TITIK SATU 8 - Ingatan menyakitkan

3.4K 330 31
                                    

HALLO!!! HALLO!!! HALLO!!!

Ketemu lagi nih sama Cosu, Cintah!!!

Gimana kabarnya hari ini? semoga baik-baik aja ya.

Jam berapa dan hari apa kamu baca bagian ini?

Kalian lagi seneng atau lagi badmood nih? Kalau Cosu pastinya seneng karena hari ini waktunya TITIK SATU update. Tapi maaf ya karena malem banget hahaha.

Ada yang nungguin cerita ini update gak sih?

TITIK SATU ini adalah cerita ketiga Cosu dan semoga Cintah semua suka ya!!!

Yuk bantu doa dan share cerita ini supaya sukses dan tamat sampai akhir...

Jangan lupa untuk selalu dukung Cosu dengan Vote dan Coment ya. minimal Vote deh. Belajar untuk menghargai kerja keras orang lain, OK!!!

Oiyah, Mimpi atau Cita-cita Cintah apa? yuk coret-coret disini supaya Cosu bantu doa.

Sudah siyap baca???

Skuy gasken!!!

________________________________________________________________________________

SELAMAT MEMBACA CINTAH

________________________________________________________________________________

Sesuatu yang menyakitkan kenapa selalu terukir dalam diingatan? Itu, sangat melelahkan.

Rere mengenakan jaket kulit hitam yang melekat ketat di tubuhnya, menggantikan almamater putih sekolah yang seharusnya ia kenakan. Rok pendek dan kaos kaki pendek melengkapi penampilannya. Penampilan yang benar-benar sangat melanggar peraturan sekolah.

Rambut kecokelatan panjangnya ia biarkan terjuntai bebas, polesan make up yang sangat nyentrik membuat penampilannya benar-benar terlihat berbeda hari ini. Penampilan menantang. Ya, anggap saja begitu.

Rere melihat pantulan dirinya di cermin datar. Fokusnya kini ada pada luka yang masih basah di keningnya. Dia dengan senagaja membiarkannya terbuka. Tanpa sadar kedua tangan Rere mengepal dengan kuat, dia menggeram marah.

"Awas ya lo, Damar!" ucapnya penuh penekanan.

Ia mengambil tas hitam miliknya, menyampirkannya di bahu kanannya lalu keluar dari kamar.

Sudah menjadi kebiasaan seorang Rere setiap berada di rumah adalah mengedarkan pandangannya. Dia melewati tangga menuju ke bawah begitu saja, terus melangkah menuju kamar orangtuanya.

Rere berdiri di depan pintu berwarna hitam dengan kaku, tangannya yang semula tenang mulai gemetar. Rere menggelengkan kepalanya pelan, meremas kedua tangannya seraya menarik nafas dalam untuk menghilangkan ketakutannya.

Perlahan, tangan kanan Rere terangkat menyentuh knop pintu. Baru saja ia ingin memutarnya, seseorang dari belakang dengan cepat menarik rambut Rere dan mendorongnya hingga kening Rere kembali menghantam dinding.

BUGH

Sangat keras.

Rere meringis, memegangi kepalnya dan merasakan darah segar kembali mengucur pada keningnya. Luka itu kembali mengeluarkan darah.

"Siapa yang membolehkan kamu menyentuh pintu kamar saya?" ujar Lintar dingin.

Deg! Bagai tersambar petir di siang bolong. Rere merasakan jantungnya berdegub dua kali lebih cepat dari biasanya. Kedua netra birunya terbuka sempurna dengan kedua tangan yang sekuat mungkin ia remas untuk menyembunyikan gemetarnya.

TITIK SATUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang