Stella menghela napas lelah, ia baru saja sampai di rumah, semenjak perutnya mulai membuncit gadis remaja ini mudah sekali merasa lelah.
Selonjoran di atas sofa dalam kamarnya, kamar yang didesain semewah mungkin. Senyumnya merekah kalah melihat kantung plastik berisi makanan berolahkan coklat. Dengan semangat meraih kantung plastik itu, mengeluarkan salah satu kue dari dalam sana.
Hampir saja makanan manis itu masuk ke mulutnya sebelum tangan seseorang mengambil alih kue di tangan Stella.
“Kemarin kamu udah makan coklat, hari ini kamu mau makan juga, liat badan kamu makin besar, kalau gini terus Arga gak akan bisa jatuh ke tangan kamu.” Maudy melotot, marah. Namun, secepat mungkin ia merubah raut wajahnya agar lebih terkontrol.
Stella menunduk, melirik kue yang telah berpindah ke tangan ibunya. Ia menggeser kaki ketika mendapatkan colekan dari sang Ibu, sebagai isyarat agar memberikan tempat untuk duduk.
Maudy duduk di tepi sofa, memasukan kembali kue itu ke dalam kantung, menjauhkan dari jangkauan Stella. “Gimana hari ini?”
Mengerti maksud dari sang Ibu, menjawab dengan wajah lesu, liurnya mengental kala keinginan untuk melahap kue manis yang ia beli belum terkabul. “Stella udah tau password apartemen Kak Arga. Stella belum ngalakuin apa pun di apartemen, nanti keburu Kak Arga risih dan ganti password-nya.”
Maudy mengangguk, berpendapat dengan Stella. “Kedepannya, kamu harus lebih gencar lagi deketin Arga, kalau ditunda terus nanti bayi dalam perut kamu keburu keluar sebelum kalian menikah, dan semuanya akan ketahuan kalau anak itu bukan anak Arga.” Bangkit, keluar membawa kantung kue coklat Stella.
Stella cemberut memandang kepergian ibunya. Menunduk, nanar menatap perut yang telah membuncit. “Sialan! Bajingan itu yang berbuat, gue yang kena imbasnya.”
Gadis remaja ini terus menggerutu, hormonnya tidak stabil, apa lagi harus menanggung kemalangan dengan hamil pada usia mudah. “Gue harus cepat bertindak agar Kak Arga jatuh ke tangan gue. Gue capek ngadepin kehamilan ini sendiri, hiks... Gue but-butuh pendamping, mau Kak Arga.”
Ia mulai stres mengahadapi kehamilan muda sendiri tanpa pendamping. Terkadang ditengah malam perutnya nyeri, dan tidak ada orang yang bisa membantu mengalihkan rasa nyeri tersebut, belum lagi ia suka menginginkan sesuatu setiap larut malam, ia juga lelah mondar-mandir kamar mandi tanpa ada orang membantu bangkit dari tempat tidur.
Set
Stella tersentak, sebuah drone mendarat di atas meja samping sofa tempat ia duduk. Menatap ke arah jendela besar yang terbuka, kembali memperhatikan drone di hadapannya, drone itu membawa kantung plastik dengan nama toko kue sama seperti miliknya tadi. Ia melepaskan kantung itu dari drone.
Drone itu kembali terbang keluar melalui jendela setelah Stella mengambil kantung plastik berisikan kue.
Malas melihat ke jendela, perut buncitnya mempersulit Stella untuk bergerak lugas. Lebih tertarik membuka kantung tersebut. Berbinar saat melihat isi di dalamnya, kue-kue dengan toping coklat siap memanjakan lidah, tanpa pikir panjang Stella melahap semua kue itu.
Saat hendak membuat kotak serta kantung plastiknya agar tidak ketahuan Maudy, secarik kertas di dalam plastik itu menarik seluruh atensi Stella.
Menegang tubuhnya ketika membaca surat tersebut. Mual tiba-tiba, kue yang ia lahap habis seolah akan kembali keluar.
“Sabar sebentar, saya akan bawa kamu dari sana dan kamu tidak perlu melihat wanita tua menjijikan itu lagi, saya akan menyimpan kamu untuk saya.”
KAMU SEDANG MEMBACA
KAYANTA (ON GOING)
Teen FictionWarning : Banyak kata-kata kasar dan kekerasan. Ini tentang Gadis Bernama Kayana Aldaria yang mengklaim teman Kakaknya sebagai cinta pertamanya. Tentang perjuangan Kaya, mengejar lelaki yang bahkan enggan menatapnya. Tentang bagaimana ia berusaha un...