Hallo Cintahhhh!!! Selamat malam sabtu.
Cieeee yang malam sabtuannya cuma rebahan doang. Cari ayang dong!!! Di shoope banyak.
Gimana nih cerita hari ini? Ada yang seru nggak? Kalau Cosu lagi berbunga-bunga karena mamang kurir hehehe. Maafin curhat sendiri.
Hari apa dan jam berapa kamu baca bagian ini?
Udah siap belum?
Langsung gas aja deh.
Vote dan comentnya jangan lupa, OK!
________________________________
SELAMAT MEMBACA CINTAH
_________________________________Deritamu adalah milikmu. Sedetail apapun kamu menceritakannya pada lubang hampa, mereka hanya akan menggema. Berpura-pura mengerti padahal tidak sama sekali.
Atap bumi yang indah kini telah pergi, berganti dengan gelapnya malam yang penuh akan kebisuan. Mentari telah memilih undur diri dengan berat hati, membiarkan sang rembulan hadir dengan menyemburatkan banyak kedamaian.
Raga mengangkat bokongnya terlebih dahulu, terus memperhatikan Rere yang tengah memasukan dua buku paketnya ke dalam tas.
Tangan Raga terulur tepat di depan wajah Rere membuat kedua netra Rere kini menatap tangan hampa yang menggantung di udara itu.
Rere menepisnya, mengangkat bokongnya sendiri tanpa bantuan dari Raga.
Raga menatap tangannya yang baru saja mendapat penolakan dari Rere. Ia tersenyum kecut, mengacak puncak kepala Rere dengan gemas.
"Sampai rumah istirahat dulu, makan, baru belajar lagi."
Rere berdecak pelan, menepis tangan Raga dari puncak kepalanya, "Kalau inget."
"Pasti gue ingetin," jawab Raga. Mengamit tangan Rere dan menggenggam jari-jemari lentik yang lebih kecil dari miliknya dan langsung menariknya pergi dari sana.
Rere terperangah, menatap tangan kecilnya yang berpaut pas dengan tangan besar milik Raga. Ia menatap Raga dan mulai mensejajarkan langkah mereka.
"Raga lo belum jawab pertanyaan gue," ujar Rere, memecahkan keheningan perjalanan mereka menuruni anak tangga.
"Pertanyaan yang mana?"
"Yang tadi."
"Yang mana? Gue lupa."
Rere mendesis pelan, menarik tangannya dan melepaskan diri dari pautan tangan Raga.
"Lo suka gue atau nggak?" tanya Rere tegas.
Langkah Raga sontak terhenti, tubuhnya terpaku mendengar pertanyaan yang kembali Rere lontarkan. Tatapannya lurus ke depan, hatinya mendadak gelisah. Ia mengepalkan kedua tangannya kuat seraya menghela nafas pelan kemudian tersenyum dan berbalik menatap Rere.
"Nggak ada orang yang sayang sama lo lebih dari gue, Re," jawab Raga.
"Artinya?" tanya Rere, ia begitu penasaran sampai tanpa sadar tubuhnya sudah sangat dekat dengan Raga.
Raga terkekeh renyah, mengacak puncak kepala gadis itu dengan kencang, "Kepo banget sih lo!"
"Raga!" pekik Rere. Melayangkan pukulan pada perut Raga membuat sang empu terbatuk-batuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
TITIK SATU
Teen FictionRere, seorang gadis yang mentalnya telah di rusak habis-habisan oleh keluarga. Memiliki tekad kuat untuk membuat sang Papa menyayanginya. Dalam perjalanannya menuju angan bahagia, ada Raga yang selalu berusaha ada untuknya. Membiarkan sang pacar, Ze...