Part 16

4.4K 296 4
                                    

Renita sekarang sudah duduk salah satu kafe yang ada di mall. Dia tidak tenang sama sekali. Berkali-kali jari-jemarinya diketuk-ketukkan di gelas yang berisi jus jeruk itu, sekedar ingin menguras rasa gugup di dirinya. Berkali-kali dia melirik ke jam tangan yang melingkar di tangan kirinya. Seperti sudah tidak sabar untuk bertemu seseorang dan menyelesaikan semuanya.

"Sore Nit, sorry jalanan kalau jam balik kantor gini rame banget." Ujar seseorang yang langsung mengambil tempat duduk di depan Renita. Renita membiarkan saja lelaki itu mengambil duduk di depannya.

"Trus? Ngapain kamu manggil kayak gini? Ada masalah apa?" Lagi, lelaki itu bertanya ke Renita.

Renita tidak menjawab apa-apa atas pertanyaan lelaki itu. Dia hanya menyodorkan ponselnya yang menampilkan foto Nadia dan Mikey yang dia ambil tadi.

"Dia....?" Lelaki itu bertanya dengan mengernyitkan keningnya.

"Aku udah bilang kan ke kamu. Cepet atau lambat kejadian ini pasti terjadi. Trus, Dito gimana? Dia udah tahu soal ini belum?"

"Kalau mas Dito gak tahu, aku gak bakalan bingung kayak gini!" Renita membalas ucapan lelaki itu dengan sedikit sarkas.

"Ini semua gak akan pernah kejadian kalau aja kamu dari awal berani buat jujur. Kebohongan yang kamu susun sekarang justru kembali ke kamu!" Lelaki itu kembali berkata dengan nada tegasnya.

"Jujur gimana? Bilang kalau kamu yang udah ngehamilin aku?!" Renita langsung menaikkan nada suaranya dengan mata yang menatap tajam ke arah lelaki di depannya.

Suasana hening sejenak saat pelayan kafe mengantarkan minuman yang tadi dipesan oleh lelaki itu. Sesaat setelah pelayan itu meninggalkan mereka berdua, suasana masih tetap hening. Tidak ada yang memulai untuk membuka suara. Sepuluh menit kemudian, lelaki di depan Renita itu berkata

"Trus sekarang kamu mau apa? Mau bikin fitnah lagi kayak kamu dulu ngefitnah sahabat kamu sendiri, Nadia? Gitu? Please Nit, kalau emang suami kamu sekarang tahu anaknya Nadia emang anaknya dia, mungkin emang sudah waktunya Dito tahu yang sebenarnya"

"Karena cuman itu yang bisa nyelamatin aku, Za! Gak ada cara lain. Kamu bahkan langsung pergi ke Aussie kan setelah kita ngelakuinnya? Aku gak mau berdosa dengan ngebunuh bayi di kandungan....."

"Kamu gak mau berdosa, kamu takut dosa tapi dengan sadar kamu ngefitnah sahabatmu sendiri? Kamu sadar gak apa yang udah kamu lakuin itu juga dosa?" Reza langsung memotong ucapan Renita. Dia mereguk kasar minuman di depannya.

"Aku ke Aussie emang gue disuruh orang tua nerusin sekolah di sana. Aku gak lari! Aku bahkan gak tahu kamu lagi hamil anakku! Waktu kamu tahu kalau kamu hamil, apa kamu mencari aku? Enggak kan? Apa kamu dateng ke orang tuaku? Juga enggak! Padahal kamu tahu persis dimana rumahku, kamu juga kenal siapa orang tua aku! Tapi kamu malah bikin fitnah seperti itu! Kamu punya banyak pilihan, tapi kamu malah memilih buat fitnah murahan kayak gitu!"

Renita terdiam. Seluruh ucapan Reza, lelaki yang ada di depannya itu seakan mengunci semua yang ada di otaknya. Niatnya tadi menghubungi Reza adalah untuk meminta bantuannya tapi yang ada sekarang dia malah seperti mendengar rincian dosa-dosa yang sudah dilakukannya.

"Tapi itu sudah yang terbaik..." Renita masih mencoba membela dirinya, tapi lagi-lagi ucapannya langsung dipotong oleh Reza.

"Terbaik versi kamu? Tapi buat orang lain? Buat Nadia yang udah diusir dari keluarganya? Buat Dito yang harus kepisah dari istri dan anaknya? Buat Rangga yang malah gak ngerti siapa ayah kandungnya dia? Buat aku yang kehilangan anakku sendiri? Itu yang kamu bilang terbaik?"

"Kamu gak pernah tahu gimana rasanya dipaksa berpisah dengan darah dagingmu sendiri! Rangga itu anakku, tapi aku gak bisa sedikitpun memeluknya sebagai anakku!..." Suara Reza sedikit memelan saat dia berbicara. Sedangkan Renita, tanpa sadar meneteskan air matanya.

"Aku nanya balik ke kamu, Nit. Gimana perasaan kamu kalau kamu dipaksa berpisah sama anak-anak kamu? Itu yang sekarang aku rasain dan juga suami kamu rasain, Nit!" Renita hanya diam melihat reaksi dari Reza. Dia sangat tidak menduga jika reaksi dari Reza akan seperti ini.

"Saranku, berhenti melihat semuanya dari sisi dan kacamata kamu sendiri. Kamu gak hidup sendirian, jadi jangan egois! Berhenti dan coba perbaiki semua yang sudah kamu lakukan" Reza kembali berucap

Merasa percuma saja berbicara dengan Reza, Renita memutuskan untuk segera pergi dari tempat itu. Dia berpikir akan mencari jalan lain supaya Dito tidak kembali berhubungan dengan Nadia dan juga Mikey. Tangan Renita lantas membereskan tas jinjing dan memasukkan ponselnya kembali. Dia bangkit berdiri dari tempat duduknya. Tepat saat Renita memutar tubuhnya, seketika wajahnya langsung beubah pucat pasi. Selisih dua langkah darinya, nampak Dito sedang duduk sambil tangannya memainkan gelas yang berisi jus jeruk. Wajahnya nampak tenang, tapi tidak dengan matanya. Memerah seperti menahan amarah yang bisa saja keluar setiap saat.

"Mas Di....To......" Renita berucap dengan suara parau. Dengan jarak sedekat itu, tidak mungkin Dito tidak mendengar apa yang sudah dia dan Reza perbincangkan tadi.

"Mas, sudah lama di sini?" Pertanyaan itu muncul begitu saja dari mulut Renita. Sungguh, dia sudah lemas. Berbagai macam rasa sekarang dirasakan Renita. Namun, perasaan takut dan kegugupan paling mendominasi dari semuanya.

"Udah... Udah cukup lama. Kenapa? Ngerasa terganggu sama aku? Oke, aku pergi saja dulu kalau gitu. Kalian silakan lanjutkan obrolannya." Dito lalu meletakkan kembali gelas berisi jus jeruk itu. Masih dengan sangat tenang, Dito melangkah mendekati Renita dan Reza, lalu berucap

"Buat kamu!" Telunjuk jari Dito tepat mengarah ke wajah Renita, membuat Renita sangat tidak nyaman dengan itu.

"Kamu kayaknya pantes dapet oscar. Akting yang luar biasa! Hebat kamu!" Dito bertepuk tangan kecil dengan wajah dihiasi seringaian senyum dan gelengan kepala. Selesai dengan semuanya itu, Dito lantas meninggalkan Renita dan juga Reza.

Cara Dito melampiaskan emosinya justru membuat Renita seperti mati kutu. Dito tidak melampiaskan emosinya dengan memakinya, atau menamparnya, atau menyeretnya keluar dari kafe itu. Hidup bersama dengan Dito selama lima belas tahun membuatnya tahu bagaimana sifat Dito.

Renita terduduk lemas kembali. Dia menghempaskan tubuhnya dengan sedikit kasar pada sandaran kursi. Wajahnya pucat.Tatapan matanya kosong. Air mata langsung saja turun tanpa mampu dia cegah.

"Aku gak bisa apa-apa lagi. Semua ini kamu yang mulai. Silakan kamu selesaikan sendiri. Tanggung jawab dengan semua yang sudah kamu lakuin. Trus yang paling penting, jangan bikin masalah baru!" Reza berdiri dan dia meninggalkan Renita sendiri. Mungkin, jika tidak ingat bahwa dia sekarang ada di tempat umum, dia sudah berteriak, mengeluarkan sesak di dadanya.

"Aku harus gimana sekarang....." Ratap Renita dengan suara seraknya. Dia sendirian sekarang dan tidak tahu harus berharap pada siapa.

Berbagi Hati (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang