Malam menjelang. Seusai makan malam biasanya Dito akan menghabiskan waktunya dengan bersantai di teras belakang rumah. Menikmati malam dengan membiarkan angin menerpa tubuhnya sudah menjadi kebiasaan baru Dito. Dulu, dia akan menghabiskan waktunya dengan bekerja atau pergi ke klub malam, tapi setelah dia tahu kondisi kesehatannya, dia memilih untuk menenangkan diri dengan duduk terdiam di teras belakang rumah.
Kali ini, Dito tidak sendirian. Ada Rangga dan juga Vito duduk menemani. Tadi, Dito memang meinta kedua anaknya untuk ngobrol dengannya di taman belakang. Dito ingin membahas hubungannya dengan Renita. Menurutnya, anak-anaknya juga harus dilibatkan karena bagaimanapun anak-anaknya juga akan terkena imbasnya tentang apapun yang akan dia lakukan nantinya.
"Papa ngumpulin kalian ke sini karena papa ingin membahas hubungan papa dengan mama kalian. Kalian udah tahu ceritanya. Kalian juga udah dewasa, udah bisa papa ajak ngobrol soal hubungan papa dengan mama kalian." Ujar Dito saat mulai obrolan mereka.
"Maksud papa gimana? Kok Rangga gak paham ya?" Dito tersenyum mendengar pertanyaan dari Rangga.
"Gini, kalian tahu kan kalau papa memilih buat berpisah dari mama kalian setelah papa tahu apa yang dilakukan sama mama kalian ke papa dulu. Papa milih untuk gak tinggal satu rumah sama mama kalian. Masalahnya, apa yang papa lakuin itu gak bener juga. Apapun, papa masih suami mama kalian. Papa belum menjatuhkan talak cerai ke mama kalian."
Rangga dan Vito mulai mengerti dengan arah pembicaraan dari Dito. Rupanya kini mereka harus menghadapi kemungkinan terburuk. Perceraian kedua orang tua mereka.
"Seandainya, ini masih seandainya ya, kalau misalnya papa memilih untuk pisah dengan mama kalian bagaimana?"
Rangga dan Vito terdiam langsung saat Dito bertanya secara langsung kepada mereka. Tidak ada satupun anak yang mau ada perpisahan diantara kedua orang tuanya.
"Rangga bingung pa buat jawab. Balik lagi ke papa sih. Gimana papa aja sama mama. Rangga tahu kalau apa yang udah mama lakuin itu fatal banget. Bukan cuman papa yang kecewa, tapi Rangga juga. Bahkan sampai sekarang Rangga gak tahu siapa ayah kandung Rangga" Rangga menunduk saat mengatakan hal itu. Saat mengetahui hal yang sebenarnya jika dia bukan anak kandung Dito dan dia ada karena kesalahan Renita dengan orang lain, membuatnya sungguh terpukul. Sekarang, malah Dito mengajukan pertanyaan yang sangat sulit untuknya.
"Papa tuh heran lho sama kalian. Yang punya masalah sama mama kalian itu papa. Kalian jangan sepert itu sama mama kalian. Biar gimanapun, tetep lho mama kalian yang udah ngelahirin kalian. Gak baik seperti itu" Kadang Dito juga merasa kasihan dengan Renata. Kedua anaknya menolak untuk menemuinya.
"Rangga kecewa pah sama mama. Dari kecil mama ngajarinnya gak boleh bohong, gak boleh bikin orang lain susah, tapi mama sendiri ngelakuin itu semuanya. Kan sama aja mama udah bohongin Rangga dari kecil dulu. Trus percuma dong mama ngajarin itu semuanya."
Dito lalu menarik Rangga ke dalam pelukannya. Dia berusaha menenangkan Rangga. Nada bicara Rangga sedikit naik. Itu menandakan jika emosinya juga sedang naik. Dito mengusap pelan lengan Rangga, sekedar untuk menenangkan Rangga.
"Kalau sekarang nyatanya papa milih untuk pisah sama mama, Rangga gak masalah sih pah. Rangga ngerti banget gimana rasanya jadi papa yang udah dibohongin selama ini. Rangga akan tetep milih ikut papa, kecuali kalau emang papa gak mau Rangga ikut."
Niat ingin mengajak anaknya bertukar pendapat soal hubungannya dengan Renita, sekarang yang ada adalah Dito yang mencoba menenangkan Rangga yang tiba-tiba saja menjadi emosi.
"Vito, kalau kamu gimana nak? Gimana kalau papa milih pisah sama mama kalian?"
"Sama kayak kak Rangga. Vito serahin aja ke papa. Gimana baiknya kan papa yang tahu. Samaan juga kayak kak Rangga. Mau ikut papa juga kalau emang beneran papa pisahan sama mama. Vito gak mau ditinggal sendirian"
"Papa minta maaf ya kalau papa mungkin sampai harus ngambil jalan pisah sama mama kalian. Papa kayaknya udah gak bisa bareng sama mama kalian. Apa yang udah dilakuin sama mama kalian fatal banget. Papa ngerasa gagal untuk jadi orang tua yang bener buat kalian. Tapi, untuk tetap bertahan dengan mama kalian juga sangat sulit."
Mendengar Dito yang malah meminta maaf kepada Rangga dan Vito, keduanya spontan menggelang.
"Papa ngapain minta maaf? Yang harusnya minta maaf tuh mama. Dia yang udah ngelakuin kejahatan pa...."
"Hei... Jangan emosi gitu. Gak baik dan gak bener juga. Inget ya, seburuk-buruknya mama kalian itu tetap mama kalian lho." Dito langsung memotong omongan Rangga yang justru semakin naik nada bicaranya.
Budianto dan Erna sengaja mengintip dan mendengarkan itu semua dari balik tirai yang membatasi area ruang makan dan halaman belakang. Hati mereka juga sama teririsnya dengan Dito dan kedua anaknya. Terlebih kini Dito memilih untuk mengabaikan Budianto dan Erna dan hanya berbicara seperlunya saja. Dito masih kecewa karena Budianto dan Erna melibatkan Mikey. Pasutri paruh baya itu hanya bisa terdiam mendengar semuanya. Jika benar Dito memilih berpisah dengan Renita, maka ini adalah perceraiannya yang kedua kali dan ini juga kegagalannya kedua kali dalam berumah tangga.
***
Dito benar-benar ingin segera menyelesaikan semua permasalahannya. Dito tidak ingin mengulangi kesalahan dulu, Dito langsung menghubungi pengacaranya untuk segera mengurus perceraiannya dengan Renita. Dia semakin yakin dengan langkahnya sekarang setelah berbincang dengan Rangga dan Vito. Kedua anaknya itu memahami langkah yang diambil oleh Dito.
Pagi sebelum menuju ke kantor, Dito mampir dulu ke rumah orang tua Renita. Di tangannya sekarang sudah ada surat tuntutan perceraian. Sebenarnya surat itu bisa dikirimkan atau diberikan oleh kuasa hukumnya tapi dia ingin menyampaikan sendiri surat tuntutan itu sekaligus ada beberapa hal yang ingin dia sampaikan kepada Renita.
"Kamu ke sini mau menjemputku kan mas?" Renita menyambut kedatangan Dito dengan senyum mengambang di bibirnya. Dia sangat yakin jika Dito datang untuk menjemputnya.
"Bukan. Aku ke sini bukan menjemputmu. Aku hanya ingin mengantarkan ini" Dito tidak ingin berlama-lama di rumah orang tua Renita. Dia langsung menyerahkan satu bendel map yang berisi surat tuntutan cerai untuk Renita.
"Mas, kamu gak lagi bercanda kan mas? Ini... Ini.. " Bahkan Renita tidak sanggup menyelesaikan kalimatnya sendiri.
"Gak. Aku bukan lagi becanda. Apa yang ada di tangan kamu itu adalah surat tuntutan cerai. Setelah ini, mungkin kamu bisa menghubungi pengacaraku kalau mau diskusi atau apapun soal perceraian kita" Mendengar perkataan dari Dito, Renita langsung menggelengkan kepalanya. Berusaha untuk menolak kenyataan yang ada di depannya.
"Aku sudah gak bisa lagi melanjutkan pernikahan kita. Apa yang udah kamu lakuin itu udah sangat fatal, Nit. Aku gak bisa terima itu" Melihat Renita hanya bisa diam saja, Dito melanjutkan omongannya.
"Apa kita gak bisa bicarain ini mas? Lagipula Nadia juga udah menikah kan?" Perkataan dari Renita membuat kening Dito berkerut. Perceraiannya ini tidak ada hubungannya dengan Nadia yang sudah menikah lagi atau tidak. Perceraiannya adalah karena ulah Renita yang sudah membohonginya.
"Ini gak ada hubungannya sama Nadia nikah lagi apa enggak. Mau Nadia nikah lagi apa enggak aku akan tetap mengajukan tuntutan cerai. Semua karena ulah kamu sendiri"
"Aku gak mau mas. Aku gak mau cerai sama kamu. Aku gak mau tanda tangani surat ini" Renita berusaha untuk mempertahankan pendiriannya. Senyum sinis lalu muncul di bibir Dito.
"Oh, gak masalah kamu gak mau tanda tangani surat cerai itu. Tapi inget, rekaman pengakuan kamu masih ada di aku. Dan aku bisa melaporkan kamu ke polisi. Paling tidak aku bisa ngelaporin kamu atas dua hal. Fitnah dan perbuatan tidak menyenangkan. Gimana?"
Mendengar jawaban di luar dugaan dari Dito, hati Renita menjadi semakin sakit. Air matanya kini sudah menetes dan membasahi pipinya.
Setelah mengatakan itu semuanya, Dito langsung berdiri. Dia tidak mau tersulut emosi jika dia ada di sini. Penolakan Renita menandatangani surat tuntutan cerai darinya saja sudah membuat naik emosinya.
Jika tadi Renita dengan penuh kegembiraan dan keceriaan menyambut kedatangan Dito di rumahnya, kini semuanya berbalik. Dia hanya diam menatap punggung Dito yang semakin menjauh meninggalkan rumahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Berbagi Hati (Tamat)
Genel KurguSaat tidak ada yang mempercayai. Saat semua ditimpakan tanpa bisa bersuara. Saat semuanya nampak sudah usai, Tapi.... Bagaimana jika dia kembali? Bagaimana jika yang sebenarnya terkuak? dan, Bagaimana jika harus berbagi hati? Cover by Canva