24. Ketauan?

7.5K 382 10
                                    

Lio berhadapan dengan lelaki yang tampak santai menyesap tembakau. Ia mengalihkan pandangan ke sudut pagar pembatas belakang sekolah, di sana salah satu temannya sedang
serius berbicara lewat telepon, ikut duduk,
Bersandar, menatap kepulan asap di udara.

Ia telah memikirkan matang-matang semalam, dan memilih mengalah pada emosi dan ego. Lio tahu jika Adiknya sudah menjadi objek obsesi temannya sendiri.

"Lo bawa ke mana?"

Arga berhenti sejenak menyesap batang tembakau di antara jarinya, menatap Lio sebelum tersenyum miring. "Lo tahu?"

"Pasti, sedetik pun Kaya gak akan lepas dari pengawasan gue. Lo gak ngerusak adik gue kan semalam?" Memalingkan wajah, takut atas jawaban Arga. Semalam Lio sudah berjanji pada dirinya sendiri, jika hal buruk itu terjadi ia rela mendekam dalam penjara hanya demi mencabut nyawa Arga.

Arga mematikan puntung rokok yang masih setengah, lagi-lagi tersenyum. Namun, senyumnya seakan menyesal. "Iya. Gue rusak kulit kakinya."

Bug

Bug

Dua pukulan talak menghantam rahang Arga. Arga tertawa, seolah-olah itu adalah candaan.

"Perwakilan buat Adik lo?" Ia masih tertawa, menganggap tingkah kekerasan yang mereka lakukan adalah hal yang lumrah.

"Kalau bukan gue siapa lagi. Adik gue mana bisa balas lo."

Sedangkan lelaki yang ada di pojok pagar pembatas hanya menatap sebentar sebelum kembali fokus pada ponselnya.

"Frustasi banget itu bocah."

Arga ikut melihat arah pandang Lio, tampak Gali begitu frustasi berbicara dengan seseorang di balik telepon

"Karin mau di jodohin. Keluarga Karin ngerasa Gali gak serius dan cuma gantung anaknya." Jelas Arga.

Lio mengangguk, mengerti. "Ga, lo harus mulai berhenti sama hubungan ini, Kaya gak bisa jadi samsak lo terus, gue berusaha buat sabar terima kejadian semalam demi Kaya, tapi gue gak bisa percayain sepenuhnya sama lo. Kalau bokap tahu, lo gak akan bisa liat Adik gue lagi selamanya."

Arga hanya membalas dengan senyum culas, menganggap ucapan itu hanya angin lewat.

Tetap tenang ekspresi Lio. Berdiri, hendak berlalu sebelum suara lawan bicaranya tadi terdengar, bertanya.

"Ke mana?"

"Kelas."

"Tumben banget." Arga bersandar, nyaman, tidak ada tanda-tanda dari lelaki itu beranjak meski jam pelajaran pertama sebentar lagi akan berbunyi.

"Mau kasih surat Adek gue. Satu lagi, gak usah ajarin Adek gue bohong." Lio ingat betul saat Bundanya menitipkan surat izin Kaya, gadis itu berdusta dengan mengatakan kelelahan karena terlalu banyak belajar.

Semua orang rumah percaya, bahkan Lio mengikuti alur kebohongan Adiknya. Sulit untuk bersikap biasa saja saat melihat Kaya berbohong dengan begitu mudah.

Sampai Lio pada pintu kelas, bertuliskan X IPA 3 pada atas bingkai pintu. Ramai, bingung ingin memanggil siapa, pandangan Lio jatuh pada gadis rambut poni, pendek seperti Dora.

KAYANTA (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang