Amarah lelaki dari pantulan cermin terlihat jelas. Wajah memerah, urat-urat di pelipis dan leher mencuat. Pandangannya beralih ke tatto yang ada pada dadanya, terukir nama seorang gadis. Tidak hanya tatto yang menghiasi tubuh lelaki itu, beberapa bekas luka gores dan yang paling parah ada bekas jahitan lebar di bagian perutnya. Luka-luka itu sudah bisa menunjukkan betapa beringas lelaki bernama Arga.
Ctar!
Arga meninju pantulan wajahnya, darah mengalir dari kepalan tangan ke siku. Ia takut gadisnya mulai berpaling, Kaya sudah mulai dewasa maka dengan mudah akan berpaling.
Serpihan kaca berhamburan di lantai, jongkok, mengambil satu serpihan panjang yang memiliki ujung runcing, meremas pecahan itu kala kejadian bertahun-tahun silam kembali terangkai.
"Akh! Gue gak akan bodoh kayak tua Bangka itu, gue gak akan lepasin apa yang udah jadi milik gue." Menggeram, kian kuat meremas pecah kaca di tangannya, mengabaikan darah yang telah mengalir deras. Bahkan ia tidak perduli ketika suara seseorang masuk.
"Adik gue buat lo gila." Lio berjalan santai masuk, duduk di sofa. Mengabaikan darah yang berceceran di lantai.
Lio dan Gali tau password apartemen Arga, tanggal lahir Kaya. Jadi mereka dapat dengan mudah keluar masuk.
"Pasang alat itu kembali!" Emosi yang telah di ubun-ubun menjadikan Arga tidak bisa bersikap tenang, dengan gerakan cepat ia menari kerah baju Lio.
"Lo bisa miliki Kaya kalau cinta lo bener-bener tulus, gue kasih kesempatan buat buktiin kalau perasaan lo sama Kaya bukan cuma rasa penasaran." Lio menyingkirkan tangan Arga dengan sekali sentakan, lelaki itu menatapnya tajam, memindai kata-kata yang barusan Lio ucapkan.
Kini kerah baju Lio sudah penuh dengan noda darah. Berdecak kesal, repot untuk mencari seragam baru.
"Satu kali. Beresin semua masalah lo sama cewek-cewek yang lo mainin apa lagi Syelly, satu bulan lo harus beresin sem--"
"Gue bisa beresin semuanya di bawah satu bulan bahkan satu Minggu!" Arga berteriak, emosinya belum bisa rendah karena tidak bisa tahu siapa saja yang berani mengirim pesan pada gadisnya.
Lio terkekeh, "Gue tau, tapi gue mau satu bulan lo baru boleh miliki adik gue, itupun kalau adik gue masih punya rasa sama lo kalau udah gak, lo gak punya harapan, dan satu lagi lo harus punya batasan sama Ka--"
"Gue tahu Lio!" Arga tidak habis pikir kenapa temanya ini susah sekali mencerna ucapannya, ia sudah bilang berapa kali bila Kaya berbeda dengan gadis lain, ia akan memperlakukan Kaya seperti lelaki normal lain yang tanpa kehidupan kelam.
"Satu lagi gue akan selalu jaga adik gue, satu kesalahan yang lo buat, maka gue bersumpah lo gak akan bisa liat Kaya lagi untuk selama-lamanya!" Raut tenang berubah menjadi tajam menyiratkan bahwa kata-katanya bukan omong kosong belaka.
Arga mulai menciut, bukan karena takut pada lelaki di hadapannya namun, takut Kaya akan di bawa pergi sejauh mungkin hingga tidak mampu menggapai gadis itu lagi.
Mengehela napas, menepuk bahu Arga, sebenarnya Lio tahu bahwa lelaki itu sangat mencintai Kaya tapi, dendam dari masa lalu lelaki itu membuat Lio takut. Arga tidak bisa mengendalikan emosi saat bayangan kelam itu kembali, sebagai Kakak ia tidak akan rela Kaya tersakiti.
Ia bergerak meninggalkan Arga, ingat malam ini Ayahnya harus menghadiri acara teman kantor dan sang Bunda ikut, sedangkan Kaya akan tinggal sendirian di rumah. Meski Lio brensek dan nakal tapi, ia tidak pernah meninggalkan Kaya sendirian di rumah ketika malam.
Sepeninggalan Lio, lelaki pemilik bekas luka di pelipis itu menarik ujung bibirnya, tersenyum tipis. Kesempatan untuk memiliki Kaya terbuka lebar. Namun, rasa kesal masih tersemat jika mengingat selama satu bulan ini ia tidak bisa memantau dengan siapa saja gadisnya saling kirim pesan.
KAMU SEDANG MEMBACA
KAYANTA (ON GOING)
Teen FictionWarning : Banyak kata-kata kasar dan kekerasan. Ini tentang Gadis Bernama Kayana Aldaria yang mengklaim teman Kakaknya sebagai cinta pertamanya. Tentang perjuangan Kaya, mengejar lelaki yang bahkan enggan menatapnya. Tentang bagaimana ia berusaha un...