Nadia dan Mikey langsung menuju ke unit rumah susun mereka. Awalnya, mereka berencana untuk makan bakso bersama di warung bakso langganan mereka, sekedar perayaan sederhana atas apa yang diraih Mikey hari ini. Tapi sepertinya sekarang bukan waktu yang tepat untuk melakukannya, maka mereka memilih untuk langsung saja ke unit rumah susun mereka. Segera mengistirahatkan diri mungkin adalah pilihan paling tepat bagi mereka berdua.
"Maafin bunda ya, acara yang harusnya bikin kamu seneng malah jadi kacau gini. Maafin bunda ya Mikey" Sejujurnya, Nadia merasa sangat bersalah pada anaknya itu. Dia merasa sudah mengacaukan hari yang seharusnya menyenangkan untuk mereka berdua.
"Gak masalah bunda. Ini kan bukan yang pertama kalinya juga buat Mikey. Udah sering juga acara kayak ginian. Buat Mikey, bunda lebih penting daripada acara kayak tadi di sekolah. Lagian Mikey juga gak nyaman juga ada di sana." Memang benar. Tuhan menganugerahkan otak yang jenius pada Mikey. Seringkali dia memperoleh penghargaan atau piala pada setiap lomba yang diikutinya. Perkataan Mikey itu membuat hati Nadia menghangat. Dia sangat bersyukur karena Mikey sangat memahami dirinya.
"Kamu ini.. Gak boleh sombong kayak gitu. Tetep rendah hati, bersyukur sama Tuhan, ya. Ingat semuanya itu datengnya ya dari Tuhan, jadi gak boleh sombong gitu. Gimana coba kalau Tuhan ngambil lagi apa yang udah dikasih ke kamu? Hayo?" Ucap Nadia hangat sambil mengacak pelan rambut Mikey.
"Tapi kan bener bun. Tuh buktinya aja piagam sama piala Mikey numpuk tuh di kamar. Mikey selalu dapat beasiswa kan bun? Trus ini dapat piala lagi. Mau ditaruh mana juga?" Nadia hanya tersenyum melihat tingkah anaknya. Di usia seperti Mikey, wajar bila dia mempunyai sifat yang show off dan tidak mau kalah seperti Mikey sekarang.
"Mau dimasakin apaan buat nanti makan malam?" Nadia bermaksud menebus gagalnya mereka makan bakso di warung langganan mereka. Mendapat tawaran seperti itu, Mikey langsung berbinar. Kesempatan emas untuknya merasakan masakan kesukaannya.
"Masakin Mikey tumis kangkung pake terasi, tempe goreng pake tepung sama sambel tomat yang mentah ya bun. Sambelnya cabenya yang banyak tapi gak pedes" Langsung saja Mikey menyebutkan sederet makanan kesukaannya. Matanya langsung berbinar ceria saat Nadia menganggukkan kepalanya. Permintaan Mikey tidaklah susah. Permintaan yang sangat sederhana malah.
"Bunda, ini Mikey sekalian pamit ya. Mau main bola sama anak-anak blok sebelah" Musim liburan ini artinya Mikey bisa sedikit santai dengan bermain bola bersama teman-temannya di komplek rumah susun yang terdiri dari empat gedung utama.
"Iya, mainnya di lapangan bawah kan? Gak pake kemana-mana kan? Inget ya, sebelum maghrib udah harus ada di rumah"
"Iya bun. Cuman main di lapangan bawah kok. Gak jauh-jauh juga mainnya" Mikey lalu mengambil tapak tangan Nadia, menciumnya lalu segera bergabung dengan teman-teman satu kompleks rumah susun yang sudah menunggunya.
Keseharian Nadia dan Mikey memang sederhana. Kondisi mereka yang sebenarnya memaksa Nadia dan Mikey untuk mencoba menerima hidup mereka. Nadia memang sudah pada level menerima dengan semua yang terjadi pada dirinya. Dia tidak ingin lagi menyalahkan siapa-siapa lagi atas apa yang terjadi padanya. Dia sudah cukup menikmati hidup sederhana bersama anak semata wayangnya, Mikey. Baginya sekarang adalah bagaimana dia bisa membesarkan dan memberikan masa depan yang baik untuk Mikey.
"Jangan pergi dari bunda ya nak, bunda gak ada siapa-siapa lagi selain kamu. Tetep di samping bunda ya nak" Nadia bergumam lirih sesaat setelah Mikey menutup pintu unit rumah susun mereka.
Sendirian di rumah, membuat Nadia tidak bisa lagi menahan emosi yang sedari tadi coba dia tekan. Dia segera ke kamar dan menumpahkan semua tangisnya di kamar itu. Jika tadi dia bisa bersikap ketus dan dingin saat menghadapi Dito atau dia bisa bersikap tegar saat bersama dengan Mikey, tapi sebenarnya jauh di hatinya dia masih tetap wanita yang rapuh. Wanita yang akan kembali merasakan perih, jika penyebab rasa sakitnya itu ada tepat di depannya. Selesai melampiaskan emosinya dengan menangis sendiri di kamar, Nadia segera mencuci mukanya, berganti pakaian dan segera menuju dapur. Dia sudah mengacaukan rencana mereka, maka dia ingin menebus dengan memasakkan masakan yang tadi sudah diminta oleh Mikey. Untunglah, semua bahan ada di lemari es satu pintu kecil yang ada di sudut dapur.
Sore menjelang malam, Nadia dan Mikey sudah bersiap dengan makan malam sederhana yang ada. Semua pesanan Mikey juga sudah ada di depan mereka. Ruang tamu yang merangkap ruang makan dan juga ruang keluarga itu kini sudah ada makanan yang tadi dimasak oleh Nadia.
"Asyikkk makan-makan.. Yuhhuuii tumis kangkung.. Nyam-nyam. Bunda, Mikey makan duluan ya.." Mikey memang seperti orang yang kalap sendiri jika melihat ada tumis kangkung di depannya. Entah, dimana spesialnya tapi bagi Mikey tumis kangkung adalah makanan terenak di dunia. Apalagi jika tumis kangkung itu adalah buatan dari Nadia.
"Kamu kenapa, Mike? Kepedesan? Kayaknya tadi sambelnya juga gak pedes-pedes amat" Nadia bertanya kepada Mikey. Nadia melihat beberapa kali Mikey meringis seperti menahan sesuatu.
"Gak apa-apa sih bun. Biasa tadi pas main bola kejatuh. Trus sekarang pundaknya Mike yang sebelah kanan sini agak nyeri sih bun" Mikey berkata sambil mulutnya terus mengunyah makanan kesukaannya itu walaupun kadang sesekali dia meringis menahan nyeri yang timbul.
"Nah.. Kan kebiasaan. Besok kita periksa ke puskesmas." Ucap Nadia tanpa bisa dilawan. Mendengar kata puskesmas, Mikey langsung begidik. Dirinya memang tidak menyukai semua hal yang berbau dengan obat-obatan, puskesmas atau rumah sakit.
"Gak ah bun. Abis makan ini tempelin koyo aja udah. Palingan besok juga udah baikan" Mikey mencoba berkelit dari puskesmas.
"Gak boleh bantah! Besok sama bunda ke puskesmas. Nanti kalau kamu ada yang cidera gimana? Atau kalau ada syaraf yang bermasalah gimana? Udah, pokoknya besok bunda anterin kamu ke puskesmas. Nanti habis makan bunda tempelin koyo dulu pundak kamu. Trus tidur. Jangan begadang!" Jika sudah seperti ini, Mikey hanya bisa diam dan menurut saja. Melawan pun akan sia-sia.
"Iya bun, iya.. Besok kita periksa ke puskesmas. Ish.. Bunda gini aja pake ribet" Mikey memasang wajah dengan mode manja, tapi itu tidak membuat Nadia membatalkan keputusannya untuk membawanya ke puskesmas esok hari.
Hari itu ditutup dengan canda gurau oleh Nadia dan Mikey. Mereka seolah melupakan jika pagi dan siang hari tadi, mereka baru saja melewati hari yang tidak begitu baik. Kejadian yang cukup menguras emosi dan air mata. Tapi biarlah. Cukuplah kejadian pagi tadi berakhir dengan sendirinya. Tidak perlu lagi mengingatnya kembali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Berbagi Hati (Tamat)
General FictionSaat tidak ada yang mempercayai. Saat semua ditimpakan tanpa bisa bersuara. Saat semuanya nampak sudah usai, Tapi.... Bagaimana jika dia kembali? Bagaimana jika yang sebenarnya terkuak? dan, Bagaimana jika harus berbagi hati? Cover by Canva