Berulang kali Renita mengusap air mata yang terus saja turun. Sekarang dia duduk di kursi belakang taksi yang akan mengantarnya pulang dari rumah Nadia. Setelah mendapat penolakan tegas dari Nadia tadi, dia kembali bingung. Harus bagaimana bisa membujuk Dito dan anak-anaknya untuk mau menerimanya kembali. Dia sudah mencoba semua yang bisa dia lakukan, tapi tidak bisa membuat Dito kembali menoleh kepadanya. Hati Renita semakin sakit saat kedua anaknya justru memilih mengikuti Dito. Beberapa kali dia dan orang tuanya sudah berusaha datang ke rumah Budianto untuk berbicara dengan Dito, tapi belum juga bertemu dengan Dito dia sudah diusir oleh Erna. Renita pernah juga mencoba menemui Rangga dan Vito di sekolah mereka, tapi mereka berdua dengan tegas menolaknya.
Renita awalnya berharap kalau Nadia mau menolongnya. Apalagi dia tahu jika Dito memang sudah benar-benar menceraikannya dan dia juga sudah menjalin hubungan dengan Rama. Jadi, jika benar-benar Nadia tidak lagi berhubungan dan mempunyai perasaan dengan Dito, harusnya dia mau membantunya. Menyatukan kembali keluarganya yang sekarang terpisah.
"Aku hanya ingin keluargaku kembali lagi, apakah aku salah? Mas Dito masih suamiku. Rangga dan Vito juga masih anak-anakku. Aku gak mau dipisahkan dengan mereka" Renita bergumam sendirian. Dia merasa sudah menjatuhkan harga dirinya dengan meminta bantuan kepada Nadia.
"Apa aku juga salah kalau aku ingin Rangga memiliki ayah? Waktu itu hanya Dito yang bisa dan aku juga tidak tahu kalau Nadia sedang hamil juga. Aku hanya ingin Rangga punya ayah. Itu saja. Kenapa itu disalahkan?"
Renita masih saja bergelut dengan pikiran-pikirannya. Hingga tanpa sadar dia sudah sampai kembali di rumahnya. Renita langsung masuk ke rumahnya. Saat melewati ruang keluarga, dia termangu sejenak saat dia memandang foto keluarga yang masih utuh terpajang. Air mata yang sudah tidak turun, sekarang berlomba turun kembali. Renita merasa benar-benar sendiri. Bahkan orang tuanya sendiri sekarang tidak perduli kepadanya. Mereka merasa malu dengan kelakuan Renita.
"Apa yang harus aku lakukan sekarang?"
Renita melangkah gontai ke kamarnya. Dia benar-benar sudah tidak tahu lagi apa yang harus dia lakukan. Semua terasa buntu baginya. Selang beberapa waktu, Renita lalu kembali keluar dari rumahnya. Segera dia mencari taksi. Tujuannya sekarang adalah rumah Budianto. Ingin sekali dia melihat wajah Dito. Yang dia tahu, Dito sekarang kurang sehat. Dia sering sakit dan bahkan dia sempat rawat inap di rumah sakit.
Mata Renita langsung mengabur saat dari dalam taksi dia melihat pemandangan yang membuat hatinya langsung sakit.
***
Kondisi kesehatan Dito kembali bermasalah. Dia kembali demam dan beberapa kali muntah. Badannya lemas dan dia hanya bisa berbaring di tempat tidur. Budianto beberapa kali memaksa Dito untuk ke rumah sakit, tapi ditolak Dito. Kali ini, Budianto benar-benar sudah tidak mau lagi mendengar semua alasan Dito yang tidak mau dibawa ke rumah sakit. Dibantu Rangga, Budianto membawa paksa Dito ke rumah sakit. Kondisi tubuh yang lemas dan tidak mempunyai tenaga lebih membuat Dito hanya bisa pasrah saja. Dia sama sekali tidak bisa melawan saat sekarang ini.
Butuh beberapa jam hingga akhirnya sekarang Dito menempati ruang rawat inapnya. Penyakit yang dia derita ternyata butuh penanganan yang lebih serius dan dokter harus melakukan observasi lebih lanjut.
"Pah, ngapain sih bawa Dito ke sini? Palingan juga minum obat penurun demam juga udah sembuh" Dito masih saja menggerutu.
"Kamu gak kasihan sama anak-anak kamu? Apa kamu gak liat gimana anak kamu waktu kamu sakit? Apalagi Rangga. Keliatan banget. Dia jadi murung terus waktu kamu sakit" Budianto menimpali gerutuan dari Dito.
