Aku terpaksa membual rasa, menyatakan bahwa aku baik-baik saja. Tapi kenyataannya, bertahan dalam kegamangan itu tidaklah mudah. Bersembunyi di balik hati yang patah bukan hal kecil.
****
Elegi melompat-lompat kegirangan di atas kasur miliknya, lantaran baru saja menerima pesan dari Vishaka yang akan mengajaknya pergi ke pasar malam, malam ini. Tentu saja rasanya setiap perempuan akan senang jika diajak jalan oleh orang yang dirinya suka.
"Elegi, lo kenapa sih kek orang gila teriak teriak," cibir Sherina dari luar pintu kamar Elegi. Tentu saja saudara tirinya itu sangat kepo akan semua yang berhubungan dengan Elegi.
"Gue mau jalan sama Vishaka," jawab Elegi.
Masih di depan pintu kamar Elegi Sherina mengepalkan tangannya erat hingga kuku kuku di hari tangannya itu berwarna putih. Kemudian dia memilih mengunci dari luar kamar Elegi, dan membawa anak kuncinya. "Kalo Vishaka gak bisa gue miliki, maka lo juga tidak bisa memilikinya," gumam Sherina disertai seringaian kecil.
Dari dalam kamarnya Elegi tidak mengetahui jika Sherina mengunci dirinya, setelah siap Elegi bergegas menenteng tas selempang kecil dan memperhatikan dirinya sekali lagi di pantulan kaca di kamarnya itu, "Aku cantik kok," gumamnya. Lalu ketika ia hendak membuka handle pintu kamarnya dia tak bisa membuka pintunya.
Elegi berteriak berusaha memanggil orang namun, sayangnya tidak ada yang mendengar. Dia akhirnya memberitahu Vishaka bahwa dirinya sedikit kurang enak badan dan membatalkan rencana mereka untuk pergi ke pasar malam.
Namun Vishaka yang keras kepala tidak menerima begitu saja alasan dari Elegi, dia memancat balkon pembatas kamar mereka, jangan lupakan mereka adalah tetangga yang kamarnya berhadapan. Dia mengetuk pitrase kamar Elegi, memaksa sang empu kamar untuk keluar menemuinya.
Elegi keluar dari kamarnya, dia menatap Vishaka kemudian tersenyum "Ngapain kesini? Kan aku udah bilang aku lagi kurang enak badan," ucapnya.
"Lo gak usah boong, jawab jujur kenapa tiba-tiba batalin rencana kita mau jalan?" tanya Vishaka memastikan.
Elegi menghelah nafasnya lalu menatap Vishaka lekat "Ada yang ngunciin gue dari luar, tapi gue udah feeling si nenek lampir itu yang ngunciin," jawabnya, giginya gemeretak menahan geram.
"Jadi itu alasannya, kalo di kasih opsi lain lo mau gak?" tanya Vishaka. Sementara Elegi menatap dengan yang Vishaka maksud.
"Lo manjat pembatas pitrase ini nanti kita pergi lewat rumah gue," jelas Vishaka.
Elegi menatap tercengang akan penuturan Vishaka, ide gila macam apa itu lagi pula dirinya tergolong perempuan yang tidak bisa memanjat.
Melihat wajah cengo milik Elegi Vishaka seakan paham gadis itu sepertinya tidak bisa memanjat "Gue bantuin deh manjatnya, mau gak?" tawar Vishaka.
Elegi nampak menimbang akankah dirinya pergi bersama Vishaka, tapi jika tidak sekarang belum tentu kesempatan ini datang lagi nantinya. Dengan ragu Elegi mengangguk menyetujui ajakan Vishaka.
"Tapi bentar aku ambil tas dulu,"ucapnyaDengan dibantu oleh Vishaka Elegi berusaha memanjat pembatas kamarnya dengan kamar Vishaka, setelah berhasil keduanya masuk dan turun lalu pergi lewat gerbang rumah Vishaka.
Sementara itu di kamarnya Sherina masih tersenyum dengan puas, dia pikir Elegi tidak akan bisa pergi karena kamar itu sudah dirinya kunci dari luar.
Di pasar malam Vishaka mengikuti kemana Elegi menarik dirinya. Elegi menarik dirinya ke arah tempat melukis, Elegi nampak sangat riang disana ia mulai mewarnai lukisan di pasar malam itu. Dengan telaten dirinya mengecat dengan sangat rapih, bahkan dia sepertinya lupa dengan Vishaka yang diam diam memotret dirinya di saat sedang mewarnai.
KAMU SEDANG MEMBACA
VISHAKA
Teen FictionJika hidup di ibaratkan dengan kertas kosong, putih, polos maka tinta apa yang akan kalian inginkan untuk mewarnai hidup kalian? Fanatik jika seseorang selalu memperhatikan dan berusaha membahagiakan orang lain, namun lupa untuk membahagiakan diriny...