"Apa gue jual ginjal aja ya?"
Olin langsung tersedak sementara Nomi cuma menampilkan senyuman tipisnya. Lova tahu kalau perkataannya barusan bisa dianggap sebagai perkataan tak waras —tapi, jika sehari lagi dia berstatus pengangguran mungkin dia beneran gila. "Ayah gue sakit, butuh biaya."
"Lo bisa pakai uang gue."
"Lagi?" Lova menggeleng mendengar Nomi yang lagi-lagi menawarkan duitnya untuk dipinjam Lova, "Gue udah terlalu sering minjem dari lo atau Olin, Nom. Apalagi semenjak kejadian gue yang resign kemarin. Gue berasa tergantung sama duit kalian."
"Tapi, kemarin emang bukan salah lo kok Va."
"Thanks, Lin." Lova tersenyum, percuma membahas hal yang malah akan membuatnya kembali pusing, "Kantor lo?"
Olin menggeleng, "Gue bahkan masih takjub kenapa kantor gue masih beroperasi, padahal gue yakin kalau status kita bentar lagi bakalan sama. Sama-sama nyusahin Nomi dan suaminya."
Nomi tersenyum tipis kemudian berucap, "Gue denger temennya suami gue lagi nyari sekertaris tapi—"
"Gue mau!"
"Eum, lo yakin Va?"
Lova mengangguk, "Bilangin aja sama Mas Zion kalau Lova mau kerja jadi sekertaris temannya. Asal di gaji dia mau kok, gitu Nom."
"Tapi, Lov. Dia tuh—"
"Gak apa, gak apa. Gue terima seaneh apapun orangnya, gue gak bakalan bikin malu lo kok, Nom. Percaya sama gue."
Masalahnya, Nomi gak percaya sama calon Bosnya Lova.
°°°°
Indraya Kale /27
Kale tidak suka wanita/perempuan, menurutnya mereka merepotkan dan selalu membuat masalah. Apalagi yang suka pamer belahan dada dan pamer paha —persis seperti ayam goreng cepat saji.
"Saya tidak mau bertemu. Tolong kamu yang cari alasannya."