"Dit, anak-anak kamu itu udah kehilangan figur ibu. Jangan kamu tambahin mereka kehilangan ayahnya juga. Mereka gak ada hubungannya apapun dengan masalah kamu dan istrimu." Budianto melanjutkan ucapannya. Dia menjeda sejenak saat melihat Dito yang berubah menjadi murung.
"Kalau boleh papa kasih saran, kamu segera selesaiin masalah kamu sama istrimu. Jangan digantungin kayak gini." Budianto melanjutkan omongannya dan hanya ditanggapi dengan diam oleh Dito.
"Papa tahu banget gimana perasaan kamu. Dibohongin sama orang yang selama ini kita percayai itu emang sakit banget. Tapi kamu gak boleh kayak gini. Lampiasin semua kemarahan kamu dengan kerja gak kenal waktu. Kamu juga udah mulai balik lagi ke rokok sama alkohol kan? Jadinya gini ini. Badan kamu yang kena"
Dito yang semula dalam posisi tidur, sekarang mengubah brankar-nya menjadi lebih tegak hingga posisinya menjadi duduk.
"Dito tahu banget sih pah kalau apa yang Dito lakuin itu salah. Tapi tiap kali inget apa yang dilakukan Nita, Dito langsung sakit. Dito gak bisa marah, karena Dito juga goblok banget waktu itu. Percaya gitu aja sama fitnah. Cuman dengan kerja kayak kuda bikin Dito bisa ilangin pikiran itu semuanya."
Budianto yang awalnya berdiri di samping brankar Dito menarik kursi dan mendekat ke arah Dito. Anaknya itu butuh seseorang yang bisa mendukungnya.
"Kalau dipikir keadaan berputar. Waktu kejadian dulu papa yakin Nadia sangat terpuruk. Dia bahkan ditolak siapapun dan dia gak bisa ngebela dirinya sendiri. Dia harus bisa survive dengan Mikey yang masih dikandungnya. Sekarang, semuanya berputar. Nadia udah mulai ketemu kebahagiaannya. Dia dan calon suaminya sekarang. Sekarang, kamu yang gantian terpuruk kayak gini"
"Ngerti maksud papa ngomong gini?" Lagi, Dito hanya menggeleng tanda dia tidak tahu arah pembicaraan dari Budianto
"Waktu Nadia terpuruk, dia gak punya siapa-siapa. Gak ada satupun yang berpihak sama dia. Tapi dia bisa lalui itu dengan kepala tegak. Trus kamu, kamu itu punya papa, punya mama dan anak-anak kamu. Kita semua itu belain dan dukung kamu."
Dito lalu berpikir dengan ucapan-ucapan ayahnya. Benar jika sekarang kondisinya berbalik. Dia yang terpuruk dan Nadia yang mulai menemukan kebahagiaannya. Dan benar juga kalau Nadia saja bisa melewati masa-masa suramnya itu sendirian tanpa dukungan dari siapapun, harusnya dia bisa lewati masa-masa kelamnya ini. Dia harus bisa lagi bangkit. Masih ada kedua anaknya yang menjadi tanggung jawabnya.
"Papa bener. Dito gak boleh gini terus. Dito harus selesaikan semuanya secepatnya. Yang jelas Dito udah gak bisa lagi balik ke Renita. Mulai sekarang Dito fokusin hidup Dito buat anak-anak saja."
Obrolan ayah dan anak itu ternyata di dengar juga dengan jelas oleh Renita. Dari balik pintu kamar rawat inap Dito, Renita mematung mendengar semuanya. Sangat jelas jika Dito masih menyimpan amarah kepadanya dan sangat jelas pula jika ayah mertuanya lebih memuji Nadia dibanding dirinya.
Hati Renita semakin teriris. Mertua yang dulu selalu membanggakan dirinya sekarang malah berbalik menjadi mertua yang dengan gamblang memuji wanita lain. Jika sudah begini, celah untuk Renita kembali akan semakin kecil. Tanpa menunggu waktu lagi, dia memilih untuk meninggalkan kamar rawat inap Dito sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Berbagi Hati (Tamat)
General FictionSaat tidak ada yang mempercayai. Saat semua ditimpakan tanpa bisa bersuara. Saat semuanya nampak sudah usai, Tapi.... Bagaimana jika dia kembali? Bagaimana jika yang sebenarnya terkuak? dan, Bagaimana jika harus berbagi hati? Cover by Canva