TITIK SATU 11 - Jauhi Raga!

3.8K 301 59
                                    

HALLO!!! HALLO!!! HALLO!!!

Ketemu lagi nih sama Cosu, Cintah!!!

Gimana kabarnya hari ini? semoga baik-baik aja ya.

Niatnya mau update semalem, nunggu Hp di cas eh malah ketiduran. Maafin ya, Cintahhh

Jam berapa dan hari apa kamu baca bagian ini?

Kalian lagi seneng atau lagi badmood nih?

Ada yang nungguin cerita ini update nggak sih?

TITIK SATU ini adalah cerita ketiga Cosu dan semoga Cintah semua suka ya!!!

Yuk bantu doa dan share cerita ini supaya sukses dan tamat sampai akhir...

Jangan lupa untuk selalu dukung Cosu dengan Vote dan Coment ya. minimal Vote deh. Belajar untuk menghargai kerja keras orang lain, OK!!!

Oiyah, Mimpi atau Cita-cita Cintah apa? yuk coret-coret disini supaya Cosu bantu doa.

Sudah siyap baca???

Skuy gasken!!!

________________________________________________________________________________

SELAMAT MEMBACA CINTAH

________________________________________________________________________________

Lo nggak bisa sebut orang dengan kata aneh hanya karena satu kekurangannya yang bahkan lo sendiri nggak tahu kalau ternyata ada banyak kelebihan dalam dirinya.

Rere menuliskan kata terakhir dari papan tulis putih didepannya ke buku bergaris yang sudah terdapat banyak catatan diatas mejanya. Rere menghembuskan nafas lega, menaruh pulpennya ditengah buku lalu menutup bukunya.

"Kok adasih orang yang suka belajar?" gumam Rere menatap lurus kearah papan tulis putih didepannya.

"Re," panggil seseorang dari bangku didepannya. Rere yang merasa terpanggil langsung menoleh dan memusatkan atensinya dengan alis yang terangkat satu.

"Apa?" tanya Rere.

Glenca yang memutar duduknya menghadap Rere, menatapnya dengan tatapan yang sangat sulit untuk Rere artikan. Ia mengambil ponsel dari dalam saku almamater putihnya, berkutat dengan layar ponsel lalu kembali menatap Rere.

"Gue sudah kembalikan semua uang yang lo kasih, untuk gantinya lo jauhi Raga!" ucapnya tiba-tiba dengan nada tegas dan menutut.

Tidak lama, suara notifikasi yang berasal dari ponsel Rere yang ada diatas meja terdengar. Tanpa perlu melihatnya, Rere sudah tahu. Keningnya semakin berkerut bingung, "Gue nggak pernah deketin Raga," ungkap Rere.

Glenca tersenyum miring, mengejek, "Tapi lo selalu cari simpati untuk bisa deket sama dia."

Kedua tangan Rere sontak mengepal kuat, tatapannya menajam, "Maksud lo apa?"

"Berhenti bertingkah seperti orang yang paling menderita di dunia. Raga selalu bantu lo karena dia kasihan," ucapnya yang semakin menyulut emosi Rere.

Rere keluar dari mejanya, mendorong bahu Glenca, "Gue. Nggak. Semenyedihkan itu!" tekan Rere pada setiap katanya.

Glenca dengan gesit menghempas tangan Rere dari bahunya, mengusap bahunya seolah bekas sentuhan Rere adalah kotoran.

TITIK SATUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang