Tiga sejoli berjalan beriringan menuju gerbang. Bel pulang telah berbunyi lima menit yang lalu, seperti biasa Kaya akan berjalan di tengah-tengah Ozkar dan Syala.
"Eh, Kay. Lo ikutkan kemah nanti?" Ozkar memulai obrolan. Sekolah mulai sepi, parkiran mulai lenggang meski bel berbunyi baru berlalu lima menit.
"Iyalah, wajib. Kalau boleh nggak ikut, penginnya nggak ikut, males nginep di hutan." Kaya menatap lesu lembar formulir miliknya.
"Lo enak, Kay. Ada Bang Lio yang jagain, lah gue," ujar Syala tak kalah lesu.
"Udahlah, nikmatin aja. Eh, Syal. Formulir lo yang di meja guru udah di ambil?" tanya Ozkar, pasalnya ia tidak melihat gadis berkuncir ini memegang formulir untuk kemah.
Langkah Syala terhenti, menepuk jidatnya pelan, “Astaga, gue lupa!”
“Yaudah kita ke kelas aja, kali aja masih ada di meja Guru.” Kaya memegang tangan Syala, mengajak teman ceweknya untuk kembali ke kelas, mengambil formulir.
“Eh, gak usah Kay, kasian supir lo nungguin dari tadi, aku ambil sama Oz--”
“Gue tungguin di depan gerbang.” Berucap cepat, melangkah pergi meninggalkan kedua gadis yang tengah membuat drama mengambil formulir.
“Dasar Syalalala, di temenin Kaya sok nolak lagi, ujung-ujungnya mau repotin gue, beruntung gue cepat peka.” Batin Ozkar.
Syala melotot melihat Ozkar berlari cepat, dalam hatinya menyumpahi agar Ozkar tersandung dan mencium aspal. Namun, doanya tidak terkabul.
"Aku temenin." tawar Kaya sekali lagi. Mulai memutar tubuh, menarik kembali lengan temannya.
"Gak usah, Kay. aku bisa sendiri, lagian tadi di kelas masih ada yang belum pulang, lo pulang duluan aja nanti Bang Lio marah, Bye." Syala meninggalkan Kaya, berlari ke kelas. Jika tidak di tinggal, gadis itu akan tetap ingin menemani, berujung telat pulang lalu Bang Lio murka. Syala lebih memilih ke kelas sendiri dari pada dapat semprotan dari Lio.
Syala terus melangkah menuju kelas. Bernapas lega ketika pintu kelas belum terkunci. Tepat di laci meja guru tersisa selembar kertas formulir.
Cepat-cepat memasukan formulir tersisa ke dalam tas. Ia takut sendirian, apa lagi kelas mereka berada di gedung ujung. Langkah cepat Syala terhenti saat mendengar seseorang menyebut nama Kaya. Memutar tubuh, ingin tahu siapa pemilik suara tegas itu.
Syala mengendap, mengintip di balik jendela. Jiwa keponya sudah meronta-ronta.
"Gue udah ingetin lo waktu itu tapi, lo tetep ganggu cewek gue."
Syala kembali mendengar suara yang terdengar rendah namun tersirat kemarahan. Suara yang tidak asing baginya.
"Mirip suara Kak Arga. Atau jangan jangan..." Semakin mendekatkan wajahnya ke jendela, ingin memastikan asumsinya.
Dan benar, suara Arga yang memancing jiwa kepo Syala. Wajah lelaki itu begitu bengis menatap Danu, teman kelasnya. Belakangan ini lelaki itu jadi bahan ghibah karena dengan terang-terangan mendekati Kaya-- Adik Lio.
Arga menedekati Danu dan kelima etek-eteknya. "Ini peringatan terakhir. Berhenti buat deketin Kaya."
Syala merinding melihat tampilan Kakak kelasnya itu begitu menyeramkan.
"Kaya aja gak masalah gue deketin bahkan Kakaknya biasa aja, kenapa lo sewot?" Danu semakin berani, tersenyum mengejek.
Arga melirik sekilas Lio dan Gali yang santai menyesap sebatang rokok sambil menatap ke arahnya.
Sedangkan Danu, lelaki itu menatap angkuh Arga. Melihat Lio dan Gali tidak berniat ikut campur membuatnya semakin yakin bisa mengalahkan Arga dengan jumlah enam lawan satu.
KAMU SEDANG MEMBACA
KAYANTA (ON GOING)
أدب المراهقينWarning : Banyak kata-kata kasar dan kekerasan. Ini tentang Gadis Bernama Kayana Aldaria yang mengklaim teman Kakaknya sebagai cinta pertamanya. Tentang perjuangan Kaya, mengejar lelaki yang bahkan enggan menatapnya. Tentang bagaimana ia berusaha un...