39[Club]

7.6K 516 17
                                    

Salbia>Bia

"Anggi kenapa kamu belum pulang?"Tanyaku pada Anggi yang sedari tadi berdiri di depan gerbang.

"Nunggu jemputan ayah, Bu."Jawab Anggi di sertai bunyi perutnya.

"Tadi kamu nggak makan siang?"

Anggi menggeleng, segera ku keluarkan sebungkus roti isi coklat dari dalam tas. "Buat ganjel perut. "

Anggi menengadahkan kepalanya lalu terseyum manis. "Makasih Bu Bia."

Kami berdua duduk di emperan pos satpam. Aku memutuskan tidak akan pulang sebelum jemputan Anggi datang.

"Kenapa tadi nggak makan?"Anggi hanya menjawab dengan gelengan.

Tidak lama mobil putih berhenti di depan gerbang sekolah, seorang pria keluar dari mobil kemudian berlari  menghampiri Anggi dan langsung membawa anak itu ke gendongan, di susul seorang wanita yang pernah aku temui sebelumnya.

"Ayah kenapa lama sekali jemput Anggi?"Anggi merajuk pada ayahnya.

"Maaf ya tadi ayah ada keperluan sebentar."Sahut sang ayah mengecup sayang kening Anggi beberapa kali.

Tubuhku mematung, aku tidak bisa berkata-kata saat melihat lebih jelas  lagi wajah pria yang tadi Anggi  panggil dengan sebutan ayah.

Netra mata kami berdua saling bertemu, pria itu terkejut melihatku berada di sini begitupun sebaliknya.

"Bia?"

"Anggi anak kamu?"Aku bertanya dengan perasaan yang tidak bisa di mengerti. Apa mas Said sudah menikah sebelumnya, sebelum kami berdua beberapa hari lalu bertemu?

Mas Said menurunkan Anggi dari gendongannya lalu melangkah mendekatiku. "Maaf, Bia."

"Sebelumnya aku sudah menikah dengan almarhum ibunya Anggi."

Mendengarnya tubuhku terhuyung kebelakang, untung saja mas Said cepat-cepat menarik tanganku.

Berusaha menyeimbangkan diri
dan pikiranku saat ini. Lagi-lagi
pria ini menyakiti perasaanku.

°°°•••

Saat mengantarkan jus ke kamar Nadin, aku melihat wanita itu sedang asyik memainkan game di hp nya.

"Simpan di situ!"Nada bicaranya seolah di sini aku yang menjadi pembantunya.

"Kalo sakit banyak-banyak istirahat jangan banyak gerak takut-takut sisa hidup kamu malah dipercepat jadi satu minggu lagi." Sindiran itu hanya mendapat respon sinis dari Nadin.

"Kenapa? Apa aku salah bicara?"

"Apa setelah tamparan dari Alan hari itu lo masih punya nyali lawan gue?"

"Cuma tamparan kenapa aku harus takut dan mundur?"

Dia mulai terlihat tidak senang. "Jadi lo belum mau ngelepasin Alan?!"

"Kapan aku bilang mau melepaskan mas Alan? Hubungan kami suami dan istri bukan orang ketika yang berkedok sahabat!"Menekan kata terakhir sambil menunjuk kearahnya.

Melangkah mendekati Nadin kemudian mengusap pipinya, namun Nadin segera menepis.

"jangan sentuh wajah cantik gue! Tangan lo kotor."

"Kamu memang cantik. Tapi, sayang kelebihan mu hanya untuk merebut laki-laki yang jelas bukan milikmu."

Berucap tepat di depan wajah Nadin. Sontak dia menggertakan giginya.

"Sahabat mana yang mau rumah tangga sahabatnya hancur? Menurut ku orang seperti kamu tidak pantas di sebut sahabat melainkan cocok di sebut wanita murahan. " Terseyum senang melihat wajah wanita itu kini berubah merah menahan marah.

Istri kampung ku Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang