bagian 39

108 14 0
                                    

Belajar menerima keadaan tanpa harus membenci kenyataan

~Author



Sekumpulan sekawan yang senasib saling menguatkan, sungguh kebersamaan yang berharga. Memiliki sahabat yang saling mengerti satu sama lain, disatukan karena kesamaan masalah yang mereka hadapi.
Posisi berat itu mengharuskan mereka melalui cobaan bersama-sama. Mungkin itu lebih baik untuk kebaikan mental anak-anak seusia SMA itu.

Entah butuh berapa ribu kata untuk mendefinisikan betapa berat dan banyak rintangan dalam hidup mereka.  Takdir memang tak sepenuhnya salah, mereka lah orang yang harus mengahadapi takdir itu dengan tabah.

Selain takdir siapa lagi yang hendak disalahkan? Tidak mungkin jika mereka harus menyalahkan Tuhan yang telah mengatur semuanya sedemikian rupa itu.

Betapapun kuat mereka mengutuk takdir yang buruk, namun tidak akan merubah semuanya kembali. Mereka sekumpulan anak-anak SMA yang jarang mendapatkan waktu bersama keluarga, bahkan memang tidak pernah mendapatkan nya.

*

Di musim hujan, seperti sekarang ini membuat kebanyakan siswa malas untuk pergi ke sekolah. Seperti yang Elegi lihat saat ini hanya ada beberapa murid yang tetap datang ke sekolah. Elegi terus berjalan dengan Hoodie kebesaran miliknya, seseorang dari arah belakang yang berjalan tergesa-gesa,sedikit menyenggol lengan Elegi. Lalu Elegi tersenyum kala melihat orang tersebut adalah Alana.

Sudah lama Elegi tidak melihat Alana, dia seolah menjaga jarak dengan Elegi. Mungkin Alana masih merasa tidak enak hati kepada Elegi karena pernah membully nya, ataukah karena photo Alana yang disebar waktu itu membuat gadis itu lebih sering berdiam diri sekarang.

"Alana, kamu gak apa-apa?" tanya Elegi, dia mendekati Alana yang sekarang sudah duduk di bangkunya.

Alana tetap menundukkan kepalanya, menutupi kepalanya dengan Hoodie.

"Aku boleh duduk di sebelah kamu?"tanya Elegi lagi. Namun Alana yang tetap diam membuat Elegi berpikir jika cewek itu butuh waktu untuk sendiri.

Elegi pergi ke bangkunya, dari sana Elegi dapat melihat Alana sedikit mengangkat wajahnya, Elegi tersentak kala melihat sekilas wajah gadis itu yang penuh dengan lebam. Namun Elegi tak tau harus bagaimana, bertanya langsung dengan Alana tentu akan membuat gadis itu semakin sakit karena mengingat lukanya.

Perhatian Elegi terus tertuju pada Alana yang sekarang begitu pendiam, tingkahnya sangat berbanding terbalik dari sebelumnya.

Waktu istirahat Elegi kembali mendekati Alana, dia berusaha keras membujuk Alana untuk ikut bersamanya ke kantin. Karena Alana terus menolak, Elegi lalu menawarkan untuk membelikan Elegi makanan di kantin lalu membawanya ke kelas. Melihat Alana yang mengangguk, Elegi lantas bergegas pergi ke kantin dan langsung memesan makanan untuk Alana.

Elegi pun memilih untuk makan bersama Alana di kelas dibandingkan di kantin yang sangat rame. Mungkin itulah alasan Alana enggan ke kantin, karena kantin adalah tempat yang begitu penuh dengan hiruk pikuk keramaian.

Elegi membawa dua piring nasi goreng dan dua botol minuman teh, dia pikir Alana pasti belum makan sedari tadi makanya dirinya memesan nasi goreng saja.

Seisi kelas memandang Elegi dan Alana dengan tatapan merendahkan. Bahkan mereka mengatakan jika Elegi tak seharusnya baik kepada Alana yang notabenenya adalah mantan pembully dirinya sewaktu dulu.

Yang ada di pikiran Elegi hanyalah memaafkan itu lebih baik, untuk kesehatan mentalnya daripada, menyimpan dendam berujung tak pernah merasakan kedamaian.

VISHAKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang