Jemari di atas pangkuan terus bertaut, wajahnya pucat pasih ketika kejadian kekerasan di belaka sekolah berputar, ia bahkan meninggalkan Ozkar, memilih pulang dengan taksi.
Tersentak saat tangan supir taksi memegang bahunya dari depan.
"Maaf, lancang, dari tadi di panggil nggak nyaut," ujar supir taksi tersebut.
Tersenyum kaku, tidak ada jawaban atas ucapan supir tadi.
Menghela napas berat melihat gelagat penumpangnya sebelum kembali bersuara. "Maaf Mbak, ini kompleksnya belok kiri atau kanan."
"Ka-kanan. Rumah nomor lima dari gapura, warna krim." Mencoba menahan suaranya agar tidak bergetar. Kepalanya penuh dengan suara tulang teman sekelasnya di patahkan, belum lagi erangan kesakitan Danu.
Supir mengangguk, kembali melaju untuk mengantar penumpang yang membuatnya mati-matian menahan kesal.
Mobil berwarna biru muda itu berhenti depan pagar rumah tingkat satu. Syala buru-buru memberikan uang pada supir, ingin cepat ke kamar dan menenangkan pikiran. Setelah turun, langsung membuka gembok pagar. Selalu sendiri saat siang, kedua orang tuanya berkerja.
Pergerakan mengunci kembali pagar terhenti ketika suara motor berhenti tepat di balik pagar. Tubuh gadis kuncir kuda ini menegang. Bergetar ketakutan ketika senyum miring tercetak dari balik helm yang lelaki itu kenakan.
"Buka atau gue tabrak?" Ancamnya untuk menghentikan pergerakan buru-buru Syala mengunci pagar sebagai temeng
Dengan terpaksa Syala buka pagar, membiarkan lelaki dengan aura mengerikan masuk ke dalam pekarangan rumahnya. Semakin menciut saat senyum miring lelaki itu kembali terbit, kali ini tanpa ada helm atau pagar sebagai penghalang.
"Gak mau nyuruh masuk?"
Suara lelaki itu terdengar lembut tapi kelembutan itu justru membuat keadaan semakin menyeramkan. Syala bergerak mendahului, hendak membuka pintu.
Lelaki yang masih mengenakan seragam sekolah ini masuk tanpa menunggu pemilik rumah, tanpa perlu repot-repot melepaskan sapatu sekolahnya.
"Duduk Ka--" Ucapan Syala terpotong ketika mereka masih berdiri di ambang pintu bagian dalam.
"Gue gak suka basa-basi, jadi kita langsung ke intinya." Menatap mata lawanya tajam, semakin memojokkan rasa takut Syala.
Dan benar, gadis ini semakin menciut. Menunduk dalam, memandang keramik yang mereka pijak.
"Kejadian tadi, anggep angin lalu. Gak ada yang boleh tahu, apa lagi Kaya, Ngerti?" Dan yang ia dapat sesuai keinginan yaitu anggukkan dari Syala. Namun, ia masih kurang puas, "jawab!" lanjutnya.
"I-iya Kak Lio, Syala janji g-gak kas-sih tahu si-apa siapa." suaranya terbata-bata, kini ia telah menangis, rasa shock tadi belum hilang dan sekarang ancaman Lio menimpali.
"Gue pegang kata-kata lo tapi, kalau sampai kejadian ini terbongkar apa lagi sama Kaya lo satu-satunya orang yang harus bertanggung jawab, dan jangan salahin gue kalau tangan cantik lo bernasib sama kayak Danu." setelah mengatakan ancaman dengan bernada dingin itu ia kembali menuju motornya yang terparkir di luar pagar.
Sedangkan Syala, gadis itu dengan cepat mengunci pagar setelah motor Lio menjauh, tidak lupa pula mengunci pintu rumah. Semuanya telah terkunci rapat tangis Syala semakin pecah. Tubuhnya bergetar ketakutan di balik pintu rumah.
🕊️🕊️🕊️
Deringan ponsel terus berbunyi berkali-kali tanpa niat lelaki yang hanya memakai celana jeans panjang tanpa baju angkat
KAMU SEDANG MEMBACA
KAYANTA (ON GOING)
Teen FictionWarning : Banyak kata-kata kasar dan kekerasan. Ini tentang Gadis Bernama Kayana Aldaria yang mengklaim teman Kakaknya sebagai cinta pertamanya. Tentang perjuangan Kaya, mengejar lelaki yang bahkan enggan menatapnya. Tentang bagaimana ia berusaha un...