bagian 7

422 116 71
                                    

Saya telah gagal berulang kali dalam hidup saya dan itulah mengapa saya berhasil.

Michael Jordan

Happy reading:)

Vishaka memejamkan matanya, meresapi pahitnya hidup yang selama belasan tahun belakangan dijalaninya. Dadanya sesak,  dirinya benar-benar hampir menyerah. Bahkan harta tidak bisa memberikan rasa senang dan tenang untuknya. "Aku hanya rindu merasakan hangatnya sebuah keluarga," bibirnya bergetar menahan perasaan sesak di dadanya yang saling desak untuk dikeluarkan. Matanya berkaca-kaca, sebisa mungkin Vishaka berusaha tegar menghadapi semuanya.

Sebagai anak yang terlahir tanpa diinginkan kehadirannya, Vishaka tumbuh menjadi pribadi yang mandiri. Perceraian orang tuanya yang didasari oleh kehadiran nya sebagai anak haram membuat nya harus tinggal bersama Neneknya. Bersama neneknya Vishaka merasa tenang dan nyaman, sayangnya kebahagiaan yang Vishaka rasakan tidak berlangsung lama.
Rupanya Tuhan lebih sayang kepada nenek Hesti. Hal itu benar-benar membuatnya terpuruk, belum lagi saat itu ibunya memilih meninggalkan dirinya. Mau tak mau Vishaka harus rela dirinya ditinggal sendirian. Hal itu tentu membuat Vishaka harus merasa begitu sesak. Entah apa sebenarnya yang telah Tuhan rencanakan untuk dirinya, sehingga membebaninya dengan masalah-masalah demikian beratnya.

Sepulang sekolah tadi Vishaka tidak langsung pulang ke rumahnya, dia memutuskan pergi ke rumah sakit jiwa untuk melihat perkembangan ibunya. Perih ketika melihat wanita yang telah berjuang melahirkan nya itu harus berada di rumah sakit jiwa di dampingi oleh perawat psikiatri. Perawat Psikiatri biasa memberikan psikoterapi dibawah arahan psikiater. Selama bertahun tahun menghilang kenapa Vishaka bisa bertemu kembali saat keadaan ibunya itu sedang tidak baik-baik saja. Vishaka tidak siap jika harus kehilangan kembali.

"Ibu, ini Shaka datang lagi buat jenguk Ibu," Vishaka berucap dengan suara bergetar, meskipun dirinya sudah berusaha tegar.

"PERGI, PERGI, PERGI!" bentak Hana tak terkendali, dirinya membanting boneka yang sejak tadi ada di tangannya. Hana memeluk lututnya dan menenggelamkan kepalanya di sela-sela kedua lututnya. Ada rasa takut ketika dia melihat wajah Vishaka, bisikan-bisikan dikepalanya itu juga selalu muncul ketika dirinya mengingat Vishaka.

Vishaka mengelus-elus rambut Hana yang mulai memutih itu, membuat Hana mendongakkan kepalanya. "Jangan sentuh saya," lirih Hana dengan suara ketakutan.

"Ini Shaka anak ibu, tidak akan menyakiti ibu," tutur Vishaka.  Dalam keadaan seperti ini Vishaka harus menguatkan dirinya sendiri agar bisa selalu ada untuk ibunya. Vishaka berharap suatu saat Hana akan segera sembuh dan bisa kembali bersamanya.

"Mereka bilang saya bukan ibu yang baik," suara Hana bergetar ketika berkata demikian.

Vishaka membawa tubuh ringkih Hana ke dalam pelukannya. "Mereka Siapa? Bu," tanya Vishaka, jujur dia juga penasaran siapa yang telah berani mengatakan jika ibunya itu bukan ibu yang baik.

Hana terlihat menghembuskan nafasnya berkali-kali "Bisikan-bisikan itu selalu berkata begitu," lirih Hana. "Sekarang mereka berkata bahwa saya tidak pantas untuk hidup," lanjutnya kemudian Vishaka dapat merasakan tubuh ibunya tersebut bergetar hebat.

Vishaka panik dirinya memanggil perawat psikiatri untuk membantunya meredakan sensasi takut dalam diri ibunya.

"Sebaiknya anda untuk sementara waktu jangan menemui Hana terlebih dahulu, saya perhatikan Hana begitu takut dan trauma mendapati kehadiran anda. Serahkan semuanya kepada kami, kami akan selalu mengabari anda tentang perkembangan ibu anda nantinya," jelas perawat psikiatri tersebut yang sudah mengerti bahwa Vishaka adalah bagian dari trauma yang Hana alami.

VISHAKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang