30. Kegilaan Arga.

9.5K 433 30
                                    

kelopak mata yang terpejam perlahan terbuka saat merasakan tubuhnya melayang. Ia tercenung sebentar, menatap lurus ke dinding besi berwarna hitam.

“Kebangun.”

Kaya tersentak, seketika sadar bahwa tubuhnya melayang bukanlah sebuah mimpi, ia dalam gendongan Arga dan sekarang berada di lift. Pintu lift terbuka menampilkan tempat yang sudah sangat familiar.

“Kak, kita gak pulang?” Mencoba untuk turun dalam gendongan lelaki pemilik luka di pelipis ini. Namun, pelukan semakin erat yang ia dapatkan.

“Kak, jangan gini. Aku mau pulang.”

Tidak ada respon sama sekali dari rengekkan Kaya, bahkan lelaki itu tanpa susah menggendong sambil menekan angka yang menjadi password apartemen.

Semakin meronta, Kaya tidak mau keluarganya bertambah kecewa jika malam ini ia kembali bermalam bersama Arga. Bukannya terbebas, pelukan Arga semakin erat, bahkan terasa mencekik.

“Kak, aku mau pulang!” Berteriak, untuk kali ini Kaya tidak bisa menurut, bayang-bayang wajah Lio mendiaminya, menjadi alasan kuat untuknya pulang.

Sedangkan Arga tidak memberi respon apa pun, lelaki ini tidak terpengaruh sama sekali dengan penolakan gadisnya. Ia baru menurunkan Kaya ketika telah sampai dalam kamar.

Ketika telah menapak lantai, gadis dengan mata sayu sehabis tidur ini langsung berlari meninggalkan kamar, ia bahkan tidak memberi jeda untuk menoleh ke belakang, terus memacu langkah menuju pintu keluar apartemen.

“KAYA!” Arga berteriak marah, ekspresi datar karena mendapat penolakan Kaya tadi berubah menjadi menyeramkan. Mata melotot, urat-urat di pelipisnya mencuat, ciri khas ia marah.

Gemetar tubuh Kaya ketika namanya dipanggil dengan begitu meleking, memekakkan telinga, penuh ruangan itu oleh suara Arga. Semakin gencar pula ia melangkah.

Pintu apartemen telah di depan mata, gemetar jemari Kaya menekan angka yang menjadi sandi apartemen, beberapa kali salah. Frustasi, ia gigit keras bibirnya sebelum kembali fokus menekan ulang. Berhasil, pintu terbuka. Senyum serta tangis datang bersamaan, lega. Tidak ingin semakin lama berada dalam ruangan penuh ketakutan, Kaya kembali memacu langkah.

Sekali lagi keberuntungan tidak pernah berpihak pada gadis ini. Belum sempat ia melangkah keluar, rambutnya tertarik kasar kebelakang, ia dibanting masuk kedalam.

“Akh!” Meringis, posisinya mencium lantai. Kepalanya pusing seketika. Bangkit, duduk lesehan sambil memegangi kepala, rasa takut tadi terlupakan akibat rasa sakit. Namun, itu tidak bertahan lama, ketakutan kembali bersarang ketika bola matanya berhadapan tepat dengan lutut lelaki yang menjadi sumber takut.

Lengannya di tarik paksa agar berdiri. Kini wajah sangar Arga terpampang nyata, berhadapan. “Kak--”

Belum sempat kalimat yang ingin ia utarakan selesai, Arga dengan tidak berperasaan menyeret menuju kamar. Kaya enggan melangkah, masih menangis, kakinya ia buat sekaku mungkin agar Arga tidak dapat membawanya ke kamar.

Tanpa Kaya duga sama sekali, ternyata lelaki pemilik luka di pelipis itu malah semakin kencang menarik hingga terjatuh ke lantai, tidak sampai disitu Arga masih manarik dalam kedaan Kaya jatuh, menyeret sepanjang jalan menuju kamar. Sadar bahwa emosi kekasihnya tengah meletup, memohon bagaimana pun tidak akan ada hasil.

Kembali masuk ke dalam kamar, kakinya memerah akibat seretan yang Arga lakukan. Tersulut emosi melihat tingkah semena-mena terhadap dirinya. Tanpa ragu berdiri, kembali melangkah tegas keluar, seperti dugaan ia kembali tertarik ke dalam.

“Lepas! Beresek! Aku gak mau lagi sama kamu! Pergi sana jauh-jauh! Cowok gila! Aku mau pulang! KITA GAK ADA HUBUNGAN APA APA LAGI MULAI SEKARANG!” Kaya berteriak murkah, entah dapat dari mana keberanian itu.

KAYANTA (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang