bagian 29

241 24 3
                                    

Good acting exceeds the artist, like a fox deceiving a wolf.

~Unknow
                               

Malam itu Vishaka sadar sesadar-sadarnya bahwa ia berada dalam kegamangan yang luar biasa, dia butuh waktu untuk bisa menata kembali hatinya yang berantakan sejak lama. Trauma itu tidak bisa hilang begitu saja. Pekikan kesakitan, pertengkaran kedua orangtuanya, suara benda-benda yang dilempar dengan asal sangat kuat di ingatan nya.

Kata orang menjadi seorang pemaaf itu mulia, namun jika tidak bisa memaafkan tentu tidak akan mendapat gelar durhaka bukan?

Vishaka selalu meminta kepada Tuhan agar diberi kebahagiaan. Namun rasanya cobaan hidup Vishaka belum semuanya selesai hingga kata baik-baik saja sulit untuk didapatkan.

Satu-satunya alasan Vishaka masih bertahan hidup di dunia yang kelewat kejam adalah ELEGI SWASTAMITA gadis yang selalu membersamai dirinya. Yang mampu sedikit demi sedikit membuatnya lupa akan masalah hidupnya. Untuk gadis itu ia masih bertahan meskipun dia sudah terlanjur rapuh.

"Kenapa bengong?" Elegi mengayun-ayunkan tangannya di hadapan Vishaka. Saat ini keduanya sedang berada di taman mini yang ada di belakang rumah Vishaka. Menikmati semilir angin yang hilir mudik menerpa wajah mereka.

"Kalo di pikir-pikir hidup ini lucu ya Ele," ujar Vishaka ngelantur.

Elegi menatap Vishaka meminta kelanjutan
kejelasan atas ucapannya barusan. Dia mengubah posisi duduknya menghadap Vishaka guna bisa menjadi pendengar yang baik. Selama ini Elegi tau Vishaka pasti sakit jika memendam semuanya sendirian.

"Hidup ini lucu, kadar ujian tiap orangnya juga beda. Coba liat aku? Aku tampak semuanya tercukupi kan? Padahal kenyataannya tak seperti yang dilihat dari luar. Tubuh yang bugar ini telah lama kehilangan jiwa nya. Rohani nya telah rusak parah. Ujian nya tampak sepele tapi begitu menyiksa. Satu kata, KELUARGA!"

Vishaka menghirup nafas dalam-dalam dia memang menggunakan aku kamu disaat berbicara serius, dapat Elegi lihat urat-urat di leher milik Vishaka yang mulai menegang mungkin menahan gejolak emosi yang tertahan. Sesakit itukah rasanya? Sehancur itukah sosok manusia di hadapannya itu?.

"Yang Abang katakan memang benar, hidup itu lucu. Yang lebih lucu lagi kita berdua ini sama-sama di beri ujian lewat keluarga bedanya keluarga ku masih hidup tapi kasih sayangnya yang sudah mati," kata Elegi dia menatap ke arah dedaunan yang berguguran kemudian menangkap satu daun yang terbang di dekatnya.

Vishaka tertawa sumbang, "Mungkin karena kesamaan itulah kita menjadi cocok," ucapnya.

"Pulang gih, entar tante Lia nyariin," titah Vishaka.

Elegi menggeleng "Mama gak bakalan ngelarang aku main ke rumah abang yang jaraknya dapat hitung berapa langkah," ucapnya.

"Ele, makasih ya hadirmu disini mampu mengobati rasa sepiku," ucap Vishaka seraya menggenggam tangan Elegi.

Elegi mengangguk seraya tersenyum kepada Vishaka, "Oh Iyo aku boleh mintak tolong gak bang?" tanya Elegi menatap Vishaka penuh harap.

Vishaka menghelah nafasnya pelan "Lo masih aja sungkan sama gue, bilang aja pasti gue bantu kok," kata Vishaka.

Elegi terkekeh memang dirinya selalu sungkan terhadap orang lain. "Aku mintak temanin besok sepulang sekolah ke Gramedia, karya penulis favoritku udah ada di Gramedia soalnya," kata Elegi menjelaskan.

VISHAKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang