50[Kebenaran]

9K 513 12
                                    

Syahlan>Alan

Tanpa di duga Nadin menculik Salbia tengah malam diam-diam. Segera meminta bantuan Revaldi melacak keberadaan Salbia saat ini dimana.

Sebuah villa besar terbengkalai.

Memperhatikan sekitar terlebih dahulu sebelum masuk ke dalam  yang pengawasannya terlihat ketat.

Mengangguk sebagai aba-aba pada Revaldi dan Davis. Sapian dan gue akan masuk melewati jalan belakang villa, jalan rahasia yang langsung muncul di lantai dua. Jangan heran kenapa gue tau jalan tersembunyi di villa ini, karena pemiliknya adalah om Amar—papanya Nadin.

Dulu kami berdua sering bermain di sini dan sampai saat ini gue masih mengingat arah mana yang bisa membawa masuk ke dalam Vila.

Sebelum benar-benar masuk ke dalam Vila gue harus melewati anak buah Nadin yang berjaga di depan dapur. Bahkan dapur di vila ini berantakan, tidak terlihat seperti dapur sama sekali. Sampah bekas kopi, mie, biskuit, bangkai tikus, bahkan botol berserakan di lantai.

"Ini dapur apa limbah sampah?!"Pekik Sapian menutup hidungnya sendiri karena bau di tempat ini menyengat sungguh tidak mengenakkan indra penciuman.

"Siapa di sana?"

Tujuh anak buah Nadin datang, mereka mulai menyerang kami berdua, jumlah kecil seperti mereka mana bisa mengalahkan kita.

"Dia mulai melukai nona."Suara Erik terdengar lewat earphone kecil yang
di tempel di telinga kanan gue.

Hati benar-benar tidak tenang,
takut Salbia dan bayi di dalam kandungannya kenapa-kenapa.

Gue dan Sapian pergi ke salah satu kamar yang dimana kamar itu di jadikan tempat pemantauan
Nadin untuk kamar lainnya.

Semua perlakuan kasar dan omongan Nadin terlihat dan terdengar di layar.

Ternyata selama ini orang yang menginginkan perpisahan gue dan Salbia adalah Nadin, sahabat kecil yang paling gue percaya.

"Wanita berpendidikan rendah
kayak lo gak pantes jadi istri Alan. Seharusnya yang jadi istrinya dia itu gue, bukan lo! Kalo aja sedari awal gue mengetahui rencana perjodohan konyol om Firman, gue pasti gak bakal ngebiarin siapapun bersama sama Alan, termasuk lo Salbia!"

Rahang gue mengeras, kedua tangan mengepal erat mendengar semuanya.

"Karena surat cerai sudah di tandatangani, gue gak butuh lo lagi. Dari pada hidup, mending lo mati, Gimana?"Nadin tertawa iblis, wanita itu melayangkan pisau ke arah kepala Salbia, telat satu menit saja pasti Nadin berhasil membunuh Salbia. 

Brak!

Menendang pintu dengan tenaga penuh sampai pintu yang di kunci dari dalam itu terbuka. Mata gue membola melihat Salbia yang kini duduk di lantai menangis terisak.

"SALBIA!"

Gue berlari mendekatinya, namun dengan cepat Nadin menghadang.

"Hai Alan."Dia menyapa ramah seperti sedang tidak terjadi apa-apa sekarang. Setelah mengetahui semua rencana busuk wanita itu gue benci melihat wajah dan senyumnya lagi, dia bukan Nadin yang gue kenal dulu.

Nadin menjentikkan jarinya, kedua anak buahnya mengangguk dan langsung mencekal tangan Salbia.

"Kenapa kamu bisa ada di sini?"

"Seharusnya aku yang bertanya, kenapa kamu melukai Salbia dan memaksanya menandatangani surat cerai?!"Tanya gue naik oktaf.

"Aku sudah tau semuanya, ternyata selama ini kamu yang merencanakan masalah di dalam rumah tanggaku. Aku gak pernah menyangka kamu orang seperti ini. licik dan jahat!"

Istri kampung ku Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang