Part 37

3.1K 201 4
                                    

Mikey terdiam tertegun. Penjelasan dari Budianto secara detail membuat pikirannya menjadi kacau siang hari ini. Pantas, sedari tadi Rama berpesan agar dia benar-benar memikirkan apa yang akan diputuskannya nanti. Dia tidak mau gegabah mengambil keputusan. Karena tidak bisa memutuskan saat itu juga, Mikey meminta waktu untuk menjawab permintaan dari Budianto. Mikey seperti berada di persimpangan jalan. Dia sangat tahu jika Nadia tentu akan menolak jika Mikey akan membantu Dito. Tanpa Nadia bicarapun, itu semua sudah jelas terlihat dari sikap tubuhnya. Tapi, penjelasan dari Rama yang cukup detail mengenai operasi transplantasi hati bukan berarti mengambil hati seseorang untuk dipindahkan ke orang lain. Operasi itu hanya mengambil sebagian hati untuk dipindahkan ke orang penerimanya, dan organ hati itu juga akan tumbuh kembali bagi pendonor hati.

Dito yang mengetahui apa yang dilakukan orang tuanya, tentu saja dia marah besar. Sedari awal dia tidak setuju jika melibatkan Mikey. Dito langsung mendatangi rumah Rama dan berusaha menjelaskan apa yang sesungguhnya. Dia juga berusaha menjelaskan bahwa dia juga tidak mau melibatkan Mikey.

Mikey meminta waktu untuk berpikir selama dua minggu. Sekarang, waktunya Mikey untuk memberikan keputusannya. Untuk itu, dia meminta semuanya berkumpul di rumah Rama. Sore menjelang malam itu, semua sudah berkumpul. Dito dan kedua orang tuanya, Ferdi dan Santi, juga ada Wahyudi dan Laksmi juga. Semuanya sudah berkumpul di ruang tengah rumah Rama.

"Wiiihhhh... Rumah jadi rame nih..." Jika semuanya sekarang perasaannya berdebar tentang keputusan Mikey, tapi orang yang menjadi pusat perhatian di ruangan itu malah dengan santainya cengengesan sendiri.

"Oke, mumpung semua di sini, Mikey kasih tahu soal keputusuan Mikey." Mikey menjeda sejenak perkataannya. Dia mengedarkan pandangannya ke semuanya. Yang didapatiya semua orang seperti berharap cemas kepadanya.

"Mikey mau untuk di tes." Reaksi berbeda ditunjukkan orang-orang yang ada di ruangan itu. Reaksi lega ditunjukkan Budianto dan Erna. Setidaknya dengan Mikey mau ikut tes, ada satu harapan untuk anaknya. Dito sendiri langsung menggelengkan kepalanya. Sejak awal dia tidak setuju jika Mikey ikut terlibat di dalam terapinya.

Nadia tentu saja sangat terkejut dengan keputusan Mikey. Dia memandang Mikey bahkan dengan mata yang sudah akan menangis. Mikey tahu betul itu. Dia lalu kembali berucap

"Bunda tenang dulu. Kan cuman tes doang bun. Belum tentu juga nanti Mikey cocok sama ayah kan? Kalaupun toh nanti emang cocok dan bisa Mikey jadi pendonor buat ayah, itu gak akan ngefek apa-apa ke Mikey juga kan?" Mikey mencoba menenangkan Nadia. Tapi tetap saja kekhawatiran itu muncul di Nadia.

"Tapi nak, itu sangat beresiko. Aktivitas kamu tinggi. Kamu juga suka main bola. Bunda takut nak kalau ada apa-apa sama kamu" Khawatirnya Nadia sebenarnya sama juga dengan rasa khawatirnya Dito.

"Bunda kamu benar Mikey. Kamu masih sangat muda. Kamu masih harus kuliah dan itu semua butuh energi yang gak sedikit. Jangan jadikan kesehatan ayah menjadi alasan. Ayah gak mau jadi penghambat buat kamu" Dito berucap sambil dia menatap Mikey dalam.

"Kan tadi udah Mikey bilang, Mikey cuman mau tes kesehatan doang. Hasilnya kan belum tentu juga cocok sama Mikey."

"Terus semisal nanti hasil pemeriksaannya cocok? Gimana?"

"Ya semisal bisa, ya gak apa-apa sh bun Mikey jadi donor buat ayah. Papa kemarin udah cerita soal ini kemarin. Mikey gak bakalan kenapa-kenapa juga"

Nadia menggeleng pelan. Jika sudah seperti itu keputusan dari Mikey, maka tidak ada yang bisa merubahnya. Sikap keras Nadia menurun pada Mikey. Sepertinya keputusannya sudah bulat. Tiba-tiba Nadia mengalihkan pandangannya pada Budianto dan Erna. Tatapan matanya tajam, memerah.

"Puas kalian? HAH? UDAH PUAS BELUM?" Nadia bahkan kini berteriak di depan mereka.

"Sampe kapan kalan berhenti gangguin hidupku dan anakku? Belum puas kalian? BELUM PUAS?" Nadia benar-benar meledak saat ini. Silla yang tadinya menempel pada Nadia bahkan sekarang harus berpindah ke Rama. Sementara Mikey sibuk menenangkan Nadia. Tapi tampaknya usahanya tidak berhasil. Aura marah sangat terlihat dari Nadia.

"Apa kalian gak punya otak buat mikir? Kalian gak lupa apa yang udah kalian lakuin ke aku waktu itu! Dan sekarang kalian datang dan minta Mikey lakuin yang kalian mau? KETERLALUAN KALIAN! EGOIS!"

"Tapi waktu itu kami difitnah, Nad...." Erna menyahut. Dia sesenggukan mendengar Nadia berkata keras kepadanya.

"Makanya pakai otak kalian! Mikir pake otak jangan pake dengkul! Kalian gak akan kena tipu atau fitnah kalau kalian pake otak kalian!" Hampir saja Erna hendak menyahut lagi tapi dia langsung ditahan oleh Budianto. Dia tahu, kata-kata yang keluar dari Nadia sudah sangat kasar tapi dia juga tidak bisa menyalahkan Nadia.

"Kalian gak pernah tahu apa yang udah aku dan Mikey lalui sampai di hari ini. Kalian gak akan pernah tahu! Cuman Mikey yang aku punya selama ini. Mana yang katanya keluarga saling menopang? Mana yang katanya orang tua yang sayang sama anaknya? Gak ada!" Tidak ada satupun di ruangan itu yang berusaha untuk menenangkan Nadia. Mereka membiarkan saja Nadia berbicara.

"Kalian punya kaca kan di rumah? Pernah gak kalian ngaca sambil nanya ke diri kalian sendiri, udah pantes gak dipanggil orang tua? Lebih pantes disebut orang tua atau disebut ANJING kalian itu!" Semuanya sontak mengalihkan pandangan mereka ke Nadia. Semuanya berkaca-kaca. Air mata turun dari mata mereka semuanya.

"Nad....." Rama berusaha menenangkan Nadia. Bagaimanapun kata-kata Nadia sudah sangat kasar. Sebagai suami, dia wajib mengarahkan Nadia.

"Karena mereka udah keterlaluan mas. Aku sudah gak tahan lagi. Mas gak tahu kan bagaimana mereka memperlakukan aku setelah aku nurutin semuanya. Gimana mereka ngatain aku waku itu. Kalau sekarang aku bicara kayak tadi, anggap aja aku mencontoh kalian semua orang tua tercinta"

Rama kembali diam. Dia tidak berusaha untuk menenangkan kembali Nadia. Mungkin membiarkan Nadia mengeluarkan semua emosinya bisa membuatnya lebih tenang.

Beberapa waktu tidak ada suara di ruangan itu. Hanya detak jam yang terdengar. Semua sibuk dengan pikirannya masing-masing. Mikey sudah keluar dari ruangan itu beberapa waktu lalu. Saat dia melihat bahwa Nadia sangat marah dan mengeluarkan emosinya, Mikey langsung membawa Silla ke kamarnya. Dia tidak ingin Silla melihat dan mendengar apa yang sedang terjadi. Silla masih anak kecil, tentu mentalnya akan terganggu jika melihat Nadia semarah sekarang.

"Nad, kami tahu banget kami salah. Kami ngerti juga kalau kami gak punya harga diri lagi waktu minta ke kamu dan Mikey. Sekarang, kamu mau apa? Kamu minta apa supaya Mikey mau cek kesehatan dan mendonorkan hatinya kalau memang nanti hasilnya cocok?" Budianto mencoba membuka obrolan lagi. Dia mencoba merendah dan membuka penawaran untuk Nadia.

Mendengar apa yang dikatakan oleh Budianto, Nadia langsung tersenyum. Bukan senyuman bahagia, tapi senyuman sinis yang sekarang ada di bibir Nadia. Dengan sangat tenang dia lalu berkata:

"Kalau aku pengennya nyawa kalian gimana?" Lagi, mereka sangat terhenyak dengan perkataan Nadia.

"Apa yang kalian minta Mikey lakukan itu sangat berisiko buat Mikey. Dan kalian tahu itu. Kalau sampai Mikey gak bisa diselamatin gara-gara ngikutin apa yang kalian mau, wajar kan aku minta imbalan yang seimbang. Aku kehilangan Mikey, kalian juga harus kehilangan salah satu dari kalian! Gimana? Adil kan?"

Berbagi Hati (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang