Dito terduduk sendiri di halte yang ada tepat di depan sekolah itu. Pikirannya terus memaksa bekerja. Membuka kembali peristiwa-peristiwa yang terjadi tujuh belas tahun silam. Semua memori itu perlahan kembali melintas di otaknya. Otaknya sekarang seperti dipaksa bekerja lebih keras lagi dengan apa yang terjadi hari ini. Pertemuannya dengan sosok pemuda tanggung yang lebih seperti versi remaja dirinya, pertemuannya kembali dengan Nadia, istri yang hanya dia cerai secara lisan namun kenyataannya hingga sekarangpun dia tidak pernah mengurus perceraiannya ke pengadilan dan perkataan-perkataan tegas dari Nadia, terutama saat dia berkata mungkin Tuhan mulai membuka yang sebenarnya kepadanya. Jika memang yang sebenarnya masih tertutup di mata Dito, lalu berarti selama ini apakah dia yang salah?
Mengakhiri semua keraguan yang muncul, Dito lantas kembali ke kantornya. Mengemudikan mobilnya dengan kecepatan sedang, masih saja pertanyaan-pertanyaan muncul di kepala Dito. Seketika matanya sedikit membola saat dia mengingat sesuatu.
"Tadi Nadia bilang kalau mungkin Tuhan mulai membuka soal apa yang sebenarnya terjadi. Aku berpisah dari Nadia karena kiriman foto itu. Berarti mulai dari sana aku harus cari tahu dulu!"
Kaki kanan Dito langsung menekan lebih dalam pedal gas mobilnya. Dia masih menyimpan semua foto-foto yang menunjukkan seolah-olah Nadia berpelukan dan berselingkuh dengan lelaki lain. Foto yang langsung membuat dirinya mengambil kesimpulan jika Nadia berselingkuh dan dia bahkan belum mendengar satupun penjelasan dari Nadia. Jauh di lubuk hatinya, dia menggeram kesal merutuki dirinya sendiri.
Sekarang, Dito sudah berada di salah satu kafe. Dia menunggu seseorang yang yang ahli di bidang telematika. Di depannya sekarang sudah ada foto-foto yang ingin dia uji keasliannya. Lamunan Dito kembali melayang pada masa ketika dia dijodohkan oleh kedua orang tua mereka. Dia adalah anak tunggal dari Budianto dan Erna sedangkan Nadia sendiri adalah anak bungsu dua bersaudara dari Ferdi dan Santi. Nadia memiliki seorang kakak perempuan namun sudah menikah dan tinggal di luar negeri, mengikuti suaminya. Awalnya keduanya memang dijodohkan dengan alasan bisnis, namun tinggal bersama dalam satu atap akhirnya menumbuhkan benih cinta diantara mereka sebelum akhirnya petaka kiriman foto yang entah dari siapa itu datang.
"Dengan Pak Dito? Saya Dicky, saya yang direkomendasikan sekretaris anda berkaitan dengan penyidikan keaslian foto" Sapaan sekaligus perkenalan singkat dari seseorang membuat Dito yang sedang melamun langsung saja tergagap. Di depannya nampak seorang pemuda berpenampilan kasual dengan tas backpack yang hanya menyampir satu sisi pundaknya saja.
"Oh, iya. Saya Dito. Silakan duduk mas." Dito langsung mempersilakan pemuda itu untuk mengambil duduk di kursi depannya.
"Ini foto yang saya maksud. Bisa gak mas lihat kalau foto ini memang beneran asli atau editan?" Dito langsung menyorongkan kepada Dicky foto-foto yang ada di depannya. Kening Dicky langsung berkerut halus begitu melihat foto yang sekarang ada di tangannya.
"Jadi foto ini yang ingin bapak lihat asli atau ini hasil rekayasa editan?" Tanya Dicky dan langsung saja dijawab dengan anggukan kepala Dito.
"Pak, tanpa saya pakai software apapun yang rumit-rumit, ini sudah jelas kalau fotonya hasil editan pak" Sontak saja perkataan ringan dari Dicky membuat Dito langsung kaget. Wajah Dito yang kebingungan langsung bisa dipahami oleh Dicky. Dia lantas menjeberkan semua foto-foto yang ditangannya dimeja.
"Foto ini seharusnya mengarah pada orang yang sama dan pada waktu yang relatif sama kan pak?" Lagi-lagi Dito mengangguk.
"Coba bapak fokus dulu di foto ini, lihat di perpotongan leher dan wajahnya. Terlihat sekali kan kalau foto ini hasil editan? Tone warna kulitnya beda antara leher dan wajah wanita ini pak" Jari telunjuk Dicky langsung mengarah pada tempat yang membuatnya yakin jika foto itu adalah foto hasil rekayasa. Dito langsung saja mengikuti arah tunjuk dari Dicky. Seketika perasaan tidak enak langsung menguasai dirinya.
"Oke, sekarang bapak lihat di lengan kiri wanita ini. Agak ketutup sih pak dengan posisi lelakinya. Tapi kita masih bisa melihat dengan jelas kok. Ini kita bisa lihat kalau di lengan kirinya ada seperti tahi lalat besar atau tanda lahir kan pak? Terus sekarang coba bandingkan dengan foto yang ini, di sini lengannya bersih, tanpa ada tahi lalat atau tanda lahirnya kan pak? Jadi jelas ini dua orang yang berbeda" Dicky berucap sambil menyorongkan dua foto kepada Dito. Bulir keringat sekarang memenuhi kening Dito, setelah dia meneliti lagi foto sesuai dengan apa yang diarahkan oleh Dicky.
"Kalau bapak masih ragu dengan penjelasan saya tadi, saya minta waktu lima belas menit untuk memecah foto itu. Tapi, saya minta ijin juga untuk scan foto itu dan mengubahnya dulu ke bentuk digital. Bagaimana pak?" Tidak ada jawaban ya atau tidak dari Dito. Hanya ada dengusan nafas kasar dan wajah yang sedikit memucat. Beberapa waktu kemudian, Dito hanya mengangguk pelan menjawab permintaan dari Dicky.
Segera saja Dicky mengeluarkan notebook dari tas ranselnya. Dengan sigap dia melakukan scanning foto-foto itu dengan smartphone. Wajahnya berubah serius dan jari-jarinya dengan lincah memainkan keyboard notebook di depannya. Sepuluh menit kemudian, Dicky lalu memutar notebook-nya hingga kini Dito bisa melihat hasil analisa yang dilakukan oleh Dicky.
"Ini jelas sih pak beberapa foto di crop lalu disambung-sambung. Saya berhasil memecahnya dan mengembalikan foto aslinya. Sumbernya juga bisa saya lacak tadi. Dia ambilnya di situs dewasa"
Setelah menjelaskan hal itu semuanya, Dicky lalu beranjak pergi dan tinggal Dito sendirian berada di sudut kafe itu. Semua penjelasan dari Dicky dan bukti-bukti yang ditunjukkan mampu merontokkan seketika seluruh dinding keyakinan tentang Nadia selama ini.
"Jadi, Nadia benar. Dia tidak selingkuh, lalu apa benar anak itu anakku? Gak mungkin kebetulan kalau aku dan anak itu sangat mirip" Dito meraup kasar wajahnya. Tiba-tiba saja otaknya tidak bisa berpikir lain selain kemungkinan-kemungkinan yang mengarah pada Nadia-lah yang selama ini benar, bahwa dia dan seluruh keluarganya sudah berlaku buruk dan tidak adil pada Nadia.
Bingung dengan semua hal yang terjadi mendadak, Dito memilih pulang. Percuma saja dia ada di kantor jika pikirannya tidak bisa fokus pada pekerjaannya. Lagipula, dia seorang direktur karena memang perusahaan itu adalah perusahaan milik Budianto, ayahnya sendiri.
Tiba di rumah, Dito masih mendapati rumahnya yang sepi. Renita, istrinya masih keluar, sedangkan Rangga dan Vito, kedua anaknya sedang berlibur menghabiskan liburan ke luar kota. Dito memang memutuskan untuk menikah lagi setelah peristiwa pengusiran Nadia. Dia sendiri sempat down waktu itu dan datanglah Renita. Kurang dari tiga bulan kemudian mereka menikah. Dari pernikahan itu lahirlah dua anak lelaki. Anak sulung mereka adalah Rangga Widodo dan kemudian lima tahun kemudian lahirlah adiknya Davito Widodo.
Dito merebahkan kasar tubuhnya di sofa ruang tengah. Pikirannya mendadak penat dengan semua hal yang terjadi hari ini. Tangannya lalu meraba saku celananya dan mengeluarkan smartphone miliknya. Jarinya lalu mencari nama seseorang di daftar kontaknya.
"Sore Pak Widiawan, Hm.. Begini pak, apa saya bisa mendapatkan data siswa yang menerima penghargaan tadi pak?" Nampaknya Dito langsung menghubungi kepala sekolah tempat Mikey bersekolah. Mudah baginya, karena dia adalah salah satu donatur di SMA unggulan itu.
"Oh, bisa pak. Bapak mau ambil kapan pak?" Jawab suara di seberang.
"Besok pagi bisa? Saya mau data selengkap-lengkapnya ya"
"Bisa pak. Silakan kalau mau diambil besok"
Dito memijit pucuk hidungnya. Jika memang benar Mikey adalah anak kandungnya, jika benar Nadia tidak bersalah selama ini, jika benar apa yang dikatakan oleh Dicky, maka dia merasa menjadi orang yang paling jahat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Berbagi Hati (Tamat)
General FictionSaat tidak ada yang mempercayai. Saat semua ditimpakan tanpa bisa bersuara. Saat semuanya nampak sudah usai, Tapi.... Bagaimana jika dia kembali? Bagaimana jika yang sebenarnya terkuak? dan, Bagaimana jika harus berbagi hati? Cover by Canva