileen merapikan mejanya dan bergegas setelah mematikan ponsel, ia naik keruangan Gavin. "Siang pak, ada apa?" Ia masuk setelah mengetuk, Gavin kini duduk di kursinya dengan fokus pada berkas-berkas diatas meja.

"Qinan, bisa bantu gue menyelesaikan pemeriksaan laporan bulan ini?" Aileen mengangguk mantap dan segera mendekati sepupunya itu.

"Pak, mending bapak makan siang aja dulu, biar aku- maksudnya, saya yang periksa laporannya," Aileen mengutarakan isi hatinya saat melihat makanan khusus untuk Gavin belum tersentuh sama sekali.

"Nan, kalo cuma kita berdua, gak perlu formal gitu," Gavin berdiri menuju sofa sambil menenteng piring. Ia heran saat Aileen hanya berdiri seperti orang plin-plan. "Kenapa?" Tanya Gavin sambil mengunyah.

"Eh, itu, ini aku meriksanya disini?" Tanya Aileen membuat Gavin menghembuskan napas panjang.

"Terus? Lo mau periksa laporan di parkiran?" Ketus Gavin tak habis pikir, apa gunanya dia pindah ke sofa jika bukan supaya Aileen bisa duduk.

Aileen memonyongkan bibir mendengar jawaban Gavin, ia duduk dikursi milik pria itu dengan jengkel. "Vin, putar musik bisa?" Tanya Aileen saat melihat laptop didepannya hidup tapi tidak digunakan. Melihat anggukan Gavin, Aileen langsung menyetel lagu kesukaannya, ia memeriksa laporan dengan bibir yang ikut melantunkan musik.

"Soal semalem, aku minta maaf ya-"

"Wulan udah cerita."

Aileen bernapas lega, dia jadi tidak perlu repot-repot menjelaskan.

"Vin, tau gak-"

"Enggak."

Sekali lagi Aileen mencibirkan bibir menatap tajam sepupunya.

"Temen aku kan lagi deket sama cowok, terus si cowok itu udah dijodohin sama orangtua-nya tapi ditolak sama si cowok. Tapi nih, ya, temen aku sama tuh cowok belum ada tanda-tanda buat jadian, menurut kamu si cowok suka gak sama temen aku?" Tanya Aileen panjang lebar.

"Si cowok kang goshting." Mata Aileen membola mendengar respon Gavin, ia menyesal sudah bertanya.

"Ngarang deh, pak Erlan bukan cowok kayak gitu!" Gavin terkekeh, dari awal dia sudah menduga, Aileen menceritakan dirinya sendiri.

"Semoga aja dosen lo gak nyesel nolak perjodohan itu," ujar Gavin merebahkan tubuhnya diatas sofa membuat Aileen melongo.

"Gavin, jahat banget! Gini-gini aku cantik tau!" Aileen mengoceh namun tetap fokus melaksanakan pekerjaannya.

"Hmm, cantik banget." Gumam Gavin yang hanya bisa didengar olehnya, setelah itu kesadarannya menghilang.

*****

SENIN, 280222.

GAVIN ALMERO [ COMPLETE ] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang