Malam hari dikediaman Almero.
Gavin menatap bergantian Osvaldo dan Katrin yang kini berbeda dengan biasanya. Mereka berada diruang makan, mengadakan makan malam bersama.
"Gavin."
"Aileen."
Gavin dan Aileen mendongak menatap Osvaldo dan Katrin yang memanggil mereka secara bersamaan.
"Kenapa Bi?" tanya Aileen.
"Kamu duluan aja, Mas."
"Kamu saja." balas Osvaldo.
"Ay, Gavin, kalian yang akur, ya? Kalau nanti Mami sama Papi gak bisa pertahankan pernikahan kita, Gavin janji sama Mami buat jagain Aileen, ya sayang?" Gavin diam tidak merespon, ia makan dengan lahap.
"Maksud Bibi?" Aileen mulai tegang dengan pembicaraan ini.
"Bulan depan, kita akan bercerai." Aileen terkejut mendengar ucapan Osvaldo, ia menatap Gavin yang terkekeh.
"Sayang, ulang tahun kamu ke dua puluh dua tahun tanggal dua puluh tujuh nanti, akan dirayakan, ya?" Gavin diam, ia hanya menatap Katrin yang menunggu jawaban, tatapannya begitu tulus.
"Bahkan orang sesabar dan setulus Mami, menyerah dengan kelakuan Papi." tukas Gavin berlalu meninggalkan meja makan.
"Apa ini karena aku, Bi?" tanya Aileen, makan malam mereka kandas ditengah jalan.
"Enggak sayang, ini emang keputusan Bibi sama Paman, bukan karena kamu," Katrin mengusap punggung tangan Aileen sambil tersenyum, Osvaldo berdiri ikut meninggalkan ruang makan.
"Ay tidur, ya? Bibi ceritain kisah yang sering Papa kamu bacain sebelum Bibi tidur dulu," Katrin menarik tangan Aileen menuju kamar.
"Kisah tentang apa, Bi?"
"Romeo dan Juliet." jawab Katrin membuat hati Aileen terasa seperti dicabik-cabik.
"Ay gak mau, Ay pengen dengar dongeng tentang Rapunzel." Katrin menarik senyum sambil tetap melangkah, ia jelas tahu Aileen berusaha mengalihkan gema pikirannya.
"Ya udah, kita bahas tentang gadis desa berambut emas itu." Katrin menyelimuti tubuh Aileen.
Setelah hampir satu jam, Katrin berhenti bercerita.
"Bibi sayang sama kalian, kita sama-sama orang yang dijadikan tumbal oleh takdir, sudah seharusnya untuk saling menguatkan."
"Kamu anak baik, sayang. Semoga kamu juga dipertemukan dengan lelaki yang baik."
"Bibi bahagia, sangat bahagia." Katrin mengecup sayang Aileen yang kini memejamkan mata.
Saat suara pintu terdengar ditutup dari luar, Aileen membuka matanya secara perlahan, air mata mengalir dari kedua mata indahnya.
"Bibi bohong!" Aileen menangis, dia saja sangat merasakan sakit apalagi Katrin yang harus mengalami hal seperti ini.
Aileen keluar dari kamarnya, ia ingin menyejukkan pikiran di taman belakang. Langkah Aileen tertahan saat tiba dilantai satu yang kini begitu gelap, hanya diterangi oleh cahaya bulan.
Pelan-pelan ia mengintip dari depan pintu kamar Gavin yang sedikit terbuka, ia tertegun saat melihat Gavin duduk melantai disamping kasur menghadap balkon kamar yang sengaja dibuka lebar, membiarkan kamar gelap itu diterpa cahaya bulan.
Gavin, menangis dalam diam, tangisannya sangat memilukan.
Sudah lumayan lama Aileen berdiri, ia memilih berbalik.
"Qinan?" suara serak Gavin terdengar memanggilnya, Aileen menatap kedalam kamar mendapati Gavin menatapnya, mata yang sering terlihat tajam itu kini terlihat begitu sendu. Aileen masuk, menghampiri Gavin yang saat ini terlihat begitu kacau.
"Vin, udah ya? Mau sampai kapan kayak gini?" bisik Aileen, ia mengusap punggung kekar Gavin.
"Peluk gue, bisa?" Aileen langsung mendekap erat tubuh Gavin saat mendengar permintaan Gavin yang berusaha keras menahan tangis.
"Vin, jangan nyerah, aku mohon." pinta Aileen, Gavin diam menenggelamkan wajahnya dileher Aileen, air mata keduanya terus mengalir seperti tidak ingin berhenti.
"Nangis aja, gak papa," Aileen dapat merasakan pundak Gavin yang naik turun, pria itu sekali lagi menangis tertahan.
"Seberat apa dosa Papi," Aileen mengerutkan keningnya mendengar ucapan bergetar Gavin.
"Sampai harus menerima hukuman tanpa henti seperti ini!" tangis Gavin pecah, "Argh," hembusan napas panjang pria itu membuat Aileen ikut merasakan sakit.
"Dia udah kehilangan Mama, kenapa harus kehilangan Mami juga?" Aileen mengusap kepala Gavin, memberi ketenangan kepada pria itu.
"Tuhan itu ada, Qinan?" Aileen mengangguk menahan tangisan.
"Kenapa Tuhan tidak pernah menjawab doa gue?"
"Dulu gue minta Tuhan buat gak ambil Mama, tapi diambil. Sekarang, Mami juga dibuat pergi."
"Tuhan itu maha pendengar, Dia mendengar semua permohonan kamu, Vin." kekehan Gavin berhasil membuat Aileen merasakan sakit luar biasa, ia sendiri sepemikiran dengan Gavin, tidak yakin dengan yang berusaha ia yakini.
"Gue sayang sama Papi, Nan. Gue cuma mau dia sadar, dia kembali jadi Papi yang dulu," keluh Gavin.
"Kenapa dia gak mau ngerti juga!" suara Gavin sedikit meninggi, ia mengangkat kepalanya.
"Gue harus gimana biar dia bisa ngerti, Nan?" Aileen menghapus air mata Gavin, mata pria itu bengkak saat ini, ini kedua kalinya Gavin menunjukan sisi lemahnya pada seseorang setelah Mamanya.
"Cukup jangan berhenti berdoa, percaya semuanya kan indah pada waktunya." Aileen tersenyum lebar membuat Gavin tertegun, disini bukan hanya dia yang tersakiti, Aileen juga sama sepertinya.
"Gue lelah berdoa, Nan." Gavin menyandarkan kepal dipundak Aileen. "Makasih." ucap Gavin.
"Iya." balas Aileen, keduanya saling menguatkan, Gavin langsung tertidur dengan pulas.
Didepan pintu kamar, Osvaldo bersedekap dada dengan satu tangan mengatup mulutnya, menahan isak tangis yang dari tadi meronta untuk keluar.
Ia membalik badan menuju pintu belakang, duduk di taman melepas tangisan yang ia tahan.
"Anak bodoh! Saya lakukan ini karena berpikir kamu tidak pernah suka dengan kehadiran Katrin," Osvaldo memijat kepalanya yang terasa pening.
"Kenapa cuma pikirin Papi? Kamu yang paling menderita disini, Gavin." Osvaldo memejamkan matanya, ia tidak menyadari keberadaan Katrin yang kini memperhatikannya dari lantai dua, dibalik dinding kaca.
"Tuhan, jika berpisah dengannya adalah jalan terbaik, lancarkanlah niatku," gumam Katrin.
"Tapi jika engkau berkenan, izinkan aku membahagiakan mereka, mereka membutuhkanku." lanjutnya memohon.
"Izinkan aku menjadi bahagia untuk mereka, tidak masalah tanpa timbal balik, aku melakukannya dengan ikhlas hati."
Katrin, wanita sabar dan kuat dalam menjalani hidup, walaupun rintangan datang tanpa henti, dia yakin semua yang terjadi sudah menjadi campur tangan yang kuasa.
"Berikan jalan yang terbaik menurut Engkau." pinta Osvaldo menatap rembulan.
✓✓✓✓✓
KAMU SEDANG MEMBACA
GAVIN ALMERO [ COMPLETE ]
Romance"SINGKAT YANG SAKIT" SELAMAT MEMBACA. ⚠️DON'T COPY MY STORY!⚠️ Gavin Almero, putra tunggal pasangan suami istri yang sama sekali tidak ada kejelasan. Diusianya yang masih terbilang muda, dia harus menangani perusahaan keluarga yang dirintis dari baw...