31. Kunjungan Arga.

7.8K 428 22
                                    

Belum sempat keluarga kecil yang dulu tentram bernapas lega, kekacauan kembali muncul. Seorang gadis berambut pendek datang mendobrak kamar tempat Kaya dirawat inap.

Tiga manusia berbeda umur yang sedang kalang kabut menunggu gadis kecil mereka terbangun, terperanjat kaget.

Sih pendobrak menatap sengit orang-orang di sana, mendekati lelaki paruh baya yang duduk di sofa.  "Bilang sama anak Om, berhenti buat sangkut pautin keluarga aku. Kalau dia mau berurusan sama Monster itu silakan, bahkan mati pun silakan, tapi jangan pernah bawa keluarga aku!"

melotot, napas memburu, terlihat jelas amarah berkobar di bola mata gadis itu. Ia hendak kembali berteriak. Namun, seseorang menarik kencang sampai berbalik, berhadapan dengan pelaku. Seketika mata melotot tadi terpejam saat telapak tangan lebar berayun ingin menghantam pipinya.

Beberapa detik berlalu, tidak ada tamparan yang  ia rasakan, hingga suara seseorang seolah menyadarkan bahwa telapak tangan lebar tadi tidak akan pernah menghantam wajahnya.

"Begini cara kamu menghadapi perempuan? Ayah gak pernah ajarin kamu main tangan sama perempuan!" Reno menatap tajam anak sulungnya, menghempaskan lengan Lio yang hendak menampar gadis asing itu.

Sedangkan Fina, tidak peduli dengan keadaan sekitar, sibuk menangis menatap anak perempuannya terbaring lemah dibangkar, belum lagi cerita Lio tentang Kaya yang hampir diperkosa semakin menikam perasaanya sebagai seorang Ibu.

Reno kembali menatap wajah memerah marah gadis mudah yang tidak ia ketahui namanya, tahu betul gadis seumuran dengan putrinya sangat sensitif, mudah tersulut emosi, labil dan belum bisa mengambil keputusan. "Dengar, Om nggak ngerti maksud kamu apa, bisa jelasin?"

Kelembutan itu nyatanya tidak membuat emosi gadis berambut pendek ini meredah, ia kembali menatap nyalang. "Gara-gara anak Om yang selalu libatin Kakak aku di hubungannya, sekarang Kakak aku masuk rumah sakit lagi. Kalau dia mau berhubungan sama kematian, sendirian aja gak usah sangkutin Kakak aku!" Ia kembali berteriak.

"Sialan! Lo bisa gak bicara baik-baik sama bokap gue?!"

Reno mendorong pelan bahu anaknya agar menjauh dan tidak ikut campur. "Bicara yang jelas, Nak. Biar Om ngerti."

Wajah marah tadi perlahan redup ketika menerima usapan pada bahunya serta suara penuh pengertian dari lelaki paruh bayah di hadapan, naluri seorang anak perempuan yang menginginkan kasih sayang seorang Ayah membuatnya lemah. "Ar-Arganta Yud-dha. Kakak aku hiks... Udah dua kali, mas-masuk rumah sakit. Semua itu hiks... Kerena Kaya bawa Kak-kak aku di hubungannya hiks...."

Gadis tersebut, Caffa, menangis. Wajah Saka yang penuh darah kembali terlintas.

"Lo harusnya datengin bajingan itu, bukan ke sini," ucap Lio ketus.

Reno menatap nyalang, meminta untuk sih sulung tidak ikut menyela dan memperkeruh suasana.

"Kami udah laporin!" Caffa memukul dada bidang Lio keras hingga lelaki itu mudur selangkah, "tapi nggak ada yang mau proses, itu nggak adil!" Ia terus meluapkan emosi yang tertahan pada dada Lio, hingga suara seorang wanita paruh baya yang baru masuk menghentikan pukulan tidak seberapa itu.

Wanita tersebut menyentuh bahu Caffa, ia tarik menjauh dari Lio. "Caffa apa yang kamu lakukan, Sayang. Emosi nggak akan nyelesain masalah."

Caffa menunduk dengan tangis ketika menatap wajah kecewa Bundanya.

Pukis, menatap orang-orang yang di sana. Terlihat jelas ada kemarahan yang tertahan di balik wajah teduhnya. "Maafkan putri saya, kejadian yang menimpa kami setelah berurusan dengan putri kalian membuatnya terguncang."

Merangkul Caffa keluar dari ruang inap Kaya, ia tidak mau mendengar penjelasan keluarga teman putrinya, bahkan Pukis tidak ingin berurusan dengan gadis yang hampir mau ia jodohkan pada Saka.

KAYANTA (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang