𝐇𝐞𝐚𝐥𝐢𝐧𝐠

314 33 0
                                    

"Ay, hubungan lo sama pak Erlan sebenarnya gimana, sih?" tanya Wulan, sudah hampir tiga tahun Aileen sering bersama Erlan namun dengan hubungan tanpa status.

"Ya gitu Lan, Aku juga bingung," balas Aileen sambil mencuci muka.

"Minta kejelasan gih, kasihan hati sama pikiran lo, nanti mati rasa." skakmat, setelah mengatakan itu Wulan terbahak dan berlalu meninggalkan Aileen sendiri didepan wastafel.

"Bentar lagi kayaknya mati rasa," gumam Aileen menyusul Wulan.

"Morning tuan-tuan putri," sapa Valen saat Aileen dan Wulan tiba dipondok, mereka sudah disiapkan sarapan oleh petugas tempat mereka menyewa tenda.

"Salah kalian kenapa gak bangunin kita, iya kan bestie?" Aileen mengangguk mengiyakan argumen Wulan.

"By, gue udah goyangin tenda kalian tapi kaliannya aja yang kebo," timpal Valen tak mau kalah.

"By, be, ba, bo, gue belum maafin lo ya soal semalem," tandas Wulan sambil mengangkat pisau yang mampu membungkam Valen, pasutri satu ini memang kocak.

"Brisik," celutuk Gavin yang datang dengan rambut acak-acakan dan mata sayu.

"Spesies kalian, kebo," sindir Valen membuat ketiganya menatapnya horror.

"Salah lagi, emang bagusnya gue diem." gumam Valen meratapi nasibnya.

"Kapan makan? Perut aku udah keroncongan," tutur Aileen menatap penuh minat makanan yang ada diatas meja.

"Minggu depan." Valen segera mengambil bagian, "Doa masing-masing!" lanjutnya.

Selesai dengan sarapan, kini Aileen dan Wulan asik berfoto-foto sedangkan Gavin dan Valen duduk ditepian pantai.

"Kenapa gak dari dulu aja, sih, Aileen tinggal di rumah lo," ujar Valen membuat Gavin mengerutkan keningnya. "Biar lo gak kesepian kayak psikopat tau gak, Vin," lanjutnya.

"Nyokapnya udah lama meninggal, bokapnya nyusul belum lama ini makanya dia tinggal bareng kita." jelas Gavin.

"Kuat banget dia," Gavin mengangguk singkat sependapat dengan Valen.

"Hubungan lo kelihatan baik-baik aja," Gavin beranjak membuat Valen juga melakukan hal yang sama.

"He'em, Wulan udah mau nerima kenyataan." ucap Valen menghembuskan napas panjang, karena sifat bajingannya sampai membuat Wulan kehilangan masa depan yang gadis itu inginkan dan terpaksa menikah muda.

"Hei? Ayo foto bareng!" ajak Aleen sedikit berteriak.

Mereka melakukan sesi foto bersama, canda tawa tercipta dengan sendirinya, bahkan Gavin tidak sadar sudah banyak tersenyum saat ini.

"Vin," foto pertama Gavin dengan lawan jenisnya setelah kepergian Andrella, Aileen mengambil foto dengan cepat kemudian terbahak sendiri melihat ekspresi kaku Gavin dihasil jepretannya.

Gavin memerhatikan Aileen dalam diam, ekspresinya begitu datar, perasaan yang sama kembali ia rasakan.

"Qinan?" Aileen yang baru saja akan menghampiri Wulan langsung menoleh. "Bisa fotoin gue? Yang bagus," pinta Gavin membuat Aileen heran, tadi saja dia harus mengambil gambar secepat kilat takut Gavin menolak berfoto dan sekarang pria itu malah minta dipotret?  Mengedikan bahu tak peduli, Aileen kemudian mengatur pose sepupunya.

"satu, dua, tiga, senyum!"

Cekrek.

Hasil yang sangat sempurna, Gavin bahkan tidak sedetik pun mengalihkan pandangannya dari layar Hp milik Aileen.

"Ay, Vin, ayo sini foto berempat!" panggil Wulan, ia meminta bantuan pada salah satu petugas pantai untuk memotret mereka.

*****

Erlan memerjapkan mata perlahan saat cahaya menerpa wajahnya, matahari pagi menyambut kesadarannya. Ia merenggangkan badan, tidur dengan posisi duduk membuat badannya keram.

Ia menatap layar laptop yang menunjukan berbagai macam keluhan dari para karyawan yang sampai saat ini belum menerima gaji selama tiga bulan.

Matanya menatap bingkai foto disamping laptopnya, "Utuhnya difoto doang, nih?" melonggarkan dasi dikerahnya, Erlan memijat pangkal hidungnya dan membalik foto itu diatas meja, foto dirinya bersama kedua orangtua-nya.

Mengayun langkah menuju kamar mandi, sebelum itu ia melepas jas yang masih melekat ditubuhnya dari tadi malam.

Setlah selesai dengan mandinya, Erlan keluar dari kamarnya, ia menatap dua kamar dilantai dia yang pintunya masih tertutup rapat.

"Pagi Den," sapa asisten rumah tangga yang sudah lama bekerja di rumahnya.

"Papa sama Mama udah sarapan?" tanyanya.

"Nyonya masih tidur, soalnya tadi pulangnya udah jam lima pagi, kalo Tuan belum pulang, Den." jelas Mbok Rita.

"Mbok udah makan?" tanya Erlan.

"Udah kok, Den makan gih, Mbok udah masakin makanan kesukaan Aden tuh," Erlan mengangguk dan langsung mengambil makanan diatas meja, walaupun dia suka telur gulung, tetap saja yang menjadikan itu spesial adalah siapa yang memasaknya, ia sangat menyukai telur gulung buatan Isyana, Mamanya.

Sudah hampir lima belas menit Mbok Rita memperhatikan Erlan diam-diam, pria itu menyantap makanan seporsi dengan sangat-sangat lambat dengan mata yang tidak beralih dari pintu kamar Isyana, tidak ada tanda-tanda wanita itu turun untuk sarapan.

"Mbok, dibawa aja keatas, seperti biasa. Kalo Papa pulang jangan lupa telepon saya," titah Erlan langsung kembali masuk kedalam kamar, seporsi makanan yang ia santap hampir setengah jam hanya tersentuh tiga sendok membuat Mbok Rita menghembuskan napas berat.

Mbok Rita membuat segelas susu jahe, diletakkan diatas nampan bersama sepiring makanan kemudian membawa nampan itu ke kamar Isyana. Erlan tidak mau mengganggu privasi Mamanya.

"Erlan udah sarapan?" tanya Isyana, wanita itu duduk dibalkon kamarnya.

"Udah Bu," jawab Mbok Rita, ia keluar dari kamar itu saat Isyana diam membisu. sebelum kembali turun Mbok Rita menatap nanar kamar milik Jevano, kepala keluarga Martin yang gagal.

Dulu keluarga Martin sangat harmonis, hampir sempurna. Sampai pada tiga tahun lalu saat terjadi suatu masalah yang membuat sepasang suami istri itu seperti orang asing, tidur beda kamar, bahkan keduanya enggan jika harus berpapasan didalam rumah, itu salah satu alasan Isyana tidak ingin sarapan atau makan malam di ruang makan dan Jevano jarang pulang.

Alasan keduanya masih bertahan dengan status keluarga hanya karena Erlan.

*****

SENIN, 070322.

GAVIN ALMERO [ COMPLETE ] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang