29[Sudah berakhir?]

8.4K 540 24
                                    

Salbia>Bia

Tadi sore mas Alan sempat menelpon katanya malam ini dia akan bekerja lembur di kantor. Kali ini aku tidak merasa keberatan, karena saat ini Erlin dan Altar ada menemani ku.

Kami bertiga berbaring di atas karpet berbulu lembut sambil menonton
film kartun di layar televisi.

Bi Jumi datang membawa dua gelas susu lalu meletakkannya di atas meja.

"Makasih, bi"

"Iya. Bibi permisi ke belakang dulu ya, non."Pamit bi Jumi lalu pergi.

"Erlin, Al, minum dulu nih susu nya."Memberikan satu persatu gelas susu. Kedua anak itu langsung meminum habis susu dalam gelas.

"Pinter. Sekarang kita bobo ke kamar yuk!"

"Bobonya di sini aja, kak."pinta Erlin.

"Yaudah, sekarang kalian bobo ya."

Menepuk-nepuk bantal terlebih dahulu, tidur di tengah-tengah antara Erlin dan Altar lalu membacakan sebuah dongeng untuk mereka.

Baru beberapa menit Altar dan Erlin sudah terlelap tidur, menarik selimut kemudian menyelimuti keduanya. 

"Kira-kira gimana ya kabar eyang?"

"Aku gak pernah ketemu eyang."

Pukul 22.46 Erlin membangunkan ku, gadis kecil itu meminta untuk diantar pergi ke kemar mandi. Dengan mata kantuk aku pun mengantar Erlin. Jarak kamar mandi lumayan dekat dengan ruang bermain, pun dapur.

Sambil menunggu Erlin di dalam kamar mandi aku berjalan menuju dapur untuk mengambil minum.

"Ah, lega banget."

Brak!

Dor!

Terkejut saat mendengar suara sesuatu sampai-sampai gelas yang sedang aku pegang terjatuh, serpihan gelas kaca sedikit mengenai kakiku.

"Awsss-"

"Suara apa itu?"

"Kak, Erlin sudah selesai, Ayo kita kembali ke-"Perkataan Erlin terhenti saat aku menarik tangannya dan membawanya ke dalam pelukan.

"Apa tadi kamu mendengar sesuatu?"

Erlin mengangguk. "Tembakan."

Tembakan? Entah kenapa perasaan ku mendadak tidak enak. Aku berjalan perlahan untuk memastikan lebih jelas kembali suara apa tadi.

"Erlin kamu diam dulu di sini ya, kakak pergi periksa suara apa tadi."

Menahan tanganku, Erlin menggeleng. "Jangan pergi kak. Mungkin itu penjahat."

Terseyum sambil mengelus lembut pipinya. "Kakak periksa dulu."

Dengan derap langkah pelan, aku mengintip di balik dingding dapur. Aneh, tidak ada siapapun.

"Hm, gak ada apa-apa?"

Sedetik kemudian sontak kedua mataku melebar seketika ketika melihat bi Jumi tergeletak di lantai dengan darah mengalir segar
di bagian perutnya. Segara aku
berlari menghampiri bi jumi.

"Bi Jumi!"Memanggil beberapa kali namanya, namun tidak di sahut juga.

Kembali di buat terkejut oleh sekelompok pria berpakaian serba hitam serta memakai topeng untuk menutupi wajah mereka. Mereka sudah melingkar mengepungku.

Meneguk ludah. Menakutkan sekali mereka. Badan mereka kekar dan tinggi, mereka semua laki-laki.

"Siapa kalian?"Aku bertanya dengan bibir bergetar. Mereka membawa senjata api serta pisau tajam di tangan masing-masing. Dapat aku hitung jumlah mereka ada 10 orang.

Istri kampung ku Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang