TITIK SATU 27 - Very Bad

2K 218 46
                                    

HOLLA!!! GIMANA KABARNYA CINTAH? SEMOGA BAIK-BAIK AJA YA.

HARI APA DAN JAM BERAPA KALIAN BACA BAGIAN INI?

ADA YANG NUNGGU CERITA INI UPDATE?

MAAF BANGET YA AKU BARU UP. AKU LAGI PUSING CARI LOKER HAHAHA.

LANGSUNG AJA YA.

---------------------------------------------------

SELAMAT MEMBACA CINTAH

---------------------------------------------------

Semua cinta memiliki rumah namun tidak semua cinta bisa pulang.

"Don't touch!"

Suara berat penuh penekanan itu dalam sekejap langsung membuat jantung Rere seolah berhenti berdegub dan jangan lupakan tangan besarnya yang mencengkram pergelangan Rere dengan sangat kuat.

Rere merasakan seluruh otot tubuhnya seperti mati, kakinya lemas.

Rere melepas pegangan tangannya pada knop pintu dan saat itulah tangan besar milik Ken juga ikut terlepas dari pergelangan tangan Rere.

Rere menghela nafasnya pelan dan dengan gugup sedikit memundurkan tubuhnya lalu berbalik menghadap Ken.

Rere memberanikan dirinya, menaikkan wajahnya dan menatap Ken. Saat itulah tatapan tajam mematikan itu langsung menghunus netra kebiruan milik Rere.

Rere meneguk silivanya dengan kasar dan sontak kembali menundukkan kepalanya. Entahlah, aura Ken benar-benar kuat dan itu membuat Rere tak berani walau hanya untuk menatap netra hitam legam itu.

"So-sorry," cicit Rere.

Tak berniat menjawab, laki-laki itu langsung melewati Rere dan masuk ke dalam kamarnya.

Kedua tangan Rere sontak mengepal kuat, giginya mengertak. Ia berbalik, menatap pintu yang sudah tertutup itu dengan sengit.

"Dasar! Laki-laki bisu! Gak punya hati!" maki Rere pelan, menunjuk-nunjuk pintu kamar yang sudah jelas tertutup itu dengan menggebu. Suaranya sangat pelan hingga hanya hembusan angin saja yang terdengar.

Rere menggeram kesal, memukul-mukul udara hampa di depannya, "Awas lo ya! Gue sumpahin suka lo sama gue!"

Untuk penutup, Rere menengadahkan satu tangannya ke depan wajah dan meludahinya. Ia tersenyum menyeringai, melangkah mendekati pintu dan mengusap tangannya itu pada badan pintu.

"Pelet mahal," kekehnya lalu melengos pergi dengan perasaan puas di hatinya.

Rere duduk di sofa menatap semua makanan yang Danias pesan belum tersentuh sama sekali. Ia menghela nafas kesal, mengambil ponselnya dari saku almamater dan menghubungi Raga.

Satu kali.

Dua kali.

Bahkan tiga kali namun belum juga mendapati jawaban.

Tidak ingin menyerah, ia beralih menghubungi Danias. Namun sama saja. Kedua iblis itu seolah sengaja meninggalkan Rere dalam neraka.

Rere merasakan perutnya bergetar, suara gemuruh terdengar dari sana. Rere menyentuh perutnya seraya mengelusnya pelan.

"Sabar ya cacing-cacing Bunda."

Rere melirik beraneka ragam makanan yang ada di atas meja. Matanya mengeluarkan binar dan tanpa sadar meneguk silivanya berulang kali.

TITIK SATUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang