06. Bisikkan Kak Anta.

11K 607 2
                                    

Gadis yang terlihat cantik dengan kuncir kuda tengah sibuk masukan barang-barang untuk kemah. Tersenyum lega setelah selesai. Jam di nakas menunjukan hari telah sore.

Kaya mengambil sisir, menyisir rambutnya sebelum keluar kamar dari lantai dua, menuju kolam yang terletak di samping halaman rumah, berhadapan dengan jendela kamar Lio.

Nongkrong pinggir kolam adalah kegiatan Kaya di setiap hari Jumat dan Minggu, alasannya cukup simpel, karena hari itu Arga selalu menghabiskan sore dalam kamar Lio.

Kaya duduk di pinggir kolam, menjuntaikan kaki ke dalam kolam, seperti tebakannya. Arga akan selalu duduk di sofa dekat jendela. Dari bawah sini Kaya dengan leluasa menatap lelaki itu.

Sedangkan lelaki yang ia tatap, seperti biasa memasang wajah datar. Enggan menoleh ke arahnya sedikit pun.

"Ada banyak tempat yang bisa lo dudukin, kenapa lo selalu duduk di tempat yang gak seharusnya." Lio menatap tenang sahabatnya, pertanyaan yang ia keluarkan adalah pertanyaan bodoh, tanpa di tanya ia sudah pasti tau jawabannya apa.

"Lo tau sendiri jawabannya apa." Arga membalas singkat, mengeluarkan ponselnya, berpura-pura sibuk dengan benda pipih itu, padahal yang ia lakukan hanya memvideokan gadis di bawah sana.

Kening Arga berkerut, saat Kaya begitu sibuk dengan ponsel, melupakan untuk menatap dirinya di atas sini. Entah kenapa sikap acuh gadis itu berhasil memancing emosi.

Ponsel yang Arga genggam bergulir ke aplikasi lain, memeriksa apa yang sedang gadis itu lakukan, kerutan semakin jelas, wajah tenang tadi berubah mengeras.

"Lio, apa yang lo lakuin?" suaranya rendah. Namun, siapa pun tahu ada kemarahan yang terselip, bahkan dari sorot mata lelaki itu saja sudah membuktikan bahwa emosinya telah di ubun-ubun.

Gali selalu sibuk menikmati wi-fi gratis menoleh, sadar aura di kamar ini telah berubah, begitu tegang.

"Sesuatu yang harus gue lakuin dari dulu." Lio santai menghadapi kemarahan di hadapanya.

Arga berdiri, "Lo terlalu nekat buat ngejahuin gue, lo mau gue juga nekat buat jadiin adik lo milik gue, seutuhnya."

Wajah santai Lio berubah tegang, bukan kemarahan Arga yang ia takutkan, melainkan ucapan lelaki itu. Ia kenal lelaki di hadapannya ini, semua yang di ucapkannya adalah nyata, apa lagi yang berhubungan dengan Kaya.

Lio bisa saja mempercayakan adiknya pada Arga. Namun, tahun-tahun berlalu tidak ada perubahan pada diri Arga, hingga membuat ia yakin cinta lelaki itu hanya sebuah rasa penasaran pada adiknya yang tidak pernah bisa di sentuh.

"Arga!" ketegangan di wajah Lio hilang, Kaya adalah segalanya, sejak kecil ia selalu bertengkar dengan anak tetangga yang mengganggu Kaya. Begitu juga sekarang, Lio tidak akan diam saja.

"Udahlah, kita selesain ini di luar aja, inget Lio di rumah lo masih ada Kaya sama Bunda lo." Gali berdiri di tengah-tengah dua lelaki yang saling mengibarkan pedang peperangan.

"Gue tunggu lo di tempat biasa." Arga melirik sebentar gadis yang asik tersenyum menatap layar ponsel, meraih kunci motor dan keluar dari kamar itu.

"Kayaknya Arga serius sama Kaya." Gali memecahkan keheningan seusai kepergian Arga.

Lio melirik, bola matanya kembali memancarkan kemarahan. "Gak ada katak kayaknya buar Adik gue, Adik gue bukan bahan buat coba-coba!"

Menghela napas, tidak bisa apa-apa, jika di posisi Lio pun ia tak akan pernah percaya pada Arga untuk menjaga Kaya.

🕊️🕊️🕊️

Kaya asik menatap room chat grup, berisikan dirinya, Syala dan Ozkar. Syala mengirim foto berserta nama Instagram milik Kakaknya si murid baru yang bahkan belum masuk sekolah, entah bagai mana gadis keturunan Sunda itu mendapatkanya.

Asik menatap foto-foto yang ada di Instagram lelaki bernama Saka. Lelaki itu masih menduduki bangku sma, berbeda sekolah dengan sang adik. Kaya seperti tersedot melihat unggahan prestasi, yang paling membuat ia terkesan Kakaknya murid baru itu pandai melukis.

"Ih, kok idaman banget. Tapi maap-maap ya Kak, gue setia sama Kak Anta." Kaya terkikik mendengar ucapan yang sangat kepedean, belum tentu juga lelaki bernama Saka suka pada dirinya.

Mendongak, tidak ada lagi Arga. Melirik jam tangan, jam masih sore, biasanya Arga akan pulang saat malam. Tidak ingin ambil pusing, berdiri, berlari kecil menuju halaman depan rumah. Belum ada suara motor jadi dapat ia pastikan Arga belum keluar dari pagar. Saat tiba di depan, dugaannya benar, lelaki yang masih menggunakan seragam sekolah berdiri samping motor besar berwarna hitam.

"Kak Anta."

Arga tidak menoleh tapi tidak juga melanjutkan kegiatannya yang sedang memasang helm.

Melihat tidak ada pergerakan dari Arga untuk memasang helm kembali, Kaya buru-buru mendekat, ikut berdiri di samping motor besar milik Arga. "Kak Anta kenapa pulangnya cepet banget?" ia memiringkan kepala, menatap bola mata tajam yang tidak pernah menatap balik iris coklat terang miliknya.

Diam. Namun, tatapannya jatuh pada gadis yang tinggi sedadanya.

Kaya gugup di tatap seperti itu, mundur satu langkah, menjauhi lelaki itu. "Kak Anta jangan tatap Kaya gitu dong, gemes tau, Pengan Kaya karungin." Cengengesan, berusaha bersikap sesantai mungkin.

Kaya merutuki kebodohannya, ia selalu menanti saat Arga mau menatap balik tapi, saat terjadi malah gugup setengah mati.

Arga menarik tangan Kaya, memojokkan gadis itu di motor, maju selangkah, mengapit tubuh Kaya. Ia tatap lekat, menahan gejolak ingin mengigit habis bibir cerewet gadisnya.

"Lo yang bakalan gue karungin dan gak akan gue lepasin." Berbisik pelan di telinga Kaya, menggeser tubuh gadis itu menjauh dari motor. Mengehela napas sebelum melesat.

Sedangkan Kaya terpaku menatap motor yang telah menghilang dari pandangan, ia memegang dadanya. "Jantung gak apa-apakan? Kaya rela kok di kurung asal yang ngurungnya Kak Anta." ia tersenyum geli. Berbalik, memasuki rumah sambil bersenandung ria.

🕊️🕊️🕊️

Mau juga dong di kurung Kak Anta🙈

Jangan lupa tinggalin jejak ya

20 Maret 2021

KAYANTA (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang