37[Pria masa lalu]

6.8K 509 13
                                    

Salbia>Bia

Hatiku sakit ketika mas Alan lebih mempercayai Nadin di banding aku istrinya sendiri. Bahkan mas Alan sempat menampar pipiku hanya karena mengatakan kebenaran.

Hari sudah malam, kakiku terus melangkah dengan Isak tangis yang menemani jalanan sepi ini. Aku tidak tau ini dimana dan mau kemana.

Apa sekarang aku harus benar-benar mundur dan melepaskan suamiku untuk perempuan licik itu? Cukup aku ikhlaskan mas Said dulu, tapi tidak untuk mas Alan.  Aku berjanji akan mempertahankan mas Alan bagaimana pun resikonya.

Tiba-tiba hujan turun dengan derasnya. Aku sama sekali tidak meneduh, kakiku yang mulai lemas  terus berjalan tanpa arah dan tujuan.

Menangis di bawah guyuran hujan, segitu sakitnya perasaan ini ketika suami sendiri tidak mempercayai dan lebih parahnya dia menampar pipiku.

"Kenapa kamu gak percaya sama aku mas!!!"Aku berteriak menatap langit.

"Apa hati ini akan kembali terluka? Bahkan rasa sakit hatiku pada pria itu belum hilang sampai sekarang ini. dan sekarang? Sekarang ada satu pria lain lagi yang menyakiti hatiku dan pria itu tidak lain suamiku sendiri."

Berteriak meminta keadilan untuk hatiku yang tengah terluka. Guyuran hujan semakin deras menyamarkan Isak tangis. Tiba-tiba kepala terasa pusing, tanpa bisa melangkah lagi, tubuhku ambruk pingsan di pinggiran jalan.

°°°•••

Aku terbangun di sebuah kamar bernuansa modern dengan cat hijau dan putih. Kening mengerut menyadari ini bukanlah kamarku.

Melihat sekeliling kamar tidak ada siapapun selain aku. Aku hendak beranjak dari tempat tidur, namun kepala kembali terasa pusing.

"Ini kamar siapa?"

"Kamar ku."Seorang pria masuk sembari membawa nampan.

"Mas menemukan kamu pingsan di jalan, jadi mas bawa kamu ke sini."

Meletakkan nampan di atas meja kemudian terseyum ke arahku. Wajahnya terlihat tidak asing.

"Apa kabar?"

Mataku terbelalak lebar ketika sadar siapa pria yang berdiri di depanku sekarang ini. Lagi-lagi dia memberikan senyuman yang dulu sempat membuatku candu.

"Kenapa aku bisa berada di sini?!"Tanyaku dengan perasaan yang sama sekali tidak bisa aku mengerti.

"Apa kamu lupa sama mas?" Pria itu berjalan mendekat.

"Mas Said mu."

"Jangan mendekat!"Saking panik melihatnya di satu rungan, refleks aku melempar bantal ke arahnya.

"Tenang Bia!"

"Orang asing berani sekali memanggilku dengan panggilan itu!"

"Bukankah kita dulu dekat?"

"ITU DULU!"

Bagaimana bisa aku berada di rumahnya? Jika waktu bisa di putar kembali ke beberapa jam lalu, aku lebih memilih terus tidur di sisi jalan di bandingkan harus bertemu dengan pria yang semakin membuat hatiku menambahkan lebih banyak goresan.

"Tenang Bia, mas bisa jelaskan—"

"Jelaskan apa? Tidak ada yang perlu kamu jelaskan kepadaku tuan!"

"Kamu pergi setelah membuat hati aku jatuh sejatuh jatuhnya, membuat rasa nyaman lalu pergi dan hilang."

"Apa kamu tidak pernah memikirkan betapa sakitnya hati ini ketika kamu pergi tanpa menemui ku atau hanya sekedar mengucapkan kata selamat tinggal?"Air mataku menetes, tetap berusaha menjaga jarak dengannya.

Istri kampung ku Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang