18. Jadi Pacar Arga.

9K 451 6
                                    

Terpejam erat ketika Arga berdiri di hadapannya tanpa atasan. Tangis semakin mejadi saat usapan lembut ia rasakan.

"Buka mata lo."

Suara Arga datar. Tidak ada nada bentak atau kekerasan yang lelaki itu lakukan.

Usapan pada puncak kepala berubah menjadi cekraman di bahu bergetar gadisnya. "Buka Kaya, jangan bikin gue marah."

Terdesak saat suara Arga menjadi semakin rendah dan tertahan. Perlahan kelopak mata yang menutupi iris coklatnya terbuka. Seperkian detik Kaya menelisik tatto milik lelaki di hadapannya, hingga ia terbelalak.

Tatto yang biasa mengintip di balik kemeja lelaki itu adalah namanya. Tidak hanya itu, tepat di bagian bawah pusar sebelah kanan, terdapat tatto sepasang bola mata yang sangat mirip dengan irisnya.

"Liat," Arga menuju bekas jahitan dari dada hingga pinggang, "Lio gak punya bekas ini, mau Abang lo punya ini juga?"

Kaya tertunduk. Meremas kencang jemarinya. Ia tidak pernah dalam keadaan seperti ini. Lio selalu ada, maka tidak ada cela sedikit pun untuk ketakutan datang.

Arga jongkok, menundukkan kepala ke lantai, mendongak, agar Kaya dapat melihatnya. "Lio juga gak punya bekas luka ini," ia menunjuk bekas luka di pelipis.

"Lio juga gak punya bekas ini, sayang." Arga kembali menunjuk bekas lukanya. Kali ini di bahu, terdapat daging tumbuh akibat tusukan. Kembali berdiri, menangkup wajah Kaya lembut agar menatap dirinya. "Mau Lio punya juga?"

Kaya menggeleng keras. Air mata gadis ini terus terjun bebas melihat Arga seperti psikopat.

"Semuanya bakalan baik-baik aja, kalau lo gak nakal. Tetap bersikap seperti sebelumnya, dan jangan libatin Lio lagi di hubungan kita, ngerti?" Arga menatap tajam bola mata coklat di hadapannya.

Kaya mengangguk patuh ketika tatapan Arga yang penuh akan paksaan. Setelah itu, ia merasakan usapan lembut di pipi dan sebuah kecupan.

Langkah Arga terdengar menjauh untuk mengambil kotak bekal di atas ranjang sebelum ikut duduk di samping gadisnya. "Buatin gue apa hari ini?"

Ekspresi Arga santai, seolah-olah tidak terjadi apa-apa sebelumnya. Ia menarik pinggang Kaya agar semakin dekat. Mulai membuka kota bekal.

Makan dengan lahap brownies buatan Kaya. Sedangkan gadis itu merasa tidak nyaman dalam kamar berduaan di tambah Arga yang tidak memakai baju.

"Kak," ucap Kaya.

"Apa, sayang."

Kaya mengulum bibir. Bohong jika gadis ini tidak baper dengan panggilan itu, bahkan ia sampai lupa dengan tingkah psikopat Arga untuk sesaat.

"Pake bajunya." Kaya masih menunduk, enggan menatap Arga apa lagi pipinya masih memerah akibat ucapan lelaki itu tadi.

"Gak. Hp lo mana?" Arga meletakkan wadah bekal di sofa. Perhatiannya kini terpusat penuh ke Kaya.

Ragu Kaya menyerahkan ponselnya pada Arga. Di terima lelaki itu dengan cepat. Ia tidak mengunci ponsel, jadi Arga mudah mengakses apa pun. Cukup lama Kaya menunggu hingga Arga mulai berdiri dengan ponsel yang belum di kembalikan. "Kak, Hpnya."

Yang di tanya tidak menjawab, malah membawa ponsel berwarna rose gold itu ke dalam kamar mandi.

Beberapa saat kemudian Arga keluar. Mengembalikan ponsel Kaya "Gak ada keluyuran tanpa izin gue. Sekarang lo pacar gue, semuanya harus izin gue." Arga kembali duduk, merangkul gadisnya.

Kaya termangu. Jika beberapa jam lalu tekadnya selalu ingin memiliki dan di miliki Arga, sekarang malah kebalikannya. Ia memikirkan berbagai cara agar lepas dari lelaki itu. Tak apa dengan hatinya yang menolak.

KAYANTA (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang