bagian 42

100 9 7
                                    

Hal yang paling menyedihkan dalam hidup, mungkin adalah tentang waktu yang terus berjalan pada jalurnya,  sementara aku masih bingung kemana arahnya.

~Author




Rumah milik Bara dan Intan sudah ada yang menyewanya. Kini kedua bocah itu hidup terawat selama tinggal bersama Vishaka. Bara dan Intan begitu pintar dan cekatan, kedua bocah itu tak pernah berbuat yang akan merepotkan Vishaka. Jadi semua kegiatan Vishaka tidak akan terganggu karena adanya mereka berdua.

Namun malam ini, Bara mengetuk keras pintu kamar Vishaka, dirinya panik dan memberitahukan jika badan sang adik terasa begitu panas. Vishaka lalu mengecek langsung ke kamar kedua bocah itu. Memang badan Intan terasa begitu panas, mukanya juga nampak begitu pucat.

Vishaka bergegas membawa bocah perempuan itu ke dalam gendongannya, kemudian memasukkan intan ke dalam mobil. Dia memacu mobilnya menuju tempat berobat. Beruntung intan hanya diberi obat penurun panas dan disarankan untuk istirahat yang cukup. Hal itu membuat Vishaka cukup legah, dirinya membawa Intan kembali ke rumahnya.

Dia menidurkan intan di atas kasurnya, di sebelahnya Bara menatap sang adik dengan perasaan khawatir berharap sang adik segera sembuh.

Setelah menyelimuti intan dan juga Bara Vishaka kembali ke kamarnya. Di sana dirinya juga membaringkan diri. Tubuhnya yang lemah butuh di istirahatkan. Dirinya bukan robot yang apa-apa harus serba bisa.

####VISHAKA####


Kabar Alana bunuh diri telah menyebar seantero sekolah. Elegi begitu shock mendapati berita duka tersebut, mantan pembully nya memilih untuk mengakhiri hidup. Berulang kali Elegi mengusap dadanya beristighfar. Hal ini tidak pernah di duga sebelumnya. Entah perasaan apa yang menyeruak di rongga dada Elegi. Dirinya menyesal tidak bisa membantu Alana agar tidak mengambil tindakan buruk tersebut. Namun kini semuanya telah terlambat, Alana sudah mengambil keputusan yang salah. Elegi harap hal serupa tidak terjadi lagi di kalangan mereka.

Elegi dan teman sekelasnya mendatangi pemakaman Alana, yang berjalan dengan sendu. Nampak di sisi gundukan tanah yang masih berwarna merah itu, Bram ayah nya Alana menangis terisak atas keputusan putrinya tersebut. Di sisi lain makam juga ada Zaidan dan Dimas keduanya juga nampak terpukul oleh kepergian Alana.

Elegi mendekati Bram, "Om yang sabar ya, Elegi dan teman-teman semua turut berdukacita. Om harus ikhlas, Alana pasti ikut sedih jika om sedih," ujar Elegi.

Bram memukuli dirinya "Tangan ini yang biasa kasar kepada anak saya, saya ayah yang buruk, saya sudah membaca semua isi diary anak saya yang hidup tertekan. Alana bilang dirinya tidak bunuh diri, tetapi saya lah yang membunuh mentalnya secara perlahan," racau Bram.

Tangis penyesalan yang menyakitkan tak ada gunanya lagi, Bram sudah kehilangan putri semata wayangnya.

Elegi mengingat jika saban hari Alana datang ke sekolah dengan Hoodie, untuk menyembunyikan tubuhnya yang babak belur.

Kenapa kebanyakan orangtua selalu melampiaskan emosi kepada darah daging mereka sendiri. Dunia memang begitu beragam dengan seribu satu sifat dan sikap manusianya.

Langit mulai mendung, Elegi dan teman-teman sekelasnya memutuskan untuk segera meninggalkan pemakaman tersebut. Meninggalkan Bram yang meratap di dekat gundukan tanah merah tersebut, menyesal telah membuat sang putri menderita selama hidup dan matinya.

Siapapun yang melihat Bram pasti akan ikut merasakan kesedihan yang mendalam. Penyesalan memang terjadi di akhir, Bram tak pernah menduga sebelumnya jika selama ini perbuatan nya menjadikan sang anak tertekan jiwa dan raganya serta menghancurkan mentalnya.

Hal ini tentu menjadi pelajaran hidup yang begitu besar bagi Bram, dia tidak akan pernah main-main dengan mental seseorang. Bram jadi teringat kepada seluruh karyawan nya yang dirinya lakukan secara semena-mena. Lantas bagaimanakah kabar mental para karyawannya tersebut.


*

Sepulang dari pemakaman tadi, Elegi memutuskan untuk ke rumah Vishaka saja. Dia ingin bermain dengan Bara dan Intan juga memberitahu Vishaka berita tentang Alana.

"Kamu tau gak? Temen aku yang namanya Alana meninggal bunuh diri," ucap Elegi sendu.

Vishaka mengehentikan kegiatannya mengetik di laptop, entah apa yang cowok itu kerjakan. Dia beralih menatap ke arah Elegi, pupil matanya membesar karena dia kaget atas pernyataan Elegi tadi.

"Kenapa dia bisa bunuh diri?"

"Katanya karena tidak tahan mendapatkan kekerasan dari ayahnya."

"Memang kebanyakan orangtua ingin di mengerti tanpa mau mengerti."

"Waktu itu aku lihat dia di sekolah pakai Hoodie biar orang lain gak curiga kalo badan dan mukanya itu lebam."

"Berarti memang sudah sering mendapat kekerasan mungkin, Lo jangan sampai kek gitu, seberapa berat pun hidup lo. Lo harus tetap hidup."

"Siap bos." Elegi meletakan tangannya di keningnya.

Elegi kemudian pergi ke kamar Bara dan Intan, dia mengecek keadaan kedua anak kecil tersebut. Tubuh Intan masih sedikit lemah, namun suhu tubuhnya sudah tidak sepanas semalam. Melihat gadis kecil itu yang sepertinya harus banyak istirahat Elegi kembali menemui Vishaka.

"Semalam kenapa gak ngasih tau kalo Intan sakit," Rajuk Elegi bagaimanpun dirinya ingin ikut merawat kedua anak kecil tersebut.

"Lupa," jawab Vishaka, dia masih kembali fokus dengan laptopnya Elegi enggan menganggu. Dirinya duduk diam sedikit jauh dari Vishaka takut jika cowok pemilik mata coklat hazel tersebut terganggu olehnya.

Elegi membawa Viseleo kedalam gendongan nya, berat badan kucing itu tampaknya sedikit berkurang karena ketika menggendongnya Elegi tidak begitu keberatan seperti sebelum-sebelumnya.

Dia memberi Viseleo makan, barangkali Vishaka  terlalu sibuk hingga lupa memberi makan kucing peliharaannya itu.

"Dasar cowok sok dewasa, semuanya mau di handle sendiri. Emang situ robot apa, harusnya jangan banyak-banyak kegiatan kalo gabisa bagi waktu, kasian kan Viseleo lupa di kasih makan, intan sampai sakit."

Elegi merutuki Vishaka, cowok itu memang ingin selalu banyak kegiatan namun kadang membiarkan salah satunya terabaikan. Vishaka tidak pernah bisa fokus pada satu hal dalam satu waktu.

Elegi bosan, semua orang nampak sibuk dengan kegiatan nya masing-masing. Dia memilih untuk pulang lalu menyirami tanaman bunga nya, melihat bunga-bunga tersebut Elegi merasa mendapat energi positif.

Tidak ada yang lebih baik daripada menikmati hidup dengan keadaan ikhlas menerima setiap yang Tuhan takdirkan.

Pesan Author

Terima kasih untuk yang masih setia nungguin cerita ini update.

VISHAKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang