Dito bergegas menyelesaikan pekerjaannya di kantor hari ini. Dia ingin menyelidiki juga tentang siapa yang ingin menjebaknya dengan mengirim foto hasil editan yang membuatnya langsung tersulut emosi. Orang yang dia bayar untuk menyelidiki semuanya masih dirasa lamban oleh Dito. Tidak ada hal lain yang lebih penting daripada mengurai semua kekusutan yang entah darimana dia dapatkan ini. Budianto, sang ayah, yang juga satu kantor dengannya bukannya tidak tahu apa yang sedang terjadi dengan Dito, tapi Budianto memilih diam saja dan membiarkan Dito menyelesaikan sendiri. Masalah ini bermula dari keteledoran dan Dito yang kurang teliti, jadi biarkan Dito menyelesaikan sendiri. Walaupun sebenarnya dia merasa kecewa karena dia akhirnya kehilangan banyak hal tentang cucu lelakinya.
Jam lima sore dan semua pekerjaan penting di kantor sudah selesai Dito kerjakan. Dia tidak memilih untuk pulang ke rumah dan berkumpul dengan anak dan istrinya kembali, tapi membuka kembali dokumen-dokumen lamanya. Dia masih mencari tahu siapa yang mungkin menjadi musuh bisnisnya di masa lalu yang menggunakan cara licik seperti ini.
"Shit! Sebenarnya siapa yang udah ngelakuin ini? Kenapa gak ada petunjuk sama sekali?" Dito mendesah saat dia tidak menemukan satu petunjukpun. Karena merasa capek setelah beberapa lama mencari namun tidak menemukan apapun, Dito memilih merebahkan dirinya di sofa.
"Siapa lelaki itu? Kenapa dia dekat dengan Nadia? Bahkan Mikey memanggilnya papa...."
"Kenapa Nadia ngebiarin Mikey manggil lelaki itu papa? Harusnya aku yang dipanggil papa sama Mikey?" Tiba-tiba saja ingatan Dito mengarah kepada matanya yang menangkap bagaimana akrabnya Nadia dan Mikey dengan seorang lelaki. Pemandangan bahagia yang membuatnya teriris perih.
"Apa mungkin kalau Nadia akan menikah dengan lelaki itu?" Dito lalu tertawa sumbang. Dia tentu tidak lupa jika dialah yang membuang Nadia dan Mikey.
"Hahaha.... Bahkan Nadia pun gak naruh nama belakang keluarga gue di nama Mikey, padahal dia tahu kalau Mikey itu anakku!."
"ARRGGGHHHHH....." Dito berteriak sedikit tertahan, mencoba melepaskan stres yang ada di kepalanya. Mendengar Mikey memanggil lelaki lain dengan sebutan "papa" dan melihat bagaimana Mikey berlaku manja ke lelaki itu saja dia sudah tidak rela, apalagi jika melihat Nadia bersama dengan lelaki lain. Namun di sisi lain dia juga sadar jika dia sudah menyakiti Nadia.
"Gue sebenarnya salah apa? Segitunya orang sampe ngefitnah gue? Gue udah bikin apa?" Dito kembali mengulang-ulang pertanyaan yang sama.
Buntu dengan pertanyaan-pertanyaan yang sebenarnya dia tahu tidak akan pernah bisa terjawab, Dito kembali bangkit dari posisi tiduranya. Dia lalu menutup laptopnya dengan sedikit kasar. Dia membutuhkan pelepasan untuk stresnya dan ingin merilekskan pikirannya sejenak. Mungkin menghabiskan waktu di kafe sambil menikmati musik yang mengalun tenang bisa membuatnya rileks.
***
Berada di rumah sendiri dan hanya ditemani oleh asisten rumah tangga, bukan hal yang baru bagi Renita. Kedua anaknya sudah berangkat ke sekolah, suaminya sudah di kantor dan Renita akan menghabiskan waktunya menjadi ibu rumah tangga. Memasak atau merapikan rumah, menjadi kegiatannya sehari-hari.
Pikiran Renita sangat tidak tenang beberapa hari ini. Rasa penasarannya terhadap satu nama, Michael Kusumanegara terus saja tumbuh. Dia sangat yakin jika semua rasa penasarannya, semua perubahan sikap suaminya ada kaitannya dengan sosok yang mempunyai nama itu.
"Hm.. Mas Dito bilang kalau anak itu bersekolah di SMA Unggulan. Mungkin dari sana saja aku mulai cari tahu." Sudah tengah hari lewat. Mungkin sebentar lagi sekolah akan selesai. Renita bergegas masuk ke kamarnya. Dia sedikit merapikan bajunya. Saat hendak merapikan diri, matanya tidak sengaja melirik ke arah nakas di samping tempat tidur. Ada satu bendel berkas berisi biodata Michael Kusumanegara. Satu bendel berkas yang sama dia lihat saat Dito memintanya ke kantornya. Dokumen itu mungkin saja tertinggal dan tidak terbawa oleh Dito.
Renita menghentikan sejenak kegiatannya memoles diri. Tangannya terulur mengambil berkas itu. Dengan hati yang penuh dengan rasa penasaran, dia mulai membuka lembaran-lembaran yang berisi biodata tersebut. Lembar pertama sudah membuat Renita membelalakan matanya. Dia seolah melihat suaminya sendiri dengan baju SMA. Renita langsung saja lemas. Dia terduduk di tempat tidurnya. Jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya.
Jemari lentik Renita bergetar lebih hebat saat tangannya mengeja nama yang tercantum sebagai wali sekaligus orang tua. Dengan jelas tertulis nama Nadia Apsari sebagai nama orang tua dan tidak ada nama lain di sana. Hanya Nadia Apsari saja.
"Nadia...... " Renita mengucapkan itu dengan nada yang bergetar. Matanya memburam seketika. Dia sangat tahu siapa pemilik nama itu.
Renita bergegas menghapus airmata yang tadi sempat menetes. Dia lantas mengambil tas dan segera keluar dari kamarnya. Dia harus memastikan sesuatu. Langkahnya sedikit tergesa keluar dari rumahnya.
Selisih beberapa saat, Renita sekarang sudah ada di depan SMA Unggulan, dimana Mikey bersekolah. Dia datang tepat saat jam sekolah usai. Dari mobilnya dia bisa melihat siswa sekolah yang sedikit ribut ingin keluar. Mata Renita langsung menyipit saat melihat sosok Mikey keluar dengan satu tangan menuntun sepeda kayuhnya. Tangan kanan Renita sudah ingin membuka pintu mobilnya dan menghampiri Mikey, namun dia mengurungkannya. Satu mobil berjenis mid-MPV berhenti tepat di depan Mikey berdiri. Sepasang pria wanita dewasa dan satu anak kecil mendatangi Mikey. Dari interaksi dan senyum yang ada di bibir mereka, Renita bisa melihat keakraban yang tercipta. Sungguh potret keluarga yang harmonis.
"Jadi benar. Michael itu anak Nadia, dan mas Dito sudah tahu soal ini?" Renita bergumam sendirian di dalam mobilnya. Pikirannya bertambah kalut saat apa yang dia takutkan selama ini terjadi.
"Aku gak bisa diam saja. Kalau mas Dito sudah tahu semuanya, bisa kacau nanti" Tangannya lalu mencari ponsel yang ada di tas tangannya. Tangannya bergetar saat dia mencari nama yang juga ingin dia hindari. Dengan cepat dia melakukan panggilan telepon saat sudah menemukan nama yang dicarinya itu.
"Reza, kita harus ketemu! Hari ini juga. Aku gak mau tahu pokoknya kita harus ketemuan hari ini juga. Sekarang! Nanti aku kasih tahu lokasi kita ketemuannya" Renita berucap dengan nada suara yang tidak mau dibantah, bahkan tanpa menunggu lawan bicaranya menjawab, Renita langsung menutup sepihak telponnya. Dia juga tidak perduli bagaimana reaksi dari orang yang diajaknya telpon tadi.
"Jadi ini mas yang udah bikin kamu berubah? Kamu mungkin bisa aja diam dan gak ngomong soal ini semuanya, mas, tapi aku enggak akan diam. Aku akan pertahanin semuanya."
Renita langsung melajukan mobilnya menuju ke satu tempat. Wajahnya nampak tegang dengan fakta yang baru saja dia ketahui. Pikirannya kalut, karena hal yang dia jaga selama ini nyatanya terjadi juga. Hal yang paling dia hindari untuk terjadi, sekarang ada di depan matanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Berbagi Hati (Tamat)
General FictionSaat tidak ada yang mempercayai. Saat semua ditimpakan tanpa bisa bersuara. Saat semuanya nampak sudah usai, Tapi.... Bagaimana jika dia kembali? Bagaimana jika yang sebenarnya terkuak? dan, Bagaimana jika harus berbagi hati? Cover by Canva