Pemeriksaan Dito ternyata lebih lama dari yang diperkirakan. Awalnya estimasi dokter hanya butuh dua atau tiga hari, namun nyatanya hari ini adalah hari kelima dokter masih meminta Dito untuk istirahat di rumah sakit. Rencananya hasil pemeriksaan dan uji sampel laboratorium akan keluar dan dokter akan menyampaikan hasil pemeriksaan yang sudah dilakukan.
Pagi ini, di ruang rawat inap Dito juga sudah ada Budianto dan Erna. Sengaja mereka ada di ruang rawat inap Dito karena ingin juga mengetahui penyakit yang diderita oleh anaknya. Sedangkan Rangga dan Vito masih ada di sekolah.
"Selamat siang pak Dito, juga bapak ibu semua. Bagaimana hari ini? Ada keluhan yang mau disampaikan barangkali?" Sapa ramah dokter Ridwan, dokter yang menangani Dito kali ini. Hari memang sudah beranjak siang dan dokter Ridwan baru datang untuk pemeriksaan lanjutan.
Budianto dan Erna yang sedang duduk di sofa, langsung berdiri saat dokter Ridwan datang. Mereka sekarang berdiri di dekat dokter Ridwan, ingin mendengarkan hasil pemeriksaan atas Dito.
"Saya udah baik sih dok. Udah enggak demam. Tapi kadang masih agak pusing aja sih trus masih agak lemes dikit gitu, dok" Dito menjawab pertanyaan dokter Ridwan sekaligus mengutarakan keluhannya. Dokter Ridwan hanya mengangguk ramah. Dia lalu mengambil beberapa berkas yang dibawa oleh asisten perawat yang ada di sampingnya.
"Hasil pemeriksaan dan uji laboratorium sudah keluar. Sekaligus ini menjawab sebenarnya bapak itu sakit apa" Dokter Ridwan lalu membaca sebentar hasil laporan pemeriksaan dari Dito. Wajah dokter Ridwan lalu berubah serius saat dia membaca hasil laporan laboratorium yang sekarang ada di tangannya. Sempat menarik napas panjang, akhirnya dokter Ridwan berkata:
"Hm.. Mungkin yang akan saya sampaikan bukan hal yang enak didengar. Tapi saya harus mengatakan jika dari hasil pemeriksaan intensif kami, Pak Dito mengalami kegagalan fungsi hati. Itu semua yang menyebabkan bapak sering demam dan badan terasa lemas"
Dito, Budianto dan Erna langsung terhenyak kaget. Mereka sungguh tidak menyangka jika penyakit Dito seserius itu. Selama ini mereka hanya mengira jika Dito kurang istirahat saja hingga dia mudah lemas dan sering menderita demam.
"Kalau dari pemeriksaan kami kemarin, kerusakan hati dari pak Dito masih belum mencapai lima puluh persen. Artinya kita bisa lakukan terapi transplantasi hati jika memang ada donor yang bersedia" Dokter Ridwan melanjutkan penjelasannya.
"Maksudnya dok? Kami harus mencari orang yang bersedia memberikan hatinya untuk anak kami? Gitu?" Tanya Budianto. Dia sungguh tidak paham dengan penjelasan dari dokter Ridwan.
"Bukan pak. Yang dibutuhkan itu donor hati pak, bukan memberikan hatinya. Pendonor hati masih bisa tetap hidup dan beraktivitas normal, karena hati adalah organ yang bisa meregenerasi dirinya sendiri. Artinya dia bisa tumbuh kembali. Hanya, baik pendonor maupun penerima memang harus melakukan terapi sesudahnya. Setelah dinyatakan sembuh, mereka juga harus menjaga pola hidupnya"
Budianto mengangguk. Setidaknya dia sedikit mengerti tentang bagaimana transplantasi dan donor hati.
"Ini kenapa ya dok, anak saya sampai sakit seperti ini?" Erna penasaran dengan penyebab penyakit anaknya yang cukup parah.
"Banyak faktor bu, tapi kalau kasusnya pak Dito, saya lihatnya dari pola hidup. Sering begadang hingga larut, minuman beralkohol, rokok dan kurang istirahat semuanya menjadi faktor pencetus utama dari kerusakan hati yang dialami pak Dito." Dokter Ridwan menjelaskan dengan bahasa yang lugas.
"Trus, sekarang gimana dok?"
"Bapak bisa mulai mencari pendonor yang bersedia. Kemungkinan paling tinggi kalau mempunyai hubungan darah, bisa anak, orang tua, atau saudara satu kakek dan nenek. Tapi tidak menutup kemungkinan juga jika orang lain bisa memiliki kecocokan dengan penerima donor"
Selesai menjelaskan semua dokter Ridwan meninggalkan ruang rawat inap Dito. Sekarang, tinggallah ruangan itu diisi kebingungan. Jujur saja mereka sekarang bingung harus seperti apa.
"Apa perlu kita ke luar negeri? Cari second opinion lainnya?" Erna tiba-tiba berkata. Mungkin dia masih belum yakin dengan diagnosa yang diberikan oleh dokter Ridwan. Tapi ide spontan darinya itu langsung mendapat respon gelengan kepala dari Dito.
"Gak perlu mah. Dito yakin kok sama apa yang dibilang sama dokter Ridwan tadi. Habis dari ini mungkin Dito akan mencari donor hati." Dito sepertinya sudah pasrah dengan penyakitnya. Fokusnya sekarang berubah. Setelah mendengar penuturan dari dokter Ridwan, pemikirannya berubah. Dia harus bisa bangkit lagi. Dia tidak boleh terpuruk karena masih ada anak-anak yang masih menjadi tanggung jawabnya.
"Papa akan ikut cek. Siapa tahu papa bisa jadi pendonor buat kamu. Dokter Ridwan kan bilangnya prosentase tertinggi adalah orang yang sedarah. Berarti ayah ada kemungkinan. Nanti mungkin papa akan kasih tahu keluarga kita lainnya. Barangkali aja mereka mau bantuin kita." Budianto langsung berucap. Tentu tidak ada orang tua yang mau melihat anaknya kesakitan terus.
"Kalau gitu mama juga. Lagipula tadi dokter Ridwan juga juga bilang kalau pendonor juga masih bisa hidup normal sesudah mendonorkan hatinya" Erna juga tidak kalah dengan Budianto. Dia juga berniat untuk bisa menjadi pendonor untuk Dito.
"Kami juga mu ikutan pa. Rangga dan Vito mau periksa juga. Siapa tahu salah satu dari kami ada yang cocok buat papa" Tiba-tiba suara Rangga terdengar dari arah pintu kamar rawat inap. Ternyata kedua anaknya sudah pulang dan mereka sudah mendengar penyakit apa yang diderita oleh Dito. Mereka mendengar semua penjelasan yang diberikan dokter Ridwan tadi. Keduanya lalu berjalan dan bergabung berdiri di samping brankar Dito. Bergabung dengan Budianto dan Erna.
"Terima kasih ya nak. Terima kasih. Maafin papa ya, udah bikin kalian susah. Harusnya papa yang jagain kalian, ini malah kebalik" Dito meraih kedua anaknya dalam dekapannya. Pelukan itu dibalas dengan hangat oleh Rangga dan juga Vito.
Hati Dito langsung saja meluruh melihat orang – orang yang di sekelilingnya ternyata masih mempedulikan dirinya. Jika sudah begini, tidak ada alasan bagi Dito untuk kembali terlarut dalam kesedihan dan penyesalan. Tidak ada yang bisa dilakukannya dengan penyesalannya itu. Dia tidak bisa memutar ulang waktu. Sudah waktunya sekarang dia untuk memperbaiki dirinya dan yang penting dia ingin memperbaiki hubungannya dengan Mikey. Satu hal yang saat ini paling dia inginkan.
"Apa aku harus ngasih tahu ke Nadia dan Mikey ya? Ah, buat apa juga ngasih tahu ke mereka? Mereka udah bahagia. Harusnya aku juga bahagia kan? Mungkin aku harus benar-benar melepas mereka. Tapi apa aku sanggup? Aku pengen banget sekali aja jadi papa yang bener buat Mikey tapi apa aku masih punya waktu? Aku harus sembuh! Aku masih ingin liat Mikey jadi orang hebat" Dito bergumam sendiri. Ada sisi lain hatinya yang sangat menginginkan kehadiran Mikey tapi dia sendiri tidak tahu harus bagaimana untuk mewujudkan inginnya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Berbagi Hati (Tamat)
General FictionSaat tidak ada yang mempercayai. Saat semua ditimpakan tanpa bisa bersuara. Saat semuanya nampak sudah usai, Tapi.... Bagaimana jika dia kembali? Bagaimana jika yang sebenarnya terkuak? dan, Bagaimana jika harus berbagi hati? Cover by Canva