TITIK SATU 31 - Maafin gue, Re

2.3K 157 53
                                        

Holla!!! selamat Siang Cintah!!!

Gimana kabarnya nih? semoga baik-baik aja ya.

Jam berapa dan hari apa kalian baca bagian ini?

Langsung gas aja yuk!!!

____________________________________

SELAMAT MEMBACA CINTAH

____________________________________

People come and go, but being left is always a painful thing.

Dua kalimat singkat. Itulah yang Raga ucapkan padanya sebelum benar-benar pergi dari hadapan Rere, meninggalkan tanda tanya besar dalam kepala yang masih terasa sedikit berdenyut itu.

Rere menatap punggung tegap Raga dengan sendu. Dia semakin merasa ada yang salah disini. Pasti Rere telah berbuat salah yang membuat Raga kecewa dan marah padanya sehingga laki-laki itu menjaga jaraknya dengan Rere sekarang.

Seharusnya ini terasa biasa saja mengingat dulu Rerelah yang selalu berusaha keras menghindari Raga. Menjauh dari berbagai macam hal tentang Raga. Tapi kini, kenapa rasanya berbeda? Ada yang mengganjal di dalam sana.

Rere sudah terbiasa melakukan semuanya bersama Raga. Rere terbiasa berbagi banyak hal dengan Raga termasuk tentang dukanya yang bahkan tidak pernah ia tunjukkan pada siapapun. Tanpa sadar, ia telah menjadikan Raga sebagian dari hidupnya.

Kini, ketika Raga berjalan menjauh tanpa menggenggam erat tangannya, Rere merasa sangat takut. Takut akan sebuah kepergian yang tak ingin lagi ia rasakan. Dia takut kembali sendiri. Menghadapi hidup seorang diri tanpa bahu tegap yang menjadi sandaran nyatanya tidak semudah yang ia pikirkan.

Hidupnya yang rusak dan berantakan terasa masih sedikit layak untuk di jalani semenjak ia menerima Raga menjadi bagian di dalamnya. Hidupnya yang hanya terdapat warna hitam mulai mendapat warna baru yang cukup indah. Pipi sedikit berisi yang biasanya hanya dilalui oleh bulir bening yang dingin kini bisa mengembang lebar.

Perlahan Rere mulai bisa menerima hidupnya dengan lapang dada. Tapi sekarang bagaimana? Satu-satunya orang yang mendukungnya untuk tetap hidup malah membiarkan tubuhnya berdiri hanya dengan satu kaki. Tanpa topangan. Rasanya, ia mulai kehilangan keseimbangan.

Seseorang berjalan dengan langkah panjangnya, dengan tangan yang melambai ke atas dan senyum yang mengembang lebar, laki-laki itu mendekati Rere. Melewati Raga begitu saja tanpa menyapanya.

Langkah kaki Raga tiba-tiba saja berhenti. Sedikit ragu, ia memberanikan diri menolehkan kepalanya ke belakang dan tepat saat itu netra hitam legamnya bertubrukan langsung dengan netra kebiruan milik Rere.

Ternyata Rere masih terus menatapnya. Raga yang tak berani menatap lebih lama lagi langsung kembali menatap lurus ke depan, berjalan dengan langkah yang lebih cepat dari sebelumnya.

"Lo udah mau pulang ya?" tanya Danias, mengalihkan atensi Rere dari Raga dan mulai menatapnya.

Rere tak terlalu mendengarkan apa yang Danias ucapkan tadi, namun sepertinya dia tahu.

Rere mengangguk kaku, menarik sedikit kedua sudut bibirnya.

"Kalau gitu gue antar."

"Ha?" cicit Rere, terkejut.

Danias tertawa kecil melihat raut terkejut yang Rere tunjukan. Ekspresinya benar-benar terlihat lucu menurutnya.

"Lo mau pulang kan? Ayo gue antar," ulangnya lagi.

TITIK SATUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang