16. Wanita Ular.

7K 362 7
                                    

Arga menatap bangunan megah di hadapannya, dulu rumah besar ini adalah tempat ia pulang, sekarang rumah ini tempat yang selalu Arga jauhi.

Pagar yang menjulang tinggi di hadapannya terbuka secara otomatis. Santai memasuki rumah. Beberapa pelayan yang telah lama berkerja tersenyum melihat kedatangan putra pemilik rumah. Arga tersenyum, meski terpaksa ke sini. Pagi tadi saat ia menginap di hotel kedua bodyguard Basta datang untuk menyampaikan agar datang ke rumah.

"Aku kangen banget sama kamu."

Sebuah lengan melingkar di perut serta suara yang terdengar menjijikan membuat Arga bertambah muak dengan takdirnya yang membuat dirinya dikelilingi wanita tidak tahu malu.

"Lepas." Arga mendorong gadis itu hingga terjatuh.

Kembali melangkah, meninggalkan gadis yang terjerbab di lantai sambil meringis memegangi siku. Namun, seakan kurang puas teriakan meleking dari salah satu wanita ular dalam rumah ini terdengar.

"Dasar anak gak tahu diri! Kamu apain anak saya!"

Arga tidak memperdulikan teriakan itu, terus melangkah menuju kamarnya, kamar yang sudah dua tahun tidak menjadi kamar tempat ia pulang lagi. Air mata lelaki pemilik tatto di dada ini perlahan menyeluruh, melihat papan kecil tergantung dengan tulisan "Gaga Jagoan Papa" depan pintu kamar.

Melepas gantungan itu. Membuka pintu, kamar yang tampak begitu rapi, ia yakin kamar ini selalu di bersihkan oleh Bik Ina. Tanpa rasa takut lelaki ini duduk pinggir jendela. Memejamkan mata, menikmati rasa sendiri di dunia, tidak ada satu pun orang mendukung kecuali gadis pemilik iris coklat cerah yang sudah tiga hari ia rindukan. Gadis itu selalu tersenyum manis, memuja setiap apa pun yang ia lakukan. Dan Arga tidak ingin melepas satu-satunya bahagia yang ia punya.

Sayup-sayup terdengar suara langkah kaki, lelaki ini tahu sebentar lagi akan ada drama yang di ciptakan dua wanita ular tadi.

Brak!

Suara pintu terbuka secara kasar, terlihat jelas amarah pada wajah lelaki paruh baya itu. "Apa yang kamu lakukan pada Adik kamu Arga!"

"Dia bukan Adik gue." Arga menatap keluar jendela, menutupi kesedihannya.

Arga lelaki pembuat onar. Pemberontak. Urak-urakan. Di mana ada masalah di situ pasti ada dia. Keras. Kasar. Namun, kenyataannya ia tetap seorang anak. Ia pikir lelaki paruh baya di belakangnya ini tidak akan meninggalkannya seperti wanita yang ia panggil Mama beberapa tahun silam tapi, pikiran itu salah. Tidak ada yang peduli, ia seperti yatim piatu.

Semua orang selalu berucap pedas, tanpa berpikir bahwa ia terbentuk menjadi pribadi yang buruk karena keadaan.

"Arga! Kamu ini memang--"

"Gak tahu diri?" Terkekeh. Kembali terluka, benar-benar terluka tapi siapa yang perduli?

"Kenapa kamu dorong dan bentak Stella? Kamu gak suka dia tinggal di sini?! Dia berhak tinggal di sini karena dia anak Papa juga."

"Gue memang dorong dia karena ada sebab. Tapi siapa peduli? Mau gue jelasin tetep aja di anggep omong kosong, jadi terserah Papa aja mau gimana." Arga menunduk, melihat papan kecil yang tergantung depan pintu kamar di genggamannya.

"Papa bosan dengan kelakuan kamu Arga! Papa abis keluar uang lagi gara-gara nutupin wanita yang mau minta tanggu jawab sama kamu! Dan tiga hari lalu kamu kembali mukulin anak orang sampe masuk rumah sakit."

"Udah gue bilang berkali-kali gue gak kenal mereka, tapi siapa peduli dengan omongan gue. Dan soal cowok itu, emang salah dia usik punya gue."

"Kamu itu di bilangin! Papa tahu kalau tadi kamu hampir mau lecehin adik kamukan!"

KAYANTA (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang