Kemana lagi hendak berteduh jika rumah yang seharusnya menjadi tempat untuk kembali saja sudah tidak memberikan kenyamanan.
_Elegi Swastamita
Happy Reading
Elegi menatap nanar dari atas tangga lantai dua rumahnya. Terlihat di ruang keluarga di bawah sana Keluarga yang selama ini melindunginya tengah berbahagia dengan kedatangan istri baru dan anak tiri Papanya, kecuali mama Lia pastinya, entah dimana Lia berada saat ini. Menyedihkan, dirinya yang selama ini disayang sekarang telah disingkirkan. Dicari dan dimintai untuk bergabung pun tidak.
"Selamat, kalian berhasil merebut semuanya dari aku," Elegi bergumam matanya berkaca-kaca.
"sungguh dunia sangat cepat berubah," Imbuh Elegi dengan suara terkecekat, air matanya sudah siap untuk di tumpahan menciptakan banjir yang meruah-ruah.
Kemarin dirinya yang menempati posisi spesial di keluarga itu, sekarang keadaan telah berubah 180 derajat. Rasa kasih sayang yang selama ini di dapatkannya dari Ayahnya telah sirna menyisahkan luka yang menyayat hati, dadanya sesak memikirkan nasibnya. Beruntung saat ini dirinya masih memiliki Mama Lia yang selalu sayang padanya.
"Gak usah cengeng, tunjukkin kalo kita kuat," ucapan Mama Lia tempo hari selalu dirinya ingat.
"Oke kamu harus kuat Elegi semangat menjalani kehidupan walau tanpa kehangatan keluarga," Elegi bersenandika mencoba menghibur hatinya yang apabila digambarkan keadaannya mungkin telah hancur berkeping-keping bagaikan pecahan beling.
Tak ada lagi yang namanya kedekatan antara anak dan ayah. Anak tiri telah berperan sebagai perebut utama dalam cerita hidupnya. kebahagiaan dan keceriaannya telah direnggut oleh kehadiran seorang anak tiri.
Ayah yang selama ini selalu memanjakan nya, kini menjadi tersangka utama penyebab sakit hati anak perempuan nya. Ayah yang selama ini di idolakan nya sekarang menjadi tokoh yang paling dibencinya. Ayah yang selama ini menjadi Hero dalam hidupnya telah menjadi Antagonis yang siap menyerangnya kapan saja.
"Kok nangis sih begok," rutuknya seraya menghapus air matanya pelan.
.
."Mas anak kamu tuh ngeliatin kita dari atas, ajak gabung gih," ucap Sarah istri muda Andra.
"Iyaa pah, ajak gabung dong masa udah 2 hari aku disini belum sekalipun ngomong sama dia," rengek Sherina, anak dari Sarah. Dia bergelayut manja di lengan Andra seolah ingin memperlihatkan kepada Elegi bahwa dirinya lah pemenang untuk saat ini.
Andra menatap ke arah Elegi, tak ada senyum yang dirinya tunjukkan kepada putrinya tersebut. "Elegi sini kamu, Mama sama saudara kamu mau ngobrol biar lebih dekat sama kamu," perintah Andra.
Elegi menuruni anak tangga, mendekat kearah sekumpulan orang yang menjadi penyebab sakit hatinya tersebut. "Ada apa?" tanya Elegi masih berusaha sedikit sopan dan tegar.
"Duduk dulu sayang," Sarah menepuk sofa kosong di sebelahnya.
Alih-alih duduk di sofa yang ada di dekat Sarah, justru Elegi menduduki sofa yang lumayan berjarak dari mereka.
"Sayang, kok duduknya jauh-jauh sih," rutuk Sarah. Padahal Elegi tau dalam hatinya bahwa wanita ular itu pasti sedang memainkan sandiwara nya di hadapan Andra.
"Sofa ini pavorite Elegi Ma."
"Aku Sherina, aku harap kita bisa jadi saudara yang akur," Sherina mendekat dan mengulurkan tangannya kepada Elegi.
Elegi menerima uluran tangan dari saudara tirinya tersebut, mencoba mengikuti permainan mereka, jika bisa Elegi akan membuat mereka terjebak di dalam permainan mereka sendiri. Untuk saat ini mungkin Elegi harus mempertebal tingkat kesabaran hatinya dulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
VISHAKA
Teen FictionJika hidup di ibaratkan dengan kertas kosong, putih, polos maka tinta apa yang akan kalian inginkan untuk mewarnai hidup kalian? Fanatik jika seseorang selalu memperhatikan dan berusaha membahagiakan orang lain, namun lupa untuk membahagiakan diriny...