Holla!!! selamat malam sabtu Cintah!
Gimana kabarnya nih? semoga baik-baik aja ya.
Jam berapa dan hari apa kalian baca bagian ini?
Langsung gas aja yuk!!!
____________________________________
SELAMAT MEMBACA CINTAH
____________________________________
Ketika seseorang tidak lagi memperhatikanmu, seharusnya kamu mengerti bukan bersedih. Kamu hanyalah salah satu warna dari beribu warna yang ia ciptakan dalam hidupnya. Apa yang menjamin jika kamu warna favoritnya? Jelas-jelas selera orang bisa berubah-ubah.
Satria yang baru sampai langsung memarkirkan motor besarnya di parkiran yang sudah cukup padat. Ia merapihkan seragam depannya dan bergerak maju dengan langkah pasti sambil menyugar rambutnya ke belakang.
Hari ini sekolahnya mendapat undangan untuk berkunjung di salah satu sekolah ternama yang berartikan bintang bersinar. Hanya beberapa murid saja yang datang untuk menjadi perwakilan dan itu adalah kelompok anak-anak yang cukup pintar di sekolah mereka.
Dua puluh murid lainnya sudah datang lebih dulu pagi tadi bersama dengan guru mereka dan Satria datang seorang diri menjadi murid ke dua satu.
Jika kalian berpikir bahwa Satria masuk ke deretan anak-anak pintar, kalian jelas salah. Dia masuk ke dalam murid yang memiliki kemampuan otak biasa saja. Tidak pintar juga tidak bodoh.
Jika di sekolah biasanya, orang seperti Satria tidak akan di kenal. Namun tidak dengan Satria. Hampir seluruh murid mengenalnya bahkan semua guru mengenalnya. Bukan karena dia memiliki wajah paling tampan di sekolah atau tingkahnya yang membuat perhatian seluruh penghuni sekolah mengarah padanya. Bukan.
Satu hal yang membuatnya demikian.
Dia adalah anak pemilik sekolah.
Itulah yang menyebabkan ia di kenal di sana.
Tapi Satria tidak sombong. Tidak angkuh. Dia sama sekali tidak memanfaatkan posisinya sebagai anak dari orang yang sangat berpengaruh di sekolah. Dia tetap ingin berbaur dengan banyak orang, tak memilih-milih teman bahkan dia mau mengejar Zeline yang sudah jelas-jelas selalu menolaknya. Melukai hati dan harga dirinya.
Jika dia mau. Satria bisa saja membuat Zeline di keluarkan dari sekolah. Tapi dia tidak. Menurutnya itu sangat tidak adil. Lagipula, menjadi anak dari pemilik sekolah tidak menjadikannya penguasa sekolah. Dia hanya ingin menjadi anak seusianya seperti yang lain.
Sejujurnya Satria sangat tidak ingin datang ke sekolah ternama ini. Sekolah yang ia yakini tak sebaik yang ia dengan di luar. Dia tahu bagaimana kehidupan dan prilaku orang-orang kaya karena tak bisa di pungkiri dia sering bertemu dengan orang-orang seperti itu.
Ayahnya adalah seorang pengusaha yang cukup sukses. Membangun sekolah untuk membantu orang-orang dengan ekonomi menengah kebawah. Ayahnya serinng bertemu dengan kolega-kolega yang membuatnya juga harus ada di tempat yang sama.
Tempat yang selalu membuat Satria muak dan ingin sekali memotong telinganya. Orang-orang kaya itu selalu saja membangga-banggakan dirinya dan keluarganya. Memuji diri sendiri dan memamerkan harta yang mereka dapat.
Belum lagi anak-anak mereka yang memakai pakaian dan aksesoris serba mahal. Memamerkannya satu sama lain, bersaing ingin jadi yang terbaik, saling melukai hati dengan perkataan tajam mereka tanpa memikirkan bagaimana perasaan orang yang mendengar. Mereka sangat tidak peduli dengan sekitar. Yang mereka pedulikan hanya menjadi nomor satu.
KAMU SEDANG MEMBACA
TITIK SATU
Fiksi RemajaRere, seorang gadis yang mentalnya telah di rusak habis-habisan oleh keluarga. Memiliki tekad kuat untuk membuat sang Papa menyayanginya. Dalam perjalanannya menuju angan bahagia, ada Raga yang selalu berusaha ada untuknya. Membiarkan sang pacar, Ze...