Pagi hari di keluarga Dito. Semua berjalan normal dan tidak ada yang istimewa. Selesai sarapan pagi bersama, masing-masing anggota kembali pada aktivitasnya sendiri. Dito lantas berangkat ke kantor. Hari ini, dia harus ke kantor setelah beberapa hari dia tidak ke kantor karena sudah beberapa hari dia tidak ke kantor karena masih terpikirkan masalah munculnya Nadia dan Mikey. Rangga dan Vito juga bersiap dan berangkat ke sekolah. Maka, kini praktis Renita sendiri di rumah. Bukan sesuatu yang baru bagi Renita ketika suami dan anak-anaknya meninggalkannya di rumah sendirian. Dia sendiri cukup menikmati perannya sebagai ibu rumah tangga biasa.
Setelah rumah benar-benar sepi, Renita lantas memilih duduk di ruang tivi. Sejujurnya pikirannya masih dihantui dengan nama Michael Kusumanegara. Siapa sebenarnya anak itu? Kenapa batinnya mengatakan ada yang tidak biasa dengan anak itu. Jika sekedar penerima beasiswa dari donasi yang diberikan oleh Dito, mengapa sampai Dito meminta data seperti itu.
Masih bergelut dengan pikirannya, Renita lantas mengambil ponselnya. Tangannya mulai mengetikkan nama Michael Kusumanegara di kolom keyword search engine yang ada di ponselnya. Saat akan menekan tombol enter, tiba-tiba satu notifikasi masuk ke ponselnya. Ternyata dari Dito, suaminya yang memintanya datang ke kantor siang ini. Kolega bisnis yang akan ditemui oleh Dito membawa juga istrinya, jadi akan lebih enak jika dia juga membawa serta Renita dalam pertemuan bisnis kali ini.
Menyandang status sebagai istri dari seorang Ardito membuat Renita mudah saja masuk ke kantor milik mertuanya yang mungkin sebentar lagi akan menjadi milik suaminya. Sekarang dia sudah ada di ruangan kerja suaminya itu. Duduk bersantai di sofa yang ada, mata Renita tertuju pada satu bendel berkas. Merasa penasaran dengan berkas itu, Renita mengambilnya. Lagi ada nama Michael Kusumanegara di sana.
"Siapa sebenarnya Michael Kusumanegara ini? Kenapa namanya ada di mana-mana? Apa hubungannya dengan mas Dito? Kayaknya gak mungkin cuman kebetulan saja" Saat ingin membuka berkas itu lebih lanjut, tiba-tiba saja dia dikejutkan oleh suaminya. Dia datang dengan sepasang suami istri yang juga kolega bisnisnya.
"Mari pak Rico, silakan masuk kebetulan istri saya juga sudah menunggu" Renita mengembalikan berkas itu, lalu dia mengembalikan berkas itu ke meja lalu menghampiri suaminya. Kembali, usahanya gagal untuk mengetahui seorang yang bernama Michael Kusumanegara itu.
"Selamat siang Pak Rico, perkenalkan, saya istrinya mas Dito" Renita lalu dengan lugas memperkenalkan dirinya kepada Rico. Sebagai istri seorang pebisnis seperti Dito, sudah menjadi hal yang biasa jika Renita diminta menemani Dito dalam negosiasi bisnis.
"Wah, cantik ya istrinya pak Dito. Hm.. Anyway, bagaimana kalau kita ngobrolnya di luar aja? Ya, sambil ngopi gitu?" Rico, rekan bisnis Dito membalas dengan hangat perkenalan dari Renita. Setelah berbasa-basi sejenak, keempat orang itu akhirnya berjalan bersama, dan mereka lantas melanjutkan aktivitas mereka di luar kantor Dito.
***
Unit rumah susun yang ditinggali Nadia biasanya sepi dan hanya terisi oleh candaan-candaan receh dari Mikey dan Nadia, sekarang menjadi sedikit ribut dengan adanya Rama dan Silla. Acara makan siang dadakan itu malah menjadi tutorial singkat Nadia ke Silla mengenai ikan bandeng. Mungkin ini pertama kalinya bagi Silla melihat dan menikmati ikan bandeng goreng.
"Tante, itu kenapa bentuk ikannya beda sama ikan punya Silla di rumah ya?"
"Silla punya ikan di rumah? Ikannya ikan apa?"
"Punya papa sih tante, gak tahu namanya. Ikannya gedhe, warnanya merah, mengkilap gitu tan" Silla mendiskripsikan ikan arwana jenis golden red yang menjadi koleksi Rama.
"Iya karena memang ikannya udah tante potong-potong." Nadia berusaha sabar untuk menjelaskan pertanyaan-pertanyaan yang sebenarnya terdengar konyol dari Silla. Tapi, dia justru menikmati hal itu.
"Trus, ini bubur merah ini apaan te? Itu piringnya dari batu ya te?" Tunjuk tangan mungil Silla pada sambal yang Nadia sajikan di atas cobek batu miliknya.
"Itu bukan bubur, sayang. Itu namanya sambal. Rasanya asam pedas. Trus itu juga bukan piring. Itu namanya cobek. Biasanya dipakai buat alusin bumbu atau kalau mau bikin sambel gitu"
Begitulah, Nadia dengan sabar dan telaten menjawab semua pertanyaan-pertanyaan dari Silla. Silla sendiri nampak antusias dengan semua penjelasan. Selesai memasak, lantas Nadia mengambilkan piring dan memberikannya ke Silla.
"Tante, suapin Silla ya?" Silla lalu menatap penuh harap ke Nadia. Sebenarnya, Nadia sendiri memang berencana untuk menyuapi Silla. Ini karena menu yang akan mereka makan adalah ikan bandeng goreng. Silla masih kecil, sehingga dia masih belum bisa memisahkan duri di dalam ikan bandeng.
"Silla, biasanya juga makan sendiri. Jangan ngerepotin tante Nadia gitu" Rama menegur halus. Silla.
"Iih.. Papa.. Tante Nadia mau kok. Iya kan tante?" Sanggahan dari Silla itu hanya dijawab dengan anggukan ringan dari Nadia. Setelahnya, Silla langsung duduk anteng di samping Nadia dan bersiap untuk menerima suapan dari Nadia.
"Maafin putri saya, jadi merepotkan seperti ini" Rama berucap sungkan pada Nadia yang sedang sibuk menyuapi Silla.
"Gak apa-apa dok. Saya juga gak repot kok" Jawab Nadia singkat, sambil tangannya kembali menyuapi Silla.
"Eh, kakak tuh kalau manggil tante, bunda ya?" Tanya Silla dengan polos ke Mikey yang sedari tadi hanya tersenyum senang melihat ibunya dan Silla bisa cepat akrab.
"Iya, soalnya emang bundanya kakak. Jadi ya manggilnya bunda" Jawab Mikey kemudian.
"Kalau Silla juga panggil bunda, boleh gak?" Tanya Silla dan pertanyaan itu langsung mendapat tatapan dan teguran dari Rama
"Silla....." Sungguh, Rama sangat malu dengan kelakuan anaknya itu.
"Boleh, boleh kok manggil tante samaan kayak kakak. Jadi mulai sekarang manggilnya bunda aja ya?" Nadia justru senang saat Silla ingin memanggilnya dengan sebutan bunda.
"Assyyiikk... Sekarang Silla punya bunda... "Silla dengan riangnya berteriak dengan kegirangan khas anak-anak. Selesai berteriak, dia lantas kembali berujar,
"Kak, nanti manggil papanya Silla papa juga aja ya. Biar samaan kayak Silla juga"
Sekarang giliran Mikey yang kebingungan. Mudah sebenarnya bagi dia untuk memanggil Rama dengan sebutan "papa". Namun, belum tentu Rama mau dipanggil papa olehnya. Mikey memang merindukan sosok seorang ayah yang tidak dia dapatkan selama ini. Rama menangkap kebingungan Mikey, lantas dengan dia memandang ke Mikey sambil tersenyum hangat tanda dia setuju dengan kemauan Silla.
"Maaf, anak saya mungkin sudah....." Belum selesai Rama berbicara, Nadia lantas memotongnya
"Gak apa-apa dok. Permintaan Silla juga bukan hal yang sulit buat dipenuhi kan? Saya juga nyaman-nyaman aja kok dipanggil bunda sama Silla"
Rama hanya tersenyum ringan. Sejujurnya saja dia sudah menaruh hati dengan Nadia. Memang benar, dia mengantarkan suplemen kalsium untuk Mikey hanya sebagai alasan saja. Tidak tahu bagaimana awalnya, yang jelas hatinya sudah menjatuhkan pilihan kepada Nadia. Tentang Nadia yang sudah memiliki anak sebesar Mikey bukan menjadi halangan perasaannya untuk terus tumbuh.
"Nih kayaknya gue harus jadi kompor buat bunda. Hm... Harus bikin strategi nih gimana biar bunda bisa deketan sama si om ini" Mikey hanya membatin ringan. Dia hanya tersenyum menyaksikan bagaimana Rama memandang lekat Nadia, bagaimana Nadia dengan sabar dan telaten meladeni Silla, juga bagaimana sebenarnya Nadia sering mencuri pandang ke Rama. Semua pemandangan itu terekam dengan jelas di memori Mikey.
KAMU SEDANG MEMBACA
Berbagi Hati (Tamat)
General FictionSaat tidak ada yang mempercayai. Saat semua ditimpakan tanpa bisa bersuara. Saat semuanya nampak sudah usai, Tapi.... Bagaimana jika dia kembali? Bagaimana jika yang sebenarnya terkuak? dan, Bagaimana jika harus berbagi hati? Cover by Canva