Semenjak kejadian dimana Nadia meluapkan amarahnya, keadaan tidak lagi sama. Nadia menjadi pendiam dan hanya akan berbicara seperlunya saja. Beberapa hari ini Nadia berusaha menurunkan emosinya. Dia memilih lebih banyak menyendiri sembari mencoba menenangkan diri.
Saat ini, keluarga kecil Rama sedang berkumpul bersama di ruang tengah sambil menonton televisi. Rama dan Nadia duduk bersebelahan, sedangkan Mikey nampak santai dengan satu toples berisi cookies yang ada di pangkuannya.
"Mikey, apa kamu masih tetap dengan keputusanmu? Masih tetap mau tes dan mau donorin hati kamu nantinya?" Entah sudah berapa kali pertanyaan itu keluar dari mulut Nadia. Sejujurnya saja Mikey juga sudah bosan dengan pertanyaan itu, tapi dia sangat tahu jika Nadia sangat mengkhawatirkannya. Dengan tatapan yang hangat, Mikey lantas berkata
"Bun, Mikey tahu kalau bunda khawatir sama keputusannya Mikey. Kalau ditanya kenapa Mikey mau ngelakuin itu, jujur aja Mikey gak bisa jawab. Semuanya ngalir gitu aja. Pas papa jelasin gimana dan bagaimana itu donor hati, tiba-tiba aja Mikey yakin buat ambil keputusan ini. Mikey juga yakin kalau semuanya bakalan baik-baik saja"
Nadia hanya menghela nafas panjang. Rasanya percuma saja dia membujuknya. Mikey masih dalam keputusannya. Dia lalu menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi dan kepalanya pada pundak Rama yang duduk di sampingnya. Sikap Nadia ini direspon Rama dengan mengeluas rambut Nadia. Dia berharap dengan perlakuan sederhana ini dia bisa menenangkan Nadia.
"Untuk kali ini kayaknya papa dukung Mikey. Sepertinya kamu hanya takut dengan ketakutanmu sendiri. Operasi transplantasi organ seperti itu sudah umum dilakukan di dunia medis. Bukan hal baru lagi. Memang ada risikonya, tapi selama ini persentase keberhasilannya relatif tinggi." Rama menggunakan kesempatan ini untuk kembali memberikan pemahaman kepada Nadia.
"Kalau di kasusnya Mikey, risiko paling gede justru ada di Dito sebagai penerima. Dia mempunyai risiko penolakan tubuh dan ketidakcocokan organ, walaupun pas pemeriksaan dinyatakan cocok. Kalau di pihak Mikey, nyaris gak ada risikonya. Mikey hanya akan menjalani perawatan pasca operasi aja. Kalau misal ntar luka operasinya udah sembuh, ya udah. Terapinya selesai"
Nadia menghela napas panjang. Rama sudah sangat sering menjelaskan bagaimana dan apa yang mungkin dihadapi oleh Mikey kalau dia memang menjalani operasi donor hati ke Dito.
"Lagipula, tes-nya aja belum kan? Belum tentu juga Mikey cocok dengan ayahnya." Nadia mendongakkan kepalanya memandang Rama saat Rama mencoba menjelaskan semuanya.
"Tetap aja kan mas ada risiko gagalnya. Semua kemungkinan bisa aja terjadi." Nadia masih mencoba beragumen.
"Kita lihat aja nanti bagaimana. Semua keputusan akhir juga ada di tangan Mikey. Dia sudah dewasa, udah lebih dari tujuh belas tahun berarti secara hukum dia bisa mengambil keputusannya sendiri"
Rama akhirnya memilih untuk menyudahi diskusi satu arah. Lebih banyak Nadia yang dengan keras kepalanya masih tetap ngotot untuk menentang apa yang sudah diputuskan Mikey. Selain itu, Rama juga melihat jika kondisi kemarin mencetuskan kembali emosional dari Nadia. Bahkan bisa mengungkit sisi lain dari Nadia. Rama tentu tidak mau jika itu akan terus terjadi.
Waktu berlalu dan Nadia mulai dapat menerima keputusan dari Mikey. Dia tidak lagi mengungkit dan menanyakan tentang keputusan Mikey. Sikapnya sekarang jauh lebih tenang dan tidak lagi emosional seperti saat semuanya berkumpul untuk mendengar keputusan dari Mikey. Dari Rama dia belajar banyak tentang apa itu operasi donor hati dan bagaimana prosedurnya. Dengan sabar dan menggunakan bahasa yang paling mudah dipahami, Rama berusaha menjelaskan semuanya.
Saat pertemuan keluarga dan Mikey mengatakan bahwa dia bersedia untuk tes kesehatan dan mungkin juga mendonorkan hati jika memang cocok, dia mengajukan syarat. Mikey akan melakukan itu semuanya saat dia sudah selesai ujian nasional. Saat ini fokus Mikey ada pada ujian nasional dan juga lamaran beasiswa ke beberapa universitas yang dia kirim. Alasannya sederhana saja, dia tidak ingin fokusnya pecah dengan urusan tes kesehatan itu.
Hari terakhir ujian nasional untuk pelajar SMA. Mikey melangkah keluar dari sekolahnya dan dengan senyum melngkung di bibirnya di masuk ke mobil yang menjemputnya. Di dalam sudah ada Rama, Nadia dan juga Silla. Mereka akan makan siang bersama setelah menjemput Mikey.
"Kakak... Kok kakak senyum terus sih dari tadi? Hayooo.. Kakak habis pacaran yaa???" Silla yang dari tadi penasaran. Mata Mikey langsung membola mendengar anak sekecil Silla sampai mengerti istilah pacaran.
"Heii.. Emang tahu apa itu pacaran? Adek kakak ini ya..." Mikey langsung menguyel-uyel pipi Silla yang makin hari makin membulat sejak Nadia dan Mikey tinggal bersama dengannya. Sebenarnya bukan hanya Mikey yang terkejut. Rama dan Nadia juga sangat terkejut. Silla bahkan belum berumur lima tahun dan dia sudah tahu istilah pacaran.
"Waah... Mikey, kamu pacaran ya?" Rama yang ada di belakang kemudi mobil langsung saja bersuara.
"Enggak pa.. Buk..."
"Cantik gak pacar kamu?"
"Pah, Mikey tuh bel...."
"Ajak main dong ke rumah. Kenalin sama papa sama bunda"
"ISSSHHH.. Papa nih... Mikey tuh belum punya pacar sih pah... " Mikey kesal dengan Rama yang dari tadi memotong terus saat dia berusaha untuk menjelaskan. Senyum yang tadi ada di bibir Mikey langsung menghilang. Berganti dengan bibir manyun yang biasa dia tunjukkan saat dia kesal. Semakin lama sepertinya Rama semakin senang menggoda Mikey hingga Mikey menjadi kesal. Jika sudah kesal Mikey akan memanyunkan bibirnya dan itu sangat tidak cocok dengan postur tubuh Mikey yang atletis dan pola wajah Mikey yang tegas.
"Hahahaha... Kakak kayak bebek kalau gitu...." Sekarang giliran Silla yang mengejek Mikey. Tidak terima dengan ejekan adiknya, Mikey langsung saja menerjang Silla, menggelitikinya hingga Silla menangis dan minta ampun. Mikey berhenti menggelitiki Silla setelah Nadia menegurnya.
"Eh, tapi beneran. Bunda juga bingun lho dari tadi kamu senyum-senyum terusan. Emang kenapa?" Nadia kini yang bertanya. Sejak Mikey keluar dari gerbang sekolahpun dia juga sudah bertanya-tanya. Senyum Mikey tidak pernah hilang dari bibirnya. Bahkan saat masuk mobilpun, senyum itu tidak hilang dari bibir Mikey.
"Mikey dapet beasiswa lagi bunda. Ketrima di jurusan arsitektur Persada Nusa University." Jawab Mikey dengan bangga.
"Waahh. Selamat ya. Akhirnya ketrima juga di jurusan yang kamu impikan. Arsitektur itu cita-cita kamu kan?" Rama langsung memberikan ucapan selamat kepada Mikey. Tentu dia juga senang, akhirnya Mikey bisa melanjutkan kuliah di tempat yang dia mau.
"Ya udah, sekalian buat ngerayain Mikey yang udah ketrima beasiswanya, kita makan kemana nih? Bunda bebasin deh kamu mau milih makan dimana"
"Ekhm.. Enaknya makan apaan ya? Udahlah terserah papa sama bunda aja mau makan dimana. Mikey kan pemakan segala. Semuanya juga masuk kok kalau Mikey" Setelah sempat kebingungan mencari tempat makan siang yang enak, akhirnya Mikey pasrah saja pada keputusan Rama. Mau makan dimanapun juga dia tidak masalah.
Mikey masih dengan kesederhanaanya. Hal kecil sudah cukup baginya untuk menjadi sumber kegembiraannya. Senyum kembali melengkung di bibirnya. Ujian nasional sudah selesai, artinya dia juga sudah menyelesaikan sekolah SMA-nya. Pengumuman kelulusan memang belum ada, tapi dia yakin pasti akan lulus.
KAMU SEDANG MEMBACA
Berbagi Hati (Tamat)
General FictionSaat tidak ada yang mempercayai. Saat semua ditimpakan tanpa bisa bersuara. Saat semuanya nampak sudah usai, Tapi.... Bagaimana jika dia kembali? Bagaimana jika yang sebenarnya terkuak? dan, Bagaimana jika harus berbagi hati? Cover by Canva