TITIK SATU 29 - Peringatan

1.9K 173 24
                                    

HOLLAAAAA KETEMU LAGI KITAAA. MAAF BANGET YA KARENA BARU UPDATE SETELAH HAMPIR DUA BULAN.

SELAMAT HARI KEMERDEKAAN SEMUA. MULAI KEMARIN, AKU BERTEKAD UNTUK MERDEKA DARI PIKIRAN KU SENDIRI.

KANGEN NGGAK? ADA YANG NUNGGUIN NGGAK?

GIMANA KABAR KAMU? SEMOGA SEHAT SELALU YA.

KATANYA 40 ORANG BISA BANTU NGABULIN DOA. AKU MAU MINTA TOLONG BANTU DOA YA SUPAYA AKU BISA CEPET DAPET KERJA🙏🏼

TERIMAKASIH.

JAM BERAPA DAN HARI APA KAMU BACA BAGIAN INI?

JANGAN LUPA UNTUK VOTE DAN COMENT YA KALAU KAMU SUKA BAGIAN INI.

LANGSUNG AJA OK.
__________________________________

SELAMAT MEMBACA CINTAH
__________________________________

Kebanyakan orang lebih suka menutup mata daripada menyadari apa yang sebenarnya terjadi.


Rere bangun pagi-pagi sekali, mata sayu dengan lingkar hitam di bawah matanya terlihat begitu kentara di kulit putihnya. Tepat pukul 06.45 ia melewati lorong sekolah masih dengan penampilannya yang menyerupai Riri. Rambut ikal dengan bando pink itu kini seolah menjadi ciri khas baru baginya. Mata indah yang terlihat lelah itu terus tertuju pada satu halaman buku di tangannya.

"Awshhh-," tubuh Rere tersungkur, membuat buku paket besar ditangannya ikut terlempar dan jatuh begitu saja di lantai. Ia mendongak, menatap tajam pada Damar dan kedua antek-anteknya.

"Upsss! Sorry," ucap Amel, tertawa sinis.

Frisca mengambil buku paket yang berada tak jauh dari Rere, membaca judul yang tercetak cukup besar di cover depan. Gelak tawa keluar begitu saja dari mulutnya, menatap Rere begitu remeh.

"Lo mau sok pintar?" tanyanya, kakinya melangkah maju mendekati Rere, "Lo itu cewek aneh, nggak usah mimpi!" kecamnya, melempar buku itu ke lantai dan menginjaknya.

Rere naik pitam, darahnya seolah mendidih hingga ke ubun-ubun. Tangannya yang semula mengepal kuat kini berganti mencekram kaki Frisca dengan kuat, membuat sang empu meringis dan menarik kakinya dengan kasar hingga tanpa sengaja mengenai dagu Rere dan membuatnya meringis. Dagunya terasa berdenyut nyeri.

Damar dan Amel tertawa puas sedangkan Frisca yang masih sangat kesal mulai mengangkat satu kakinya dan berencana menginjak satu telapak tangan milik Rere yang terdampar bebas di lantai.

Belum genap gerakan kaki Frisca, Rere sudah lebih dulu menarik tangannya, mengambil buku miliknya dan beranjak bangun. Ia dengan sekuat tenaga mendorong bahu Frisca, membuat sang empu terdorong satu meter di depannya. Rere menatapnya dengan buas.

"Minggir! Sampah nggak seharusnya ada di tengah jalan!" ucapnya, melewati Frisca, Amel dan Damar begitu saja.

Ya, Rere lebih memilih pergi dan tidak memperpanjang masalah. Beberapa waktu lalu dia telah menekatkatkan diri untuk tidak membuat satu masalah pun di sekolah. Dia tidak mau sampai Papa nya mendengar sesuatu hal buruk tentangnya. Ya, walau dari semua perbuatan buruk Rere bukan dia yang pertama memulainya. Rere hanya membela diri, tapi apa Lintar peduli itu?

Rere hanya ingin fokus pada tujuannya saat ini. Belajar, belajar dan belajar, memenangkan tes olimpiade, masuk ke final dan membuktikan pada Papanya bahwa Rere tidak sebodoh yang ia pikirkan. Rere bisa menjadi anak yang membanggakan.

Rere akan merubah semua dalam hidupnya. Menjadi lebih sabar dan fokus pada tujuannya. Raga benar, pergi bukanlah satu-satunya jalan yang ia punya saat ini. Rere masih memiliki banyak hal yang bisa ia lakukan. Lagipula, dalam hati terkecil yang Rere miliki dalam dadanya, ia ingin hidup lama. Hidup dengan berjuta cinta.

TITIK SATUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang