Suara pintu terbuka sama sekali tidak mengalihkan gadis yang sedang terbaring menyamping, dengan selimut menutupi hingga leher.
Fina meletakkan rantang di atas nakas yang dipunggungi oleh anaknya. Mengeluarkan beberapa perlengkapan serta makanan yang ia bawa dari rumah
Tidak jauh berbeda, Reno, lelaki paruh baya itu juga langsung duduk di sofa. pusing memikirkan keadaan yang sangat rumit. Melihat Kaya sekilas, mengira putrinya tidur.
Kejanggalan itu tertangkap pertama kali oleh Lio. Lio sadar Adiknya tidak sedang tidur, terlihat dari bahu kecil itu bergerak naik turun. Langkah lebar mendekat, berdiri di hadapan sang Adik. "Kay." Di balik tubuh yang terus bergetar itu.
Fina kaget melihat kadaan putrinya. Rambut berantakan dan lembab, keringat bersemimbah, hidung dan pipi memerah.
"Nak...," tangan Fina terangkat, ingin membenahi rambut Kaya. Namun, pelukan erat pada pinggangnya serta suara tersegugu membuat tangannya lemah, tertahan di udara, meluruh sudah tangis wanita itu.
Reno menghampiri anaknya. "Kaya, ada apa? Ada yang sakit, Nak?"
Tidak ada jawaban. Hanya ada suara tangis dan lirihan kata takut yang keluar. Mereka kelimpungan, cemas dan khawatir.
Rahang Reno mengeras, pening kian menyusup. "Kita harus cepat menyembunyikan Kaya."
Lio mengikuti arah pandang sang Ayah, bola mata gelap Reno menatap tajam bekas abu rokok di kaki sofa. Tanpa perlu menerka-nerka siapa yang telah memperburuk keadaan sih bungsu, sudah jelas sumber dari kekacauan yang mereka dapatkan datang kemari saat mereka lengah.
"Anak itu kemari?" tanya Fina. Ia dekap erat putrinya.
Reno tidak berani menjawab. Tertunduk, malu sendiri melihat wajah sang istri. Merasa gagal menjadi seorang Ayah, gagal menjadi perisai untuk anak-anaknya.
Begitu juga dengan Lio. Terkepal erat genggaman tangannya. Marah pada diri sendiri, kecolongan menjaga sang Adik, hingga bajingan yang selama ini menjelma manjadi taman telah terlalu jauh mengusik Adiknya.
"Besok Kaya keluar dari sini, kita langsung bawa saja Kaya pergi jauh, sejauh mungkin. Yah, nanti malam Bunda akan berkemas. Kalau perlu kita datangi saja orang tuanya, pinta agar berhenti mengganggu."
Lio diam seribu bahasa, pikiran Bundanya sangat konyol, mungkin karena Fina tidak tahu keluarga siapa yang mereka hadapi, ditambah lagi Arga bukan ingin bermain dengan Kaya tapi lelaki itu telah pada tahap obsesi pada Adik kecilnya yang bahkan belum genap berusia 16 tahun.
"Yah! Ayo lakuin sesuatu, kenapa masih berdiri di sini."
Ucapan dari istrinya menambah buruk suasana hati Reno. Ia tidak bisa berkutik, melaporkan ke polisi akan berakhir percuma sama seperti kemarin ia melapor saat Kaya dibawa ke rumah sakit. Mendatangi ke diaman Yudha sama saja menyerahkan putrinya untuk kesenangan penerus mereka.
"Kita harus kirim Kaya sejauh mungkin, tapi tidak gegabah, anak kurang ajar itu harus di kecoh!" Final Reno. Suara tegas dan penuh penekanan.
Lio mengangguk, sependapat dengan Reno. Lelaki berusia delapan belas tahun yang telah terobsesi pada Adiknya harus di kecoh.
🕊️🕊️🕊️
Lio mendatangi apartemen Arga. Tanpa izin ia masuk, membuka pin dengan angka yang sudah sangat ia hafal. Keadaan apartemen begitu remang. Matahari sudah mengintip sedikit sebelum berpulang. Namun, tidak ada satu lampu dinyalakan, tidak ingin repot-repot menyalahkan lampu, Lio melangkah tergesa-gesa menuju kamar pemilik Apartemen.
KAMU SEDANG MEMBACA
KAYANTA (ON GOING)
Teen FictionWarning : Banyak kata-kata kasar dan kekerasan. Ini tentang Gadis Bernama Kayana Aldaria yang mengklaim teman Kakaknya sebagai cinta pertamanya. Tentang perjuangan Kaya, mengejar lelaki yang bahkan enggan menatapnya. Tentang bagaimana ia berusaha un...