35. Malam pertama.

8.2K 361 30
                                    

Kaya duduk di tengah-tengah ranjang, memeluk lutut yang tertekuk. Saat pertama kali masuk bangunan berbentuk kastil ini ternyata sudah ada dua orang wanita di dalamnya. Yang paling tua bertugas untuk memasak dan yang mudah bertugas bersih-bersih .

Melirik Arga yang telaten mengeluarkan pakaiannya dari koper untuk disusun rapi ke dalam lemari. Sesekali terdengar suara siulan lelaki itu yang terlihat sangat bahagia, begitu kontras dengan keadaan Kaya.

Ia memejamkan mata erat-erat, malu. Arga mulai mengeluarkan pakaian dalamnya dari dalam koper. Terdengar suara kekehan dari lelaki itu.

Setelah semuanya selesai, lelaki itu beralih pada meja hias, mulai meletakan perlengkapan Kaya di atas meja sambil mengingat merk skincare yang gadisnya gunakan, agar saat habis ia dapat membelinya.

Setelah semuanya selesai lelaki pemilik bekas luka di pelipis ini membuka baju kaos, tersisa celana jeans hitam, jam tangan serta gelang hitam berbandul huruf K kecil di lengan kanan.

Kaya semakin merapat pada sandaran ranjang saat Arga mulai mendekat, duduk tepat di sebelahnya. Lelaki itu masih memasang senyum menawan sambil mengelusi rambut lepek Kaya. Namun, sayang, senyum menawan dan perilaku lembut itu terlihat menakutkan bagi gadis ini.

"Ayo turun, makan."

Kepala yang tertunduk di atas lipatan tangan itu menggeleng. Jangankan untuk makan bernapas pun Kaya tidak bernafsu.

"Oke, gue bawain makanannya ke sini, setelah makan lo harus ganti pakaian dan istirahat." Arga beranjak, mengambil makanan, tidak mengidahkan gelengan serta isak Kaya yang semakin kencang.

Lelaki ini sadar akan penolakan gadisnya tapi, egonya tidak mau diabaikan, ia terus memberi makan egonya hingga melupakan tangis sang kekasih.

Terdengar suara pintu tertutup. Kaya mulai berani kembali mendongak, keadaanya kacau. Mata bengkak, hidung memerah, bibir ikut bengkak akibat ia gigit, rambut lepek. Menatap keluar jendela, keadaan di luar begitu gelap, tidak ada lampu jalan atau pun lampu komplek. Kembali menangis ketika kenyataan menghantam bahwa ia berada di tempat terpencil.

Ceklek!

Buru-buru Kaya menyembunyikan wajahnya di balik lipatan tangan seperti semula, keengaanan menatap wajah lelaki yang dulu ia puja semakin mendominasi.

Arga sadar akan itu. Cengkramanya terhadap nampan semakin kencang. Sebisa mungkin ia pendam kemarahan yang sudah akan meledak. Arga tidak ingin kekasihnya semakin menangis, sudah cukup tangisan yang membuat kepalanya ingin pecah hari ini.

"Gue tahu, lo pasti gak nafsu makan nasi, jadi gue minta mereka buat mie ayam sama bakso, ada waffle juga." Arga kembali duduk sebelah Kaya, meletakan nampan yang ia bawa di atas nakas. "Mau apa, Sayang?"

Kaya merinding ketika kata “Sayang” keluar di bibir Arga. Tidak menyaut. Semakin membenamkan kepala diantara lutut dan lipatan tangan.

Urat-urat pada lengan serta leher Arga mencuat tegang, seakan hampir putus, amarahnya sudah ada di ujung. Ia alihkan dengan mengambil gelas kaca berisi air putih untuk diberikan pada Kaya. "Minum."

Masih tidak ada gerakan. Semakin tegang Arga, genggaman pada gelas itu semakin erat.

Ctar!

Gelas yang ia genggam pecah, beling berserakan di atas ranjang berserta isi di dalamnya.

Tangis Kaya kembali terdengar, kakinya semakin tertekuk, kepalanya semakin dalam tertunduk, melingkup bagai bola kala percikan air serta beling bersentuhan dengan kulitnya.

Brak!

Nampan berisi makan tadi menghantam dinding kala tangis Kaya semakin kencang. Arga kembali mengelus rambut lepek kekasihnya namun, kali ini elusan itu terkesan menekan. "Stt..., Jangan nangis, makanannya masih banyak, kamu tetap bisa makan."

KAYANTA (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang