TITIK SATU 1 - Perlakuan Papa dan Kak Raka

8.3K 642 40
                                    

Hallo semua!!! ketemu lagi sama COSU ^_^

Siap nggak nih buat masuk ke cerita?

Siap dong yah??? kalau nggak kuat tinggal tidur aja nggak papa.

Oiyah... jangan lupa untuk Vote dan Comment pastinya.

Nggak juga nggak papa sih. Hak kalian, hehehe.

Yuk langsung gas aja!!!

_____________________________________________________________________

SELAMAT MEMBACA CINTAH

_____________________________________________________________________

Tidak ada yang baik, semua rusak.

"Jangan!"

"Jangan!"

"Jangan, Pa. Sakit."

"Jangan!" teriak Rere, kedua netra birunya yang semula terpenjam sontak terbuka, nafasnya memburu. Tetesan keringat sudah membanjiri tubuhnya.

Rere menghela nafas lega, kembali memejamkan matanya. Ternyata, hanya mimpi. Rere meringis, mimpi ini selalu saja menganggu tidurnya. Mimpi yang tak kalah menyeramkan dengan dunia nyatanya.

Lintar. Dia selalu datang, menganggu dan merusak kedamain Rere.

Rere mengusap wajahnya pelan, membuka matanya seraya menatap langit-langit kamarnya dengan hampa. Tidak ada yang menarik dalam hidupnya. Semuanya akan selalu terasa sama. Menyakitkan. Namun, kenapa Tuhan harus selalu membuatnya kembali bangun? Bukankah semuanya akan menjadi lebih baik jika Tuhan mengambil nyawanya? Rere akan terbebas dan Rere tidak akan lagi menderita. Tapi sepertinya Tuhan tidak pernah rela akan hal itu.

Rere menghela nafas pelan. Lagi-lagi dia harus menjalani kehidupan yang tidak pernah ingin dia jalani.

Disingkapnya selimut tebal yang membalut tubuh Rere, bangun dan mendudukkan tubuhnya di tepi ranjang. Rasanya sangat berat, namun mau tidak mau Rere harus kembali menjalani hidupnya. Tidak ada yang bisa Rere lakukan selain berharap bahwa hari ini tidak seburuk hari kemarin.

Rere menghela nafas pelan, menatap telapak tangannya yang masih terdapat bekas luka yang cukup dalam disana.

"Kalau nggak gue perban, nanti banyak yang tanya," gumamnya.

Rere bangun, berjalan lemas seolah tidak lagi memiliki tenaga ditubuhnya lalu masuk kedalam kamar mandi untuk melakukan ritual paginya.

Dia sudah siap dengan setelan seragam sekolahnya, blazer berwarna putih juga rok pendek diatas lutut dengan motif kotak berwarna merah. Rere menuruni anak tangga perlahan dengan mata yang terus bergerilya. Suasana rumah terlihat sangat sepi. Harusnya itu menjadi hal yang biasa untuk Rere, karena hampir tiga tahun ini memang tidak pernah ada lagi kehidupan dirumahnya.

Tidak ada lagi kehangatan sebuah keluarga. Hanya ada kekacauan, keributan, pertengkaran dan penyiksaan.

Rere menatap pada ruangan besar disamping kananya, meja makan yang sangat panjang terhampar disana, segala jenis makananpun telah tersaji namun tidak ada satu orang pun yang duduk di depannya. Sepi dan hampa, hanya ada asisten rumah tangga yang tengah menyiapkan segalanya.

Rere mendongakkan kepalanya. Dia, merindukan masa-masa dulunya.

Walau kisah lamanya tidak seperti yang ia harapkan, setidaknya masih ada sesercah kebahagian. Tidak seperti sekarang. semuanya hilang, dan entah kapan akan kembali terulang. Atau justru tidak akan lagi?

TITIK SATUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang