MKI: 9. Senyum kakak

1K 132 7
                                    

"Kaki kamu udah sembuh? kenapa jalan-jalan?"

Gulf tersenyum lebar memperlihatkan giginya yang rapih hingga kedua matanya ikut menyipit saking lebarnya ia tersenyum "Hehe, bosen kak di rumah. Camilan ku abis jadi aku pergi deh ke mall. Nih liat" Gulf menunjukan rentetan belanjaan yang sejak tadi ia pegang.

Keduanya sedang berada di dalam restoran jepang pilihan Mew. Asal saja, Mew tidak mau terlalu jauh mengingat kaki Gulf belum cukup pulih.

"Terus kenapa ga sekolah? ini masih siang loh belum waktunya pulang kan?"

Gulf menggeleng beberapa kali "Ini hari terakhirku istirahat, dan besok baru aku balik sekolah"

Mew terlihat mengangguk-anggukan kepalanya, bag yang sedari tadi di pegangnya ia bawa ke atas meja memberikannya kepada Gulf.

"Buat aku?"

Mew mengangguk, tapi Gulf mengerutkan keningnya. "Kenapa buat aku. Kakak kan yang beli"

"Soalnya kamu pengen ini tadi. Udah pake aja"

Gulf membuka bag tersebut mengeluarkan kotak kalung itu dan membukanya. Berdiri tanpa tongkat, berjalan perlahan mendekati Mew.

"Aku akan terima kalungnya. Tapi kakak harus pake sebelah ya. Itu kan duit kakak juga. Kalo kakak ngelepas kalungnya, otomatis aku akan lepas juga biar klop" Gulf berbicara sambil memakaikan kalung itu pada leher Mew, Mew hanya diam mendengarkan. Menurutnya Gulf sangat menggemaskan. Niatnya ingin membelikan untuk Gulf berakhir harus rela menyerahkan lehernya untuk di pakaikan perhiasan.

"Nah cakep. Sekarang giliran kakak yang pakein aku. Soalnya tangan aku ga nyampe"

Mew terkekeh mendengarnya, mengambil pasangan kalung itu dan memakaikannya. Harum tubuh Gulf sangat nyaman pikir Mew, apalagi lehernya yang putih benar-benar menggoda cocok jika di tanami strawberry. Hahaha

...

Kini di atas meja bundar berbagai macam makanan tersedia, semuanya pesanan Gulf sedangkan Mew hanya memesan salmon dengan semangkuk sup miso.

"Ahhh"

Mew terkekeh mendengar suara Gulf sehabis menyeruput sup daging yang ia pesan, rasa gurih pedas begitu mengoyak-oyak perut Gulf seolah memberikan sinyal untuk tidak berhenti makan. 

"Pelan-pelan makannya. Ga ada yang minta kok" kata Mew, di balas cengiran polos oleh Gulf.

"Hihi abisnya enak banget. Makasih ya udah teraktir aku makan"

"Um, sama-sama"

"Btw, kak Mew ga kerja? ini kan masih jam-jamnya kantor ya?"

"Tadi abis meeting di deket-deket sini. Sekalian mau makan siang, eh ga sengaja ngeliat kamu di toko perhiasan jadi kakak samperin"

Gulf hanya beroh ria menanggapi sebelum akhirnya kembali melanjutkan acara makannya sampe perutnya penuh tak mampu lagi menahan hasrat untuk memakan semuanya.

...

Pov: Necca

Hari ini kelas di bubarkan lebih awal, aku sempat mengajak Max dan Tul untuk pergi menonton namun Max sialnya memiliki urusan lain. Sekarang hanya Tul lah yang berada di sampingku, mengikuti kemana kakiku melangkah.

"Ca gue laper, makan yu"

"Oke, teraktir ya"

Aku sangat mengenal sahabatku. Tul adalah tipe orang yang tak bisa mengatakan tidak, hanya melihat anggukannya saja aku sudah paham ia setuju dengan permintaanku.

Dan disinilah kita sekarang, di sudut restoran khas Jepang kesukaan kami. Aku memesan Sushi Tuna dan daging panggang. Sementara sang peneraktir memesan shabu-shabu dengan banyak udang.

"Ca menurut lu gue nyerah jangan si?" Tul berujar, kedua tangannya mengupas udang untukku. Ini memang kebiasaan Tul memanjakanku, Tul bilang bahwa aku adiknya yang kedua setelah Primilly meninggal.

"Kok nyerah, belum aja berjuang?" kataku santai. Menerima suapan udang yang di berikan Tul.

"Pala bapak lo, ga liat perjuangan gue selama setengah tahun gimana. Gue liat-liat dia lebih tertarik ke cewe kayanya"

"So tau deh. Belum juga di buktiin, nih ya selama kita temenan udah pernah liat belum Max kencan ama cewe? atau deket gitu? engga kan?"

Betul. Tul menyukai Max sejak dua tahun terakhir, itu berawal dari Max yang membantu Tul semasa orientasi dan Tul berakhir menyukainya.

"Iya si, tapi kan setiap gue ngasih sinyal dia selalu ga sadar, atau emang kayanya dia tau perasaan gue. Tapi dia ga peduli"

"Bisa juga sih, Keliatan dari cara dia selalu gangguin lo hahahah"

Aku tergelak dengan ucapanku sendiri, Max memang kerap kali beradu mulut dengan Tul entah itu masalah makanan ataupun cemburu melihatku yang memang lebih dekat dengan Tul.

"Tuh kan ca. Au ah gue bneran nyerah deh kayanya"

Wajah Tul menyiratkan frustasi, frustasi karna sang pujaan hati tidak kunjung peka terhadap perasaannya.

"Udah-udah ga usah lemah gitu, lanjut lagi kupas udangnya buat gue"

Tul terlihat mendengus, sejak tadi dia selalu mengupas udang untukku bahkan dia belum memakan nasinya sama sekali dan sibuk memanjakanku.

"Ca-!"

"Apaan lagi sih Tul, ga tenang gue makan di ganggu terus"

"Gue bakal kasih tau lo. Tapi lo jangan nengok oke?"

"Um"

"Di kursi paling ujung di sebrang kita, Kak Mew lagi makan berdua ama Gulf"

Omongan Tul membuatku tersedak aku sontak meneguk es jeruk pesananku dan menoleh ke tempat yang di bicarakan Tul. Padahal baru saja Tul melarang keras aku untuk tidak berdalih.

Shit

Sahabatku benar, tua bangka itu berada di meja yang sama dengan Gulf, bibirnya tampak menyungging bahagia, ku lihat Gulf membawa kedua kepalan tangannya di atas kepala menyerupai telinga kucing. Kakakku semakin kuat tertawa bahkan sampai kepalanya mendongak ke atas tanda bahwa apa yang ia lihat terlihat jenaka.

Senyum itu aku tidak pernah melihatnya, mengingat bagaimana sikap dingin dan angkuh yang aku dapatkan. Aku melihat sorot mata kakak yang tampak berbeda memandang manusia imut di depannya.

Tanpa ku sadari bibirku pun ikut merekah antusias merasakan kebahagiaan kakak yang baru pertama kali aku lihat. Selain itu, ini juga berita yang sangat bagus untukku. Dua pria yang ingin ku jodohkan tanpa di suruh saling menemui satu sama lain dan terlihat sangat akrab.

Tanpa perlu turun tangan, langkah kedua sudah terjalankan dengan baik. Langkah selanjutnya adalah bagaimana membuat keduanya menyatu dan sadar akan perasaan masing-masig.

Bersambung.

MANTANKU KAKAK IPARKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang