Tahun ajaran baru, kelas baru. Dua hal ini membuat langkah Mikey sangat ringan. Sekarang dia ada di kelas dua belas, dan itu artinya dia tinggal setahun lagi dia ada di sekolah ini. Duduk di kelas dua belas tidak ada yang berbeda bagi Mikey. Jika biasanya murid-murid lain akan menghabiskan waktu dengan mengikuti bimbel atau les maka Mikey punya kegiatan lainnya. Berburu beasiswa. Mikey sadar betul bahwa jika dia ingin melanjutkan studinya dia harus mengandalkan beasiswa. Pekerjaan Nadia di laundry kiloan tentu tidak akan sanggup untuk membiayainya kuliah.
"Hoi.. Kiki ayang..." Mikey yang baru saja memarkirkan sepeda kayuhnya sedikit kaget, tapi sedetik kemudian dia menoleh dan mendapati teman dan sahabatnya.
PLAK
Langsung saja Mikey menggeplak kepala Rendra, salah satu temannya di sekolah.
"Nama gue Mikey! Manggil yang lengkap napa?"
"Lo tuh harusnya bersyukur sama gue. Kiki itu panggilan kesayangan gue buat lo." Rendra dan Mikey memang sudah terbiasa bercanda.
"Lo ngikut apaan class meeting taon ini?" Rendra berusaha mengalihkan pembicaraannya. Mikey memang tipe orang yang santai dan suka bercanda, tapi semua itu akan berubah jika dia dalam emosi dan marah.
"Lomba masak gue!" Jawab Mikey asal.
"Emang lo mau masak apaan?" Rendra masih menyangka jika Mikey serius dengan ucapannya.
"Gue mau bikin sup tarantula sama serundeng kadal. Lo mau?"
"Sompret lo. Gue seriusan monyet!" Rendra hanya bisa mengomel tidak jelas.
Tahun ajaran baru biasa diisi dengan class meeting dan biasanya Mikey akan mengambil pertandingan sepak bola. Mikey dan sepak bola, seolah sudah berjodoh. Hobinya berolahraga sepak bola memang banyak dipengaruhi dimana dia tinggal dan dibesarkan. Sepakbola, olahraga yang dimainkan bersama-sama dan juga murah meriah. Satu bola bisa dipakai hingga dua puluh dua orang.
Berdua, Mikey dan Rendra masuk ke ruang kelas baru mereka. Kelas riuh dengan canda tawa dan celotehan yang ramai dari penghuninya. Mikey berjalan santai ke bangkunya.
"Ya elah, Ren. Lo mau sebangku sama gue lagi? Iya kali dari kelas sepuluh gue sebangku terus sama lo" Persahabatan mereka memang dimulai saat kegiatan MOS dan semenjak itu, keduanya seolah menjadi sahabat yang tidak terpisahkan.
"Hiks.. Kok lo gitu sih sama gue ki? Gue tuh salah apa sama lo? Tega lo ki.. Tega sama gue lo.." Rendra berucap penuh drama. Wajahnya dibuat sesedih mungkin.
"MIKEY WOIII... MIKEY.... MANA WOI YANG NAMANYA MIKEY" Sontak saja Mikey mencari orang yang meneriakkan namanya.
"Gue Mikey, kenapa?" Mikey menghampiri orang yang tadi meneriakkan namanya itu. Dia sendiri tidak mengenal siapa orang itu.
"Lo dipanggil kepala sekolah" Jawab anak itu singkat. Mikey hanya mengernyitkan keningnya. Ini masih hari pertama masuk ke sekolah. Belum ada kegiatan belajar mengajar, dan lagi sekarang dia sudah di kelas dua belas. Biasanya, kelas dua belas akan bebas tugas. Tidak akan diikutkan perlombaan atau kompetisi karena akan berkonsentrasi pada ujian nasional.
Sepanjang koridor menuju ke ruang kepala sekolah, Mikey masih terus bertanya-tanya. Untuk apa kepala sekolah memanggilnya? Semoga saja tidak berkaitan dengan beasiswanya dan dia masih bisa tetap sekolah hingga ujian kelulusan nanti.
Wajah penasaran Mikey berubah menjadi datar dan dingin saat dia tahu jika di ruang kepala sekolah juga ada orang lain. Orang yang sangat dia hindari untuk bertemu lagi. Tapi nampaknya Tuhan masih ingin mempertemukan mereka, entah untuk apa. Orang itu adalah Dito.
"Oh, Mikey.. Silakan masuk. Duduk aja di sana" Widiawan mengarahkan Mikey untuk duduk di sofa, tepat di depan Dito. Mikey hanya menurut saja. Dia mengambil duduk dan berusaha untuk menenangkan hatinya.
"Ini Pak Dito ingin bicara dengan kamu. Saya tinggal dulu ya." Widiawan lalu berdiri dan meninggalkan ruang. Ruangan menjadi sunyi. Tidak ada suara. Baik Dito maupun Mikey tidak ada yang berusaha memulai percakapan. Melihat Dito yang juga gugup, Mikey lantas merubah duduknya, dari yang awalnya tegak menjadi bersandar di sofa dan menjadi lebih rileks.
"Hm.. Saya ingin ngobrol lebih banyak dengan kamu. Soal.. Soal yang kemarin di halte bus" Butuh waktu lebih dari lima menit untuk akhirnya Dito bisa bersuara di depan Mikey. Mikey hanya menaikkan satu alisnya, tanda dia sendiri tidak paham dengan apa yang dikatakan Dito.
"Saya yakin, bunda kamu juga sudah cerita ke kamu"
"Saya udah hidup dengan bunda delapan belas tahun. Banyak yang udah bunda ceritain ke saya. Bapak mau cerita yang mana?" Mikey merubah gaya bahasanya menjadi resmi dan formal.
"Ekhm... Tentang... Eh..."
"Tentang bunda yang difitnah? Tentang bunda yang dibuang sama keluarganya? Tentang bunda yang diusir? Atau tentang bunda yang harus tinggal di panti dinas sosial?" Dito langsung terhenyak saat Mikey mengatakan itu semua. Cara bicara yang sangat tenang dengan nada yang rendah dan terkesan mengintimidasi lawan bicaranya.
"Oh, atau bapak pengen tahu soal gimana kami melewati hidup kami? Gimana bunda harus kerja buat bayar cicilan rumah susun kami. Cerita yang mana yang bapak mau tahu?" Lagi, cara bicara Mikey membuat Dito seolah mati kutu. Setelah tidak bisa berbicara banyak dengan Nadia, dia sebenarnya ingin berbicara dengan lebih santai dengan Mikey. Namun kenyataannya sama saja. Dari cara bicara Mikey, Dito menarik kesimpulan kalau Nadia sudah menceritakan apa yang terjadi.
"Mikey, saya hanya ingin kamu dan bunda kamu hidup lebih baik....."
"Hidup kami selama ini baik-baik saja, pak. Setidaknya sebelum bertemu dengan bapak" Mikey lantas beranjak dari tempat duduknya. Dia sudah tidak tahan berada satu ruangan dengan Dito. Dia berjalan sedikit tergesa ke pintu. Sebelum dia keluar, Mikey berhenti dan dengan satu tarikan napas, dia lantas berkata:
"Satu hal yang harus anda tahu, kalau saya tidak akan pernah mengakui jika saya adalah darah daging anda. Jangan salahkan keputusan saya, karena andalah yang memulainya. Anda yang terlebih dulu tidak mengakui bunda dan juga saya"
Hati Dito langsung ngilu saat Mikey berkata seperti itu. Penolakan yang sangat gamblang dan langsung ditujukan kepadanya. Dia hanya bisa diam, hanya bisa menundukkan kepalanya dan membiarkan Mikey keluar ruangan kepala sekolah.
Beberapa saat setelah Mikey keluar, Widiawan masuk ke ruangan kerjanya.
"Pak Widiawan, saya ingin bapak memberikan perhatian lebih ke Mikey. Jangan sampai dia bermasalah atau kena bully di sini. Kabari saya jika ada terjadi sesuatu dengan Mikey. Saya gak mau dengar kabar buruk soal Mikey" Sebenarnya banyak yang ingin dia bicarakan dengan Widiawan. Dito ingin tahu bagaimana keseharian Mikey, tentang apa yang disukainya, tentang apapun yang berkaitan dengan Mikey. Tapi penolakan tegas dari Mikey membuat semua mood-nya berantakan.
Selepas dari ruang Widiawan, Dito lantas melangkahkan kakinya. Di lapangan sekolah, nampak Mikey sedang bermain sepak bola dengan teman satu kelasnya. Dito segera mengambil ponsel dan dengan segera dia merekam apa yang terjadi di depannya. Selain berkas data-data yang didapat dari sekolah, Dito tidak mempunyai apa-apa yang berhubungan dengan Mikey. Jadi video yang sekarang dia rekam mungkin menjadi satu-satunya dokumentasi yang dia punya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Berbagi Hati (Tamat)
General FictionSaat tidak ada yang mempercayai. Saat semua ditimpakan tanpa bisa bersuara. Saat semuanya nampak sudah usai, Tapi.... Bagaimana jika dia kembali? Bagaimana jika yang sebenarnya terkuak? dan, Bagaimana jika harus berbagi hati? Cover by Canva