TITIK SATU 34 - Tentang Prioritas

2.2K 177 41
                                    

Holla!!! selamat malam Cintah!!!

Gimana kabarnya nih? semoga baik-baik aja ya.

Jam berapa dan hari apa kalian baca bagian ini?

Ada yang nungguin nggak?

Langsung gas aja yuk!!!

____________________________________

SELAMAT MEMBACA CINTAH

____________________________________

Sebenarnya, bukan tentang seberapa sibuknya dia. Namun, tentang seberapa pentingnya kamu bagi dia.

Raga menepuk-nepuk pelan bahu kiri Danias, menatapnya dengan remeh, "Gak usah sok-sokan mau gantiin gue. Urus aja predikat cowok tampan seantero sekolah lo," ucapnya, lalu pergi begitu saja meninggalkan Danias yang menatapnya dengan sangat kesal.

Danias menghela nafas pelan seraya menggeleng, menyugar rambutnya ke belakang, "Kalah ganteng, bilang mbak!" teriaknya yang masih bisa terdegar oleh gendang telinga Raga.

~~~

Raga berlari tergesa memasuki gedung rumah sakit, bertanya pada suster yang berjaga di tempat administrasi tentang kamar Rere. Setelah mendapatkannya ia tak membuang banyak waktu lagi dan langsung berlari mencarinya.

Raga berdiri tepat di depan ruang VIP 3, menyentuh knop pintu dan memutarnya.

Raga yang terlalu cemas dan terkesan terburu-buru jadi tak memastikan keadaan di dalam terlebih dahulu. Padahal jendela kaca di ruang inap Rere gordenganya terbuka.

Saat pintu terbuka dan Raga langsung masuk tanpa permisi, ia dikejutkan oleh keberadaan suster juga Dokter yang ternyata tengah memasang infus di tangan Rere.

Semua yang berada di dalam langsung menoleh pada Raga kecuali Rere yang saat ini kembali terbaring dengan tubuh yang lemah.

Raga tersenyum kikuk, sedikit memundurkan langkahnya dan menunduk sopan, "Maaf Dok," ucapnya.

Baru saja Raga akan memutar tubuhnya dan keluar, ucapan Dokter justru lebih dulu menghentikannya.

"Saya sudah selesai. Jika kamu mau menjenguknya sekarang, silahkan," ujar Dokter. Memastikan sekali lagi selang infus milik Rere, lalu pergi dari sana diikuti oleh suster yang mengekor di belakangnya.

Setelah Dokter dan suster benar-benar pergi, Raga menutup pintu dan mendekati Rere. Menarik kursi dan duduk di samping brangkar yang Rere tempati. Menatap gadis yang terbaring dengan wajah pucat itu penuh iba.

Ya, beberapa waktu lalu saat suster mengantarkan Rere ke kamarnya, tiba-tiba saja kondisi tubuh Rere menurun. Perempuan itu jatuh pingsan saat suster membantunya naik ke brankar.

Beruntungnya saat itu suster ada di dekatnya yang dengan cepat langsung memanggil Dokter dan Rere mendapat penanganan. Infus yang semula tidak diperlukan, kini jadi sangat di perlukan. Imun di tubuh Rere semakin menurun, tubuhnya terus melemah membuat Dokter harus memberinya infus.

Raga menyentuh tangan Rere, mengetuk-ngetuk jari gadis itu dengan pelan.

"Re... gue minta maaf," ucapnya tulus. Raga benar-benar merasa bersalah.

Jika saja Raga tidak membuat jarak dan terus menjaga Rere, Raga yakin hal ini tak akan pernah terjadi. Sekalipun terjadi, Raga pasti akan menjadi orang pertama yang membuat gadis itu kembali bangkit. Memeluk gadis itu dan mengatakan bahwa semuanya akan baik-baik saja.

TITIK SATUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang