Konseling psikologi yang dijalani oleh Nadia dan Mikey berjalan lancar. Perlahan Nadia bisa menutup luka batin yang sudah berteman dengannya tujuh belas tahun lamanya. Sedangkan Mikey lebih mudah karena sikap dan reaksinya selama ini adalah sikap protektif pada Nadia. Naluri dan sikapnya itu akan muncul saat Nadia bereaksi sedih atau seperti merasa terancam. Namun saat Nadia terlihat biasa dan tidak menunjukkan perubahan sikap apapun, maka Mikey juga akan bersikap lebih tenang. Sekarang, baik Nadia maupun Mikey akan terlihat tenang dan tidak menunjukkan emosi yang meledak saat Nadia maupun Mikey dihadapkan kembali pada masa lalunya.
Sore ini, Nadia dan Mikey baru saja selesai melakukan konseling dengan psikolog. Rama juga turut mendampingi Nadia dan Mikey. Sekarang mereka sedang bersantai di rumah Nadia. Rama dan Mikey sedang bermain game di ruang tamu, sementara Nadia sedang menyiapkan makanan kecil di dapur.
Saat mereka sedang asyik bermain bersama, tiba-tiba mereka dikejutkan oleh kedatangan satu orang tamu. Seorang wanita sekarang berdiri di ambang pintu rumah, dan wanita itu adalah Renita. Rama dan Mikey yang belum mengenal Renita, lalu mempersilakan Renita masuk. Beberapa saat kemudian, Nadia bergabung dengan Rama di ruang tamu. Dia sempat sedikit kaget namun kemudian mampu menguasai dirinya kembali.
"Oh, hai Nit.. Lama ya kita gak ketemu? Gimana nih kabarnya?" Nadia menyapa ringan Renita selayaknya seorang teman lama yang sudah lama tidak bertemu. Dia lalu memilih duduk tepat di samping Rama.
"Kenapa nih, kok tumben dateng ke rumahku?" Lagi, Nadia berkata. Masih dengan nada suara yang ringan dan santai.
Sikap santai dan tanpa beban dari Nadia justru membuat Renita mengerutkan keningnya. Renita yakin kalau Nadia sudah tahu bahwa dialah yang menyebabkan rumah tangganya dengan Dito kandas.
"Nad, aku boleh minta tolong?" Setelah beberapa detik sempat berdiam diri, Renita akhirnya bersuara
"Minta tolong apaan?" Nadia sedikit kebingungan mendengar perkataan Renita.
"Tolong bantu bujuk mas Dito buat balik lagi" Kening Nadia langsung berkerut mendengar permintaan Renita.
"Membujuk Dito? Emang aku siapanya Dito? Kamu kan yang istrinya? Kok malah minta bantuan aku? Kayaknya kamu salah alamat deh, Nit"
"Mas Dito dan anak-anak ninggalin aku. Sekarang aku sendirian." Renita menjawab dengan lesu dan pandangan ke bawah. Dia tidak berani menatap ke arah Nadia langsung. Nada bicaranyapun tidak bisa jelas terdengar. Seperti orang bergumam.
"Sekarang, mas Dito balik ke rumahnya om Budi. Anak-anak juga ikut ke sana. Aku kemarin ke sana, tapi om Budi langsung ngusir aku. Anak-anak juga gak mau ketemu sama aku. Please Nad, tolong kamu bilang ke mas Dito. Bujuk dia biar kembali ke rumah lagi" Nadia tersenyum dengan ringan saat mendengar curhatan dari Renita. Dia membiarkan Renita sejenak mengatur nafasnya. Saat dilihat Renita sudah cukup tenang, Nadia lalu berkata
"Ren, harusnya kamu itu masih bersyukur lho. Om Budianto sama tante Erna cuman ngusir kamu aja kan? Gak pake acara nampar segala kan? Trus ya, kamu itu masih bisa balik ke orang tua kamu kan? Coba deh sekarang kamu mikirnya kalau kamu di posisi aku dulu. Pasti lebih sakit kan? Udah diusir, pake ditampar segala trus orang tuaku gak mau terima aku. Lebih tragis mana coba?" Rama yang ada di samping Nadia langsung mengusap lengan tangan Nadia. Dia sedikit khawatir setelah tahu bahwa Renita adalah dalang dari semuanya.
"Trus kamu minta tolong aku buat ngomong ke Dito? Lha emang aku tuh siapanya Dito? Dia bukan siapa-siapa aku lagi sekarang. Kan kamu tahu pasti soal itu, Ren?" Nadia menjeda omongannya sejenak dan melihat reaksi dari Renita. Tidak mendapat reaksi apa-apa, Nadia lantas meneruskan omongannya
"Tolong Nad, aku pingin tetep bersama dengan mas Dito sama anak-anak..............." Belum selesai Renita berucap, Nadia langsung memotongnya.
"Ren, dengerin ya, aku tuh udah gak ngurusin kalian lagi. Lebih tepatnya gak mau. Kenapa? Karena aku udah ketemu orang-orang yang jauh lebih baik dari yang aku temui di masa lalu aku. Jadi mau kamu tetap sama Dito, kamu mau pisahan sama Dito atau anak-anak kamu mau ninggalin kamu, atau kamu yang diusir sama om Budi sama tante Erna, ya itu urusan kamu. Aku gak tahu, gak mau tahu dan gak perlu tahu soal itu semuanya"
Sejujurnya, hati Renita cukup sakit saat mendengar apa yang dikatakan Nadia itu. Tapi dia juga sepenuhnya sadar jika semua itu juga karena kesalahannya sendiri. Dia datang ke sini berharap Nadia mau menolongnya menjadi penghubung antara dia dengan Dito, tapi kenyataannya Nadia malah seperti melucuti dirinya sendiri. Semua itu ditambah Nadia yang seolah menunjukkan kemesraannya dengan Rama. Seolah dia sedang mengejeknya.
"Gimana? Ada lagi yang mau kamu sampein, Ren?" Nadia berucap setelah beberapa menit ruang tamu di rumah Nadia hanya diisi oleh keheningan. Tidak ada yang bersuara di ruang tamu itu.
"Kalau emang gak ada lagi yang diomongin, ya udah. Kamu tahu kan pintu keluarnya dimana? Gak perlu aku anterin, bisa kan?" Nadia mengusir dengan halus Renita, dan Renita sangat paham itu. Dia mendongakkan kepalanya, menatap Nadia dengan penuh harap tapi sepertinya itu semuanya tidak mempan. Nadia tetap tidak mau membantu Renita.
Renita merasa sia-sia saja ke rumah Nadia. Jangankan bantuan yang dia dapatkan, sedikitpun simpati tidak dia dapatkan. Dengan langkah pelan, Renita pergi meninggalkan rumah Nadia. Dia cukup nekad untuk datang dan minta tolong ke Nadia. Yang ada di kepalanya sekarang adalah bagaimanapun caranya dia harus tetap bersama dengan Dito. Dia tidak perduli lagi, bahkan jika sampai harus mengorbankan harga dirinya seperti sekarang, Renita mau melakukannya.
Perginya Renita menyisakan kembali Rama, Nadia dan Mikey. Mikey kembali bergabung, setelah tadi dia langsung masuk ke kamar saat Renita datang. Sengaja dia tidak bergabung karena takut tidak bisa menguasai emosinya saat tahu bahwa Renita inilah yang menyebabkan penderitaan mereka selama ini.
"Ini kenapa pisang gorengnya tinggal tiga? Yang lainnya kemana?" Nadia kebingungan saat akan mengambil pisang goreng yang awalnya untuk dimakan bersama tapi malah hanya bersisa tiga saja.
"hehehehe... Udah di perut Mikey bun. Seru bun tadi, berasa nonton sinetron live. Jadi gak kerasa sambil makan pisang gorengnya" Ujar Mikey santai sambil menepuk pelan perutnya.
"Kamu itu ya.. Kelakuan kalau ada gorengan seperti itu. Pisang goreng itu buat kita makan bareng-bareng. Lha sekarang habis kan. Trus ini kita mau makan apa? Bunda capek ya disuruh goreng terus" Omelan Nadia yang panjang itu justru membuat senyum di bibir Rama dan Mikey.
Bagi mereka lebih baik Nadia dengan segala omelan khas ibu-ibu seperti ini dibandingkan dengan Nadia yang harus berpura-pura tegar dan kuat padahal rapuh dan menyimpan banyak luka di dalamnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Berbagi Hati (Tamat)
General FictionSaat tidak ada yang mempercayai. Saat semua ditimpakan tanpa bisa bersuara. Saat semuanya nampak sudah usai, Tapi.... Bagaimana jika dia kembali? Bagaimana jika yang sebenarnya terkuak? dan, Bagaimana jika harus berbagi hati? Cover by Canva