Part 8

5.3K 386 6
                                    

Sepulang dari sekolah Mikey, Dito memilih untuk menenangkan diri. Dia melajukan mobilnya ke arah pantai. Mungkin angin pantai bisa menenangkan pikirannya. Belum sampai setengah hari, dia sudah dua kali mendapat tanggapan sinis dari Nadia dan Mikey. Penolakan frontal dan tegas dari Mikey adalah yang paling menohok dirinya. Hari ini dia mengaku kalah. Kalah dari dua orang yang harusnya dia perjuangkan namun nyatanya dia abaikan.

Duduk sendiri, menikmati pantai yang saat itu cuacanya sedang sangat terik. Matanya menerawang jauh memandang langit yang cerah saat itu. Dito sekarang hanya ditemani satu bungkus rokok dan beberapa kaleng minuman beralkohol. Matahari sudah menunjukkan lepas tengah hari, tapi Dito masih larut dengan pikiran-pikirannya. Fokus Dito sekarang beralih. Otaknya dipaksa bekerja keras menemukan siapa sebenarnya yang telah memfitnah Nadia dengan memberikan foto hasil rekayasa itu.

"Ini semua gak akan kejadian kalau gak ada kiriman foto itu. Tapi siapa yang udah ngirim itu semua? Mau mereka apa? Musuh bisnis atau siapa?" Dito bergumam sendiri sambil menghisap dalam rokok yang bahkan sudah hampir habis satu bungkus.

"Temui saya di tempat yang saya share location. Saya tunggu setengah jam. Bisa?" Dito berbicara entah dengan siapa di telpon. Dia langsung memasukkan kembali ponselnya ke saku. Kembali ke lamunan yang sekarang sepertinya menjadi kegiatan barunya.

"Nadia, Mikey... Apa bisa aku merangkul kalian kembali? Ah, bahkan aku sendiri belum meminta maaf ke kalian." Dito menyandarkan punggungnya dengan kasar di sandaran kursi. Suaranya jelas menyiratkan dia tidak baik-baik saja.

Selang satu jam kemudian, Dito terlihat sedang berbicara. Dari raut wajah dan bahasa tubuh yang nampak terlihat jika Dito sedang sangat serius. Lawan bicara Dito terlihat tidak terlalu banyak berbicara. Hanya sesekali mengangguk dan mencatat beberapa hal saja.

***

"Buuuunnn.... Bunda..." Mikey yang baru pulang sekolah langsung saja mencari keberadaan Nadia. Biasanya, saat jam pulang sekolah seperti ini Nadia ada di ruang tamu, menyelesaikan setrikaan laundry sambil menonton televisi.

"Bunda di dapur Mikey... " Jawab Nadia dengan sedikit berteriak. Mendengar itu, langsung saja Mikey beranjak ke dapur. Mata Mikey langsung terbuka saat melihat Nadia sedang memasak. Kebetulan sekali jika dia sedang kelaparan setelah bermain bola.

"WAAAHHH... IKAN BANDENG.... MAAUUU...." Nadia hanya mendesah malas. Respon Mikey sudah seperti orang yang belum makan selama setahun.

"YUUHHUUII... Ada sambel sama lalapan juga..." Mikey lagi-lagi histeris saat melihat membuka tutup makanan di meja makan. Langsung saja, bahkan Mikey belum berganti baju, langsung saja dia mendudukkan dirinya dan langsung mengambil piring dan nasi. Dengan lincah tangannya mengambil ikan bandeng goreng dan aneka sayur mentah ditambah sambal.

TUK

Tangan Nadia menggetok pelan kepala Mikey. Sejak tadi dia sebenarnya sudah gemas dengan Mikey. Kelakuan anaknya itu membuatnya harus mengelus dadanya.

"Habis pulang sekolah itu bersih-bersih dulu. Ganti baju dulu. Baru ambil makan! Lagian tadi juga udah nge-bekel juga kan ke sekolahnya?"

"Kelamaan bunda. Ikan bandengnya udah gak sabar masuk ke perutnya Mikey. Kan Mikey kasihan sama ikan bandengnya. Udah manggil-manggil Mikey"

"Kan... Mesti... Alesan yang gak masuk akal.." Nadia tampaknya harus kembali mengalah. Akan percuma saja berdebat dengan Mikey.

Beberapa saat kemudian, Nadia lantas menghentikan aktivitasnya dan bergabung dengan Mikey, menikmati makan siang mereka. Nadia memandang Mikey yang nampak sangat lahap. Tidak seperti biasanya.

"Mikey, kamu itu kelaperan atau apa makan sampe segitunya?"

"Hehehe... Tadi tuh class meeting bunda. Trus kayak biasanya, Mikey pasti main bola kan. Jadinya ya lumayan capek sih. Trus udah gitu, Mikey kalah lagi, jadi nambah makin laper kan bun" Alasan yang sangat tidak masuk akal. Bermain bola adalah hobi dari Mikey sedari kecil. Bahkan dia sanggup bermain bola seharian penuh. Jadi sangat tidak masuk akal jika merasa lapar hanya karena bermain bola.

Nadia hanya menggeleng pelan. Membiarkan saja anaknya itu terus saja memakan masakannya. Sejujurnya saja dia sangat menyukai jika Mikey terlihat lahap memakan masakannya. Seolah rasa capek dan pengorbanannya selama ini langsung terbayar. Tidak terasa lagi rasa capek setelah seharian harus bekerja dan kemudian masih harus meyiapkan semua keperluan Mikey. Semuanya hilang saat melihat Mikey dengan lahap menghabiskan semua makanan yang dia masak.

Tok.. Tok.. Tok..

Nadia dan Mikey masih menikmati makan siang mereka dan seketika mereka harus menghentikan sejenak karena mendengar ada yang mengetok pintu.

"Biar Mikey aja bun yang buka. Bunda lanjutin aja makan siangnya." Mikey memang sudah selesai dengan makan siangnya, makanya dia bernisiatif untuk membuka pintu rumah. Nadia mengangguk saja menuruti kemauan Mikey.

"BENTARAN...." Mikey sedikit berteriak agar orang yang bertamu siang itu tidak kembali mengetuk pintu.

Wajah Mikey langsung terkejut saat melihat siapa yang mendatangi rumah mereka siang itu.

"Lho, dokter Rama. Kenapa ya dok? Eh, kok dokter bisa sampai ke sini? Hm.. Dokter ke sini gak mau bilang kalau salah diagnosa atau mau bilang kalau saya butuh terapi lanjutan kan dok? Please dok... Jangan ya dok" Mikey bukannya mempersilakan masuk Rama dan Silla, tapi malah histeris heboh di depan pintu.

Nadia yang menangkap suara heboh anaknya itu langsung menyudahi makannya. Buru-buru dia mencuci tangan dan segera beranjak ke pintu rumahnya. Melihat Rama yang masih mematung dengan menggendong Silla, Nadia lantas mempersilakan Rama untuk masuk. Sekarang, mereka telah duduk di kursi ruang tamu.

"Ini ada apa ya dok? Kok dokter sampai datang ke sini?" Nadia sebenarnya sama penasarannya dengan Mikey. Namun, dia masih bisa mengendalikan dirinya dan tidak bersikap seheboh Mikey.

"Hm.. Ini, kemarin waktu resepin obat buat Mikey, ada yang ketinggalan. Ini vitamin dan kalsium untuk mempercepat pemulihan Mikey" Rama lalu menyodorkan obat yang masih dalam kemasan plastik. Nadia menerima obat itu lalu menyerahkannya ke Mikey.

"Bentaran nih dok, kok Mikey disuruh minum kalsium ya? Apa Mikey tulangnya keropos ya? Kayak kakek-kakek gitu? Trus misal gak minum kalsium ini, ntar Mikey jalannya bungkuk gitu ya dok?" Lagi, Mikey bereaksi dengan heboh saat Rama memberikan suplemen tambahan untuknya. Rama hanya tersenyum. Dia sudah tidak lagi kaget dengan tingkah polah Mikey.

"Bukan. Kalsium itu dibutuhkan di semua umur. Tidak harus menunggu menjadi tua dulu baru mengkonsumsi kalsium" Rama menjelaskan dengan ringan dan santai.

"PAPA... Ayok... Silla udah laper nihh.. Tadi katanya mau makan" Silla langsung menyela Rama yang tampaknya masih ingin menjelaskan lebih detail lagi. Ucapan spontan dari Silla itu langsung saja membuat Rama malu.

"Eh, sabar. Ini kan papa lagi jelasin ke kakaknya. Hm.. Maafkan anak saya" Rama bingung menenangkan Silla yang sudah sedikit rewel.

"Hm.. Gak masalah dok. Atau Silla mau makan aja di sini? Tapi tadi tante Cuma masak ikan bandeng sama lalapan aja. Silla mau?" Nadia merasa tidak enak karena Rama harus datang ke rumahnya untuk mengantarkan suplemen kalsium untuk Mikey.

"Bandeng itu apa tante? Pa, boleh gak Silla makan bandeng itu?" Mendapati pertanyaan itu, Rama lalu menoleh ke Nadia.

"Maaf sekali lagi. Anak saya..."

"Isshhh.. Paa... Boleh ya... Makan ikan bandeng itu..."

"Gak perlu sungkan dok. Anggap saja bentuk terima kasih saya karena dokter udah nganterin suplemen buat Mikey" Nadia memahami jika Rama masih canggung.

Karena makan siang tadi hanya menyisakan sedikit saja, maka terpaksa Nadia harus memasak lagi. Mikey yang melihat sinyal pendekatan dari Rama, hanya bisa tersenyum.

"Aroma-aromanya deketin bunda ya? Hm... Okelah.. Mending ma om dokter ini daripada balikan sama laki brengsek itu." Nalurinya sebagai lelaki membuat Mikey bisa membaca apa yang ada di pikiran Rama.


Berbagi Hati (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